Atisha Dipamkara Shrijñana: Pembangkit Buddhisme di Tibet (Bahasa Indonesia)
Atisha Dipamkara Shrijñana (982-1054 M) dianggap sebagai salah satu tokoh Buddhis klasik dan salah satu guru Buddhis India terbesar sepanjang masa, namun karyanya dalam menghidupkan kembali ajaran Buddha yang murni di Tibet yang benar-benar membedakannya.
Melalui upayanya yang luar biasa dalam menyebarkan silsilah Buddhis di Tanah Bersalju, aliran Buddhis Tibet yaitu Kadam akhirnya dikokohkan oleh siswa utamanya, Dromtönpa. Atisha juga menyusun mahakarya utamanya, Bodhipathapradipa atau Pelita Jalan Menuju Pencerahan, yang meletakkan dasar selama berabad-abad bagi pembelajaran, kontemplasi, pencapaian, dan realisasi berdasarkan pendekatan bertahap terhadap 84.000 ajaran Buddha ini. Teks tersebut juga akan menjadi kekuatan Kadampa dan tradisi Gelugpa dari Buddhisme Tibet di kemudian hari.
Kisah hidupnya terus menginspirasi banyak umat Buddha untuk bertekun dalam perjalanan spiritual mereka lebih dari sembilan abad setelah kematiannya.
Masa Muda
Kelahiran Atisha pada tahun 982 M diiringi oleh berbagai pertanda keberuntungan. Pelangi muncul dan bunga-bunga utpala biru berjatuhan dari langit. Ia kemungkinan besar terlahir di Bikrampur (Vikramanipura), ibu kota Kekaisaran Pala kuno di Benggala tenggara.
Orang tuanya, Raja Kalyanashri (Kebajikan Mulia) dan istrinya, Prabhavarti Shrimati (Cahaya Mulia), menamainya Chandragarbha (Intisari Rembulan). Salah satu pendukung utama di masa depannya, Raja Jangchub Ö dari Tibet, di kemudian hari menjuluki beliau sebagai Atisha (Perdamaian) karena tindak tanduknya yang tenang dan damai.
Terlahir sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dari orang tua yang kaya raya, Atisha menghabiskan masa kecilnya di sebuah istana megah dengan 13 pagoda emas dan 25.000 spanduk emas kemenangan. Di dalam kompleks istana terdapat 25.000 kolam, taman yang dipenuhi bunga-bunga indah, pepohonan yang hanya tumbuh di India, dan tujuh jembatan.
Sejak usia muda, Atisha menunjukkan banyak sekali kualitas yang luar biasa. Pada usia tiga tahun, ia sudah menjadi ahli dalam tata bahasa dan astrologi. Ia juga bisa membedakan antara Buddhis dan non-Buddhis. Kedua orang tuanya mengharapkannya untuk melaksanakan tugas-tugas kerajaan dan menganggapnya sebagai pewaris tahta sang ayahanda.
VIDEO: Sejarah Kekaisaran Pala
Or view the video on the server at:
https://video.tsemtulku.com/videos/HistoryOfPalaEmpire1.mp4
Atisha juga menunjukkan welas asih sejak usia yang sangat muda. Saat mengunjungi wihara, Atisha menunjuk ke kerumunan orang yang mencoba untuk melihatnya sekilas. Orang tuanya menjelaskan kepadanya bahwa orang-orang tersebut adalah rakyatnya. Seketika itu juga welas asih terbit dalam batinnya, dan ia berdoa:
“Semoga semua orang ini menikmati keberuntungan sebesar keberuntunganku.”
Sumber: Geshe Kelsang Gyatso, Joyful Path of Good Fortune, Tharpa Publications, 2012, hal. 6.
Welas asih hadir secara alami ke diri Atisha. Setiap kali ia bertemu seseorang, ia secara spontan berharap:
“Semoga orang ini menemukan kebahagiaan dan bebas dari penderitaan.”
Sumber: Geshe Kelsang Gyatso, Joyful Path of Good Fortune, Tharpa Publications, 2012, hal. 6.
Ketika Atisha berusia 11 tahun, ia mulai menerima beragam penampakan dari Tara. Pada salah satu kesempatan, sekuntum bunga utpala biru jatuh dari langit saat ia duduk di pangkuan ibunya. Sang putra mulai berbicara ke arah bunga-bunga tersebut.
Beberapa yogi kemudian menjelaskan kepada kedua orang tuanya bahwa bunga biru adalah pertanda bahwa Tara bermanifestasi di hadapan putra mereka.
Ketika Atisha beranjak dewasa, orang tuanya mulai mencari pasangan pengantin yang cocok untuknya. Tapi, Tara muncul di hadapannya dengan nasihat berikut:
“Jika engkau terikat pada kerajaanmu, engkau akan menjadi seperti gajah saat tenggelam ke dalam lumpur dan tidak dapat mengangkat dirinya lagi karena ia begitu besar dan berat. Jangan terikat pada kehidupan ini. Belajar dan praktikkanlah Dharma. Engkau telah menjadi pembimbing spiritual di banyak kehidupanmu sebelumnya, dan dalam kehidupan ini juga engkau akan menjadi pembimbing spiritual.”
Sumber: Geshe Kelsang Gyatso, Joyful Path of Good Fortune, Tharpa Publications, 2012, hal. 6.
Atisha mengembangkan keinginan yang kuat untuk mempelajari dan mempraktikkan ajaran Buddha setelah pertemuan ini dengan Tara. Dia tahu bahwa dia harus meninggalkan lingkungannya yang nyaman dan bahwa dia harus memberi tahu orang tuanya tentang keengganannya untuk menikah.
“Tidak ada perbedaan dalam pikiranku antara istana ini dan penjara. Tidak ada perbedaan antara pakaian yang indah dan mahal dengan kain yang robek di tempat sampah. Tidak ada perbedaan antara makanan enak dan daging anjing dan nanah. Tidak ada perbedaan antara putri dan wanita mara – wanita iblis.”
Sumber: Lama Zopa Rinpoche, The Life of Atisha, 1976, https://www.lamayeshe.com/article/life-atisha, (diakses 28 Maret 2018).
Pencarian Guru Spiritual
Atisha paham bahwa ia membutuhkan guru yang memenuhi syarat untuk membimbingnya dalam perjalanan spiritualnya, maka ia mulai mencari mereka. Berkat kecerdasan dan ketekunannya, Atisha mampu menguasai setiap ajaran yang diberikan kepadanya. Para gurunya merujuk dirinya kepada guru-guru lain yang dapat membantunya melanjutkan pembelajaran dan meningkatkan pengetahuannya. Atisha dikisahkan telah belajar bersama lebih dari 150 guru selama hidupnya. Berikut ini beberapa di antaranya:
Jetari
Atisha mencari Jetari, seorang guru Buddhis terkenal yang tinggal dekat dengannya, untuk belajar bagaimana menemukan pembebasan dari samsara. Jetari memberinya ajaran tentang Bodhicitta, yaitu tekad untuk mencapai Pencerahan demi manfaat semua makhluk. Ia juga memberikan ikrar Perlindungan dan Bodhisattva. Jetari kemudian menyarankan Atisha untuk meminta bimbingan dari Bodhibhadra dari Biara Nalanda.
Bodhibhadra
Atisha meminta Bodhibhadra untuk mengajarinya bagaimana mencapai kondisi yang melampaui kesedihan, sehingga Bodhibhadra mengajarinya bagaimana membangkitkan Bodhicitta. Bodhibhadra kemudian menasihati Atisha untuk mencari bimbingan dari Vidyakokila, meditator hebat yang telah merealisasi sunyata dan dapat dengan terampil mengajarkan tahapan jalan yang mendalam.
Vidyakokila
Dari Vidyakokila, Atisha menerima instruksi lengkap tentang jalan pandangan dalam dan jalan aktivitas luas. Vidyakokila kemudian mengirim Atisha ke guru Vajrayana agung, Avadhutipa.
Rahulagupta
Avadhutipa memberi tahu Atisha bahwa ia hanya akan mengajarinya setelah ia menerima abhiseka Tantra Hevajra dan Heruka dari Rahulagupta, Sang Yogi Gunung Hitam.
Dari Rahulagupta, Atisha menerima nama rahasia Janavajra (Kebijaksanaan yang Tak Terhancurkan) beserta abhiseka Hevajra Tantra. Rahulagupta pun menasihati Atisha untuk meminta izin dari orang tuanya.
Atisha menurut nasihat ini dan mengunjungi orang tuanya untuk memberi tahu mereka:
“Jika aku mempraktikkan Dharma secara murni, maka, seperti yang telah diprediksi oleh Arya Tara, aku akan dapat membalas kebaikan ayah bunda dan kebaikan semua makhluk hidup. Jika aku bisa melakukan ini, kehidupan manusiaku tidak akan sia-sia. Jika tidak, meskipun aku menghabiskan seluruh waktuku di istana yang megah, hidupku tidak akan berarti. Tolong beri diriku persetujuan kalian untuk meninggalkan kerajaan dan mengabdikan seluruh hidupku untuk praktik Dharma”
Sumber: Geshe Kelsang Gyatso, Joyful Path of Good Fortune, Tharpa Publications, 2012, hal. 7.
Ayah Atisha awalnya enggan, tapi ibunya teringat akan tanda-tanda keberuntungan dari kelahiran Atisha. Ia memberi Atisha izin dan restunya, dan sang raja kemudian juga memberikan restunya.
Avadhutipa
Bersama dengan restu orang tuanya, Atisha akhirnya kembali ke Avadhutipa dan menghabiskan tujuh tahun untuk menerima instruksi tentang Mantra Rahasia.
Pada satu titik, Atisha mulai merasa sombong, berpikir bahwa ia mungkin tahu lebih banyak tentang Mantra Rahasia daripada siapa pun di dunia ini. Namun, kesombongannya sirna setelah ia memimpikan para dakini yang menunjukkan kitab suci yang belum pernah dirinya lihat sebelumnya.
Shilarakshita
Atisha awalnya bercita-cita menjadi praktisi awam seperti Avadhutipa. Ia memutuskan untuk menjadi seorang bhiksu setelah bermimpi di mana ia mengikuti prosesi bhiksu di hadapan Buddha Shakyamuni yang penasaran mengapa Atisha belum juga ditahbiskan. Kisah lain mencatat bahwa gurunyalah, Rahulagupta, yang mendorongnya untuk ditahbiskan. Pada usia 29 tahun, Atisha ditahbiskan oleh Shilarakshita dan diberi nama tahbis Dipamkara Shrijñana.
Dharmarakshita
Dari Dharmarakshita, Atisha mempelajari ajaran Hinayana. Ia menerima instruksi tentang Samudra Penjelasan Agung dan Tujuh Set Abhidharma, dua karya yang ditulis berdasarkan pandangan filosofis dari sistem Vaibhashika.
Pencarian Dharma di Negeri yang Jauh
Meskipun ia telah menerima instruksi dari banyak guru yang berkualifikasi, Atisha masih termotivasi untuk mencari lebih banyak pengetahuan akan realisasi Pencerahan yang cepat dan sempurna. Ia mulai menerima penampakan dan petunjuk bahwa merealisasi Bodhicitta adalah kunci dalam mencapai Pencerahan.
Ketika mengunjungi Bodhgaya, Atisha mendengar percakapan antara dua wanita yang merupakan emanasi Arya Tara:
Wanita muda: Apa metode utama untuk segera mencapai Pencerahan?
Wanita yang lebih tua: Metode tersebut adalah Bodhicitta.
Sumber: Geshe Kelsang Gyatso, Joyful Path of Good Fortune, Tharpa Publications, 2012, hal. 8-9.
Pada kesempatan lain, saat Atisha sedang mengelilingi stupa Bodhgaya yang suci, rupang Buddha Shakyamuni berbicara kepadanya.
“Jika engkau ingin mencapai Pencerahan dengan segera, engkau harus memperoleh pengalaman akan welas asih, cinta kasih, dan Bodhicitta yang berharga.”
Sumber: Geshe Kelsang Gyatso, Joyful Path of Good Fortune, Tharpa Publications, 2012, hal. 8-9.
Suatu ketika, saat Atisha sedang berjalan-jalan di dekat Gua Nagarjuna, ia mendengar rupang Buddha berkata:
“Latih pikiran dalam kasih sayang dan batin welas asih, Bodhicitta.”
Sumber: Lama Zopa Rinpoche, The Life of Atisha, 1976, https://www.lamayeshe.com/article/life-atisha, (diakses 28 Maret 2018).
Satu rupang Buddha yang terbuat dari gading secara khusus memberitahunya:
“Yogi, jika engkau ingin segera memperoleh Pencerahan, latihlah batin dalam kasih sayang dan welas asih serta batin Bodhicitta.”
Sumber: Lama Zopa Rinpoche, The Life of Atisha, 1976, https://www.lamayeshe.com/article/life-atisha, (diakses 28 Maret 2018).
Atisha memutuskan untuk mencari seorang guru yang mewarisi seperangkat instruksi lengkap tentang Bodhicitta. Ia menemukan bahwa Dharmakirti dari Suvarnadvipa (pulau emas) mewarisi silsilah instruksi tentang bagaimana mengembangkan Bodhicitta.
Suvarnadvipa Guru (Serlingpa) hidup pada masa Kerajaan Sriwijaya, yang dianggap sebagai masa keemasan agama Buddha di Indonesia. Wilayahnya meliputi Jawa, Sumatera, dan Malaya.
Perjalanan ke Indonesia memakan waktu 13 bulan, namun Atisha tidak segera mengunjungi Serlingpa saat tiba. Sebaliknya, ia tinggal bersama siswa Serlingpa untuk mempelajari lebih lanjut tentang kehidupan Sang Guru. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan siswa dan guru tidak boleh dianggap enteng.
Setelah Atisha yakin bahwa ia telah menemukan guru yang tepat, ia mempersembahkan mandala kepada Serlingpa dan dengan hormat meminta ajaran. Atisha mempersembahkan pada Sang Guru sebuah vas transparan penuh emas, perak, mutiara, koral dan lapis lazuli. Hal ini melambangkan bahwa ia akan menerima instruksi lengkap dalam pelatihan Bodhicitta, seperti satu pot menampung penuh isi dari pot lainnya.
Serlingpa mengatakan pada Atisha bahwa butuh waktu 12 tahun untuk membawanya mendapatkan realisasi dari Bodhicitta. Di akhir pelatihan, ia menyarankan Atisha untuk pergi ke utara, ke “Negeri Bersalju”, Tibet. Pada usia 45 tahun, Atisha akhirnya kembali ke India dengan instruksi lengkap dari Silsilah Aktivitas Luas Bodhisattva, yang diwejangkan kepadanya oleh Suvarnadvipa Guru. Secara kebetulan, ia pergi pada tahun yang sama ketika Dinasti Chola menginvasi Sumatera sehingga menyebabkan kejatuhan Kerajaan Sriwijaya yang tersohor itu. Berkat upaya Atisha maka Silsilah Aktivitas luas, yang ditransmisikan dari Shakyamuni Buddha ke Bodhisattva Maitreya, dan dari Maitreya ke Asanga, tidak hilang.
VIDEO: Peragaan Kehidupan di Kerajaan Sriwijaya
Or view the video on the server at:
https://video.tsemtulku.com/videos/SriwijyaEmpire-4.mp4
VIDEO: Mengapa Chola Menyerang Kerajaan Sriwijaya?
Or view the video on the server at:
https://video.tsemtulku.com/videos/WhyDidTheCholasInvadeTheSrivijayaEmpire.mp4
Kualitas Luar Biasa Atisha
Dengan ilmu pengetahuan yang diperoleh dari banyak guru besar, Atisha memenuhi prediksi Arya Tara bahwa ia akan menjadi pembimbing spiritual yang luar biasa.
Atisha memiliki banyak kualitas spesial. Ia dikenal mengemban semua ikrarnya, termasuk ikrar Pratimoksha (penahbisan), ikrar Bodhisattva, dan ikrar Tantra.
Selain menguasai ilmu pengetahuan, seni, astrologi, retorika, dan puisi, Atisha juga merupakan seorang tabib yang sangat baik yang bisa mengubah racun menjadi obat. Atisha memperoleh semua realisasi berhubungan dengan tahapan-tahapan Sang Jalan termasuk realisasi dari Tiga Latihan yang lebih tinggi: latihan dalam disiplin moral yang lebih tinggi, latihan dalam konsentrasi yang lebih tinggi, dan latihan dalam kebijaksanaan yang lebih tinggi.
Seorang Guru Agung Kembali ke India
Sekembalinya ke India, Atisha mencapai keunggulan baru yang menonjol – ia menjadi terkenal karena pengetahuan dan keterampilannya dalam filsafat dan debat. Dikatakan bahwa ia mengalahkan para non-Buddhis yang ekstrem dengan keterampilan berdebatnya. Setiap kali ia menemukan bentuk-bentuk ajaran Buddhis yang keliru atau merosot, Atisha segera menerapkan reformasi yang efektif.
Karena prestasi dan dedikasinya terhadap Buddhadharma, Atisha menjadi anggota terhormat dari Vikramashila, yang merupakan pusat pembelajaran Buddha yang didirikan oleh Kaisar Mahapala. Kontribusi Atisha pada Buddhadharma di India menyebabkan berkembangnya praktik dan budaya Buddha di wilayah tersebut.
Kisah Mengerikan Raja Yeshe Ö
Sementara Buddhisme berkembang pesat di India, ceritanya sangat berbeda di Tibet. Raja Langdarma dari Tibet (803-841 M) menindas agama Buddha dan pengikutnya selama masa pemerintahannya. Akibatnya, agama Buddha di Tibet merosot. Banyak orang bingung tentang laku Sutra dan Tantra, dan tidak tahu bagaimana cara mempraktikkan ajaran dengan benar.
Untuk mengembalikan wujud agama Buddha yang murni di Tibet, Raja Yeshe Ö dari kerajaan Purang-Guge di Tibet Barat mengirimkan 21 siswa Buddha paling cerdas di kerajaan tersebut untuk belajar Dharma di India. Sayangnya, semua kecuali dua penerjemah meninggal karena mereka tidak dapat menyesuaikan diri dengan cuaca India yang panas. Kedua penerjemah, Legshey dan Rinchen Sangpo (958-1055), berhasil kembali ke Tibet dan memberi tahu Raja Yeshe Ö tentang pandit besar Atisha. Mereka mendorong Raja Yeshe Ö untuk mengundang Atisha ke Tibet untuk memulihkan Buddha Dharma.
“Di India, hiduplah seorang bhiksu kelahiran kerajaan yang dikenal sebagai Dipamkara Srijñana. Jika Anda bisa membujuknya untuk datang ke Tibet, pasti ia akan menjadi kebaikan yang besar.”
Sumber: Kendal Magnussen (ed.), ‘Atisha’s Life Story’, FPMT Education Services, 15 Februari 2009, http://www.lamrim.com/hhdl/atishaslamp.html, (diakses 27 Maret 2018).
Saat mendengar nama Atisha, pengabdian yang besar muncul di benak Raja Yeshe Ö. Ia bertekad untuk membawa guru besar ini ke Tibet.
Raja Yeshe Ö menyiapkan banyak persembahan emas dan mengirimkan undangan ke Atisha untuk datang ke Tibet. Pada saat itu, sudah merupakan kebiasaan untuk mempersembahkan emas kepada guru Dharma sebagai indikasi aspirasi dan penghormatan siswa terhadap ajaran. Misi pertama untuk mengundang Atisha ke Tibet dipimpin oleh Gya Lotsawa Tsondru Sengge pada tahun 1030-an. Namun, misi tersebut gagal ketika hanya Sengge yang selamat dari perjalanan tersebut dan memutuskan untuk tinggal di India.
Kegagalan misi pertama tidak menghalangi Raja Yeshe Ö. Ia memulai perjalanan untuk mengumpulkan lebih banyak emas sebagai persembahan bagi Atisha namun malah tertangkap dan dipenjarakan oleh Garlog Khan, seorang penguasa non-Buddhis dari kerajaan tetangga. Khan tidak ingin Buddha Dharma berkembang di Tibet. Ketika Jangchub Ö mendengar tentang penangkapan pamannya, ia pergi menemui Garlog Khan. Raja yang jahat itu memberi tahu Jangchub Ö:
“Kamu bisa menanggalkan rencanamu untuk membawa pandit tersebut dan menjadi pengawalku, atau kamu bisa membawakanku emas-emas setara berat badan rajamu.”
Sumber: Pabongka Rinpoche, Liberation in the Palm of Your Hand, Wisdom Publications, hal. 41.
Keponakannya yang setia berhasil mengumpulkan emas yang setara dengan berat badan raja tanpa termasuk berat kepalanya. Tapi, Khan tidak senang. Dia memberi tahu Jangchub Ö, “Saya ingin seberat kepala dan juga segalanya.”
Jangchub Ö mengunjungi Raja Yeshe Ö dan menyampaikan permintaan Khan. Raja Yeshe Ö yang baik hati memberi tahu keponakannya bahwa karena Khan tidak puas dengan jumlah besar emas yang telah ditawarkan kepadanya, maka Jangchub Ö tidak perlu menawarkan emas lagi. Raja Yeshe Ö lebih lanjut menjelaskan kepada keponakannya bahwa ia sudah tua dan sisa hidupnya tidak lama.
“Tidak, tolong jangan berikan setitik emas pun kepada Khan yang jahat ini! … Silakan ambil emas yang telah kau kumpulkan dan persembahkan kepada Dipamkara Srijñana. Tolong beritahu beliau tentang kebutuhan Tibet atas bantuannya. Katakan padanya bahwa kebutuhan kami begitu besar sehingga saya telah menyerahkan hidup saya sendiri dengan harapan dia akan datang ke Tibet dan mengajarkan Dharma yang murni!”
Sumber: Kendal Magnussen (ed.), ‘Atisha’s Life Story’, FPMT Education Services, 15 Februari 2009, http://www.lamrim.com/hhdl/atishaslamp.html, (diakses 27 Maret 2018).
Raja Yeshe Ö kemudian meminta keponakannya untuk menyampaikan pesan berikut kepada Atisha:
“Saya menyerahkan hidup saya untuk mengundang anda ke Tibet. Tolong bimbing saya dengan kasih sayang anda. Yang ada dalam benak saya hanyalah anda dapat datang ke Tibet dan menyebarkan ajaran”
Sumber: Lama Zopa Rinpoche, The Life of Atisha, 1976, https://www.lamayeshe.com/article/life-atisha, (diakses 28 Maret 2018).
Setelah menyampaikan pesan ini, Raja Yeshe Ö meninggal di penjara. Tergerak oleh pengorbanan pamannya, Jangchub Ö mengatur misi lain ke India untuk mengundang Atisha ke Tibet. Pada tahun 1037, Nagtso Lotsawa Tsultrim Gyalwa (Nagtso) (1011-1064), seorang bhiksu Tibet, memimpin misi kedua. Saat mereka tiba, Gyatsön Senge, seorang lama Tibet yang telah tinggal di India selama bertahun-tahun, membawa mereka kepada Atisha.
Orang-orang Tibet mempersembahkan mandala yang mengesankan berhiaskan emas sembari menyampaikan niat mereka untuk mengundang Atisha ke Tibet. Mereka memberi tahu Atisha tentang kemerosotan Dharma di Tibet, pengorbanan almarhum raja mereka Yeshe Ö, dan permintaan tulus Raja Jangchub Ö, atas bantuan Atisha.
Atisha tersentuh oleh ketulusan orang-orang Tibet dan pengorbanan Raja Yeshe Ö. Ia akhirnya setuju untuk pergi ke Tibet setelah meminta nasihat dari Arya Tara yang mendorongnya untuk menerima undangan dari Tibet dan memprediksi bahwa dirinya akan menjadi sangat bermanfaat bagi Buddhadharma dan para makhluk hidup dengan melakukannya. Tapi, pertama, Atisha harus mendapat izin dari Ratnakara Shanti, Sthavira (Sesepuh) Vikramashila.
Atisha memberi tahu Sesepuh Vikramashila bahwa ia akan membawa orang-orang Tibet tersebut ke berbagai situs ziarah di Nepal. Sang Sesepuh mengetahui tipu muslihat Atisha tetapi memutuskan untuk memberikan izinnya dengan syarat bahwa Atisha kembali ke India dalam waktu tiga tahun.
Pada tahun 1040, Atisha akhirnya berangkat ke Tibet bersama Nagtso, Gya Lotsawa, dan sekelompok siswa terdekat. Gyatsön Senge jatuh sakit selama perjalanan dan meninggal dunia. Setelah menghabiskan satu tahun di Nepal, Atisha dan teman-temannya melanjutkan perjalanan ke Tibet. Selanjutnya, murid India-nya menyadari bahwa Atisha tidak berencana untuk kembali. Mereka mengeluh bahwa orang Tibet adalah pencuri yang telah mencuri Pembimbing Spiritual mereka!
Pada 1042, Atisha mencapai Tolung, ibu kota kerajaan Purang-Guge, di Ngari sekarang.
Menyebarkan Buddhadharma di Tibet
Setelah mendengar bahwa Atisha telah mencapai perbatasan Tibet, Jangchub Ö mengirim 300 pengendara kuda untuk menyambutnya. Ia pun mengirimkan kuda untuk Atisha agar sisa perjalanannya lebih nyaman. Dikawal oleh para pengendara kuda, kedatangan Atisha menyajikan pemandangan yang sangat inspiratif ketika ia berkendara masuk ke kota, melayang 1,5 kaki di atas kudanya. Banyak orang yang menyaksikan kedatangannya menumbuhkan keyakinan, dan desas-desus tentang kedatangan Buddha kedua di Tibet mulai menyebar bak kobaran api.
Setelah kedatangan Atisha, Jangchub Ö memohon padanya:
“Atisha yang Berwelas Asih … ada kebingungan besar tentang latihan yang benar di Tibet. Jika memang menyenangkanmu, saya memohon anda untuk tidak mengajar tentang topik ajaran yang paling mendalam. Melainkan tolong ajarkan tentang karma, hukum sebab dan akibat. Tolong ajari kami praktik yang paling mudah diikuti, sekaligus menghimpun makna esensial dari semua ajaran Buddha tentang sutra dan tantra.”
Sumber: Kendal Magnussen (ed.), ‘Atisha’s Life Story’, FPMT Education Services, 15 Februari 2009, http://www.lamrim.com/hhdl/atishaslamp.html, (diakses 27 Maret 2018).
Jangchub Ö juga bertanya kepada Atisha tentang laku Dharma yang benar. Atisha sangat senang dengan kebijaksanaan dan ketulusan Jangchub Ö. Menanggapi permintaan Jangchub Ö, Atisha menyusun karyanya, Pelita Jalan Menuju Pencerahan (Bodhipathapradipa).
Teks pendek ini, yang terdiri dari 67 ayat, menjawab semua pertanyaan Jangchub Ö dan mengubah 84.000 ajaran Buddha menjadi panduan yang jelas bagi para praktisi. Atisha menggunakan teks ini sebagai fondasi ajarannya di Ngari dan Tibet Tengah. Ia mengajar dengan cara yang menarik bagi orang Tibet dan kejadian ini menandai mulainya zaman keemasan Dharma di Negeri Salju.
Setelah tiga tahun, Atisha mengirim surat kepada Sesepuh Vikramashila. Ia meminta izin untuk tetap tinggal di Tibet selama sisa hidupnya. Ia juga menyertakan salinan teks Pelita Jalan Menuju Pencerahan dengan surat tersebut, yang dibagikan oleh Sesepuh dengan para guru di Nalanda.
Mereka semua terkesima melihat bagaimana Atisha berhasil menyajikan ajaran Sutra dan Tantra dalam teks yang begitu singkat dan sederhana. Mereka menyadari bahwa Atisha tidak akan menyusun teks berharga ini jika ia tidak pergi ke Tibet. Dengan kesadaran akan hal ini, Sang Sesepuh memberi izin kepada Atisha untuk tetap tinggal di Tibet.
Di Ngari, Atisha bertemu dengan siswa terdekatnya, Dromtön Gyalwa Jugne (Dromtönpa). Sebelum perjalanannya ke Tibet, Arya Tara telah membuat prediksi tentang Dromtönpa:
“Ketika Anda pergi ke Tibet, seorang umat awam akan datang untuk menerima instruksi darimu, dan siswa ini akan membuat Dharma berkembang jauh dan luas.”
Sumber: Geshe Kelsang Gyatso, Joyful Path of Good Fortune, Tharpa Publications, 2012, hal. 14.
Atisha mentransmisikan ajaran Tahapan Jalan Menuju Pencerahan (Lamrim) ke Dromtönpa dan Mantra Rahasia kepada murid-muridnya yang lain. Ketika Dromtönpa bertanya mengapa ia satu-satunya murid yang menerima instruksi tentang Lamrim, Atisha menjawab bahwa itu karena hanya Dromtönpa yang layak menerima ajaran.
Atisha juga menjadi semakin dekat dengan Nagtso. Setelah tinggal di Tolung selama tiga tahun, Atisha pergi ke kampung Nagtso di Mangyul dan tinggal di sana selama satu tahun. Kemudian, ia pergi ke Tsang dan U di mana ia menerima dan menerima undangan untuk memberikan ajaran di biara sana.
Pada 1047 M, Atisha mengunjungi Biara Samye yang dibangun oleh Raja Songtsen Gampo pada abad ke-8. Biara Samye adalah Biara Buddhis Tibetan pertama di Tibet. Atisha juga mengunjungi Tangpoche, Biara Kadampa di Tibet Tengah. Biara ini didirikan pada 1017 M oleh sekelompok bhiksu Vinaya Timur. Dikatakan pula bahwa Atisha terlibat dalam pembangunan kembali Biara Meru Nyingpa di Lhasa.
Atisha menghabiskan lima tahun lagi di Nyetang, lembah Kyichu selatan di Lhasa. Ketika akhirnya wafat pada 1054 M, Atisha telah menghabiskan 17 tahun sisa hidupnya di Tibet.
Warisan Atisha
Setelah Atisha wafat, siswa utamanya, Dromtönpa, mendirikan Biara Reting dan memprakarsai tradisi Buddha Kadam.
Dromtönpa memberikan ajaran Lamrim secara ekstensif di Tibet. Ajaran berharga ini diturunkan ke banyak generasi selanjutnya.
Salah satu penerimanya adalah Lama Tsongkhapa, pendiri aliran Gelug. Teks Lamrim ekstensif yang masih banyak digunakan hingga saat ini disusun oleh Lama Tsongkhapa sesuai dengan konten dan struktur tradisi Lamrim Atisha.
Lebih dari 950 tahun setelah kematiannya, kisah hidup Atisha terus menginspirasi banyak orang. Karya besarnya, yaitu Pelita Jalan Menuju Pencerahan, terus dipelajari dan digunakan sebagai referensi oleh para praktisi Buddhis di era modern.
VIDEO: Atisha di Tibet Bagian I
Or view the video on the server at:
https://video.tsemtulku.com/videos/AtishaInTibetPart1-1.mp4
VIDEO: Atisha di Tibet Bagian II
Or view the video on the server at:
https://video.tsemtulku.com/videos/AtishaInTibetPart2.mp4
Karya Tulis Pilihan Terkait Atisha
- Nasihat dari Hati Atisha
- Pelita Jalan Menuju Pencerahan
- Namdak Tsuknor
- Untaian Bunga Permata
- Untaian Permata
- Intisari Kekayaan
- 7 Poin Transformasi Batin
- Bait-bait Pokok
- Serbaneka Nasihat
- Persembahan Cahaya
- Buku & Video
- Galeri
Nasihat dari Hati Atisha
Ketika Yang Mulia Atisha datang ke Tibet, ia pertama kali pergi ke Ngari, di mana ia tinggal selama dua tahun memberikan banyak ajaran kepada murid-murid Jangchub Ö. Setelah dua tahun berlalu, ia memutuskan untuk kembali ke India dan Jangchub Ö memohonnya untuk memberikan satu ajaran terakhir sebelum dirinya berangkat. Atisha menjawab bahwa ia telah memberi mereka semua nasihat yang mereka butuhkan, tetapi Jangchub Ö bersikukuh dalam permohonannya sehingga Atisha menerima dan memberikan nasihat berikut.
Betapa indahnya!
Para sahabat, karena kalian sudah memiliki pengetahuan yang luas dan pemahaman yang jelas, sedangkan saya seorang yang tidak penting dan kurang bijak, tidak pantas bagi kalian untuk meminta nasihat dari saya. Namun, karena kalian para sahabat terkasih, yang benar-benar saya hargai dari lubuk hatiku, telah memintaku, maka saya akan memberi kalian nasihat penting ini dari pemikiran saya yang rendah dan kekanak-kanakan.
Teman-teman, sampai kalian merealisasi Pencerahan, Guru Spiritual sangat diperlukan, oleh karena itu andalkan Pembimbing Spiritual yang luhur.
Sampai kalian menyadari kebenaran yang hakiki, mendengarkan itu sangat diperlukan, oleh karena itu dengarkan instruksi dari Pembimbing Spiritual.
Karena kalian tidak bisa menjadi Buddha hanya dengan mengetahui Dharma, berlatihlah sungguh-sungguh dengan pemahaman.
Hindari tempat-tempat yang mengganggu batinmu, dan tetaplah berada di tempat yang meningkatkan kebajikanmu.
Sampai diri kalian mencapai kesadaran yang stabil, hiburan duniawi adalah berbahaya, oleh karena itu tinggallah di tempat di mana tidak ada gangguan seperti itu.
Hindari teman yang menyebabkanmu mengembangkan delusi khayal, dan andalkan mereka yang meningkatkan kebajikanmu. Ini harus kalian perhatikan.
Karena aktivitas duniawi tidak pernah berakhir, batasi aktivitas-aktivitasmu.
Dedikasikan kebajikanmu sepanjang hari dan malam, dan selalu jaga batinmu.
Karena kalian telah menerima nasihat, kapanpun kalian tidak sedang bermeditasi maka latihlah selalu sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Pembimbing Spiritualmu.
Jika kalian berlatih dengan pengabdian yang besar, hasilnya akan segera muncul, tanpa kalian harus menunggu lama.
Jika dari hati kalian berlatih sesuai dengan Dharma, baik makanan maupun sumber daya akan datang dengan sendirinya.
Para sahabat, hal-hal yang kalian inginkan tidak lebih memuaskan daripada minum air laut, oleh karena itu praktikkan kepuasan.
Hindari semua batin yang angkuh, congkak, sombong, dan arogan, dan tetaplah damai dan tenang.
Hindari aktivitas yang dikatakan baik, namun justru menjadi penghalang Dharma.
Untung dan hormat adalah jerat Mara, jadi singkirkan mereka seperti batu-batuan kerikil di jalan setapak.
Kata-kata pujian dan ketenaran hanya akan memperdaya kita, oleh karena itu hembuskan kata-kata itu seperti kalian akan membuang ingus.
Karena kebahagiaan, kesenangan, dan teman-teman yang kalian kumpulkan dalam hidup ini hanya berlangsung sesaat, letakkan mereka semua di belakangmu.
Karena kehidupan masa depan berlangsung untuk waktu yang sangat lama, kumpulkan kekayaan untuk menafkahi masa depan.
Pada akhirnya kalian harus meninggalkan semuanya, jadi jangan terikat pada apapun.
Bangkitkan kasih sayang untuk makhluk rendah, dan terutama hindari meremehkan atau merendahkan mereka.
Tidak membenci musuh, dan tidak memiliki keterikatan pada sahabat.
Jangan iri pada kualitas baik orang lain, tetapi oleh karena kagum, adopsi kualitas itu pada dirimu sendiri.
Jangan mencari kesalahan pada orang lain, tetapi cari kesalahan dalam dirimu, dan bersihkan mereka seperti darah kotor.
Jangan merenungkan kualitas baikmu sendiri, tetapi renungkan kualitas baik orang lain, dan hormati semua orang seperti seorang hamba.
Lihatlah semua makhluk hidup sebagai ayah atau ibumu, dan cintai mereka seolah-olah dirimu adalah anak mereka.
Selalu pertahankan wajah yang tersenyum dan pikiran yang penuh kasih, dan berbicara dengan jujur tanpa niat jahat.
Jika kalian berbicara terlalu banyak dengan sedikit makna, kalian akan membuat kesalahan, oleh karena itu berbicaralah dalam jumlah sedang, hanya jika perlu.
Jika kalian terlibat dalam banyak aktivitas yang tidak berarti, aktivitas bajik kalian akan merosot, oleh karena itu hentikan aktivitas yang tidak spiritual.
Tidak ada artinya sama sekali melakukan upaya pada kegiatan yang tidak memiliki esensi.
Jika hal-hal yang kalian inginkan tidak datang itu adalah karena karma yang telah lama terbuat, oleh karena itu jagalah batin yang bahagia dan santai.
Waspadalah, menyinggung makhluk luhur lebih buruk daripada mati, oleh karena itu jujur dan terus teranglah.
Karena semua kebahagiaan dan penderitaan dalam hidup ini muncul dari perilaku sebelumnya, jangan menyalahkan orang lain.
Segala kebahagiaan datang dari berkah Pembimbing Spiritualmu, oleh karena itu selalu balaslah kebaikannya.
Karena kalian tidak dapat menjinakkan pikiran orang lain sebelum menjinakkan batinmu sendiri, mulailah dengan menjinakkan batinmu sendiri.
Karena kalian pasti harus pergi tanpa kekayaan yang telah kalian kumpulkan, jangan mengumpulkan hal-hal negatif demi kekayaan.
Kenikmatan yang mengganggu tidak memiliki esensi, oleh karena itu praktikkan memberi dengan tulus.
Jagalah selalu disiplin moral yang murni karena mengarahkan pada keindahan dalam kehidupan ini dan kebahagiaan setelahnya.
Karena kebencian merajalela di masa-masa yang tidak murni ini, kenakan perlengkapan senjata kesabaran, bebas dari amarah.
Kalian tetap berada dalam samsara melalui kekuatan kemalasan, oleh karena itu nyalakan upaya penerapan yang berkobar-kobar.
Karena kehidupan manusia ini disia-siakan dengan memanjakan diri dalam gangguan, sekaranglah waktunya untuk melatih konsentrasi.
Berada di bawah pengaruh pandangan salah maka kalian tidak menyadari sifat dasar dari segala sesuatu, oleh karena itu selidikilah makna yang benar.
Para sahabat, tidak ada kebahagiaan di rawa samsara ini, jadi pindahlah ke tanah pembebasan yang kokoh.
Bermeditasi sesuai dengan nasihat dari Pembimbing Spiritualmu dan keringkan sungai penderitaan samsara.
Kalian harus mempertimbangkan ini dengan baik karena ini bukan hanya ucapan dari mulut, tetapi nasihat yang tulus dari hati.
Jika kalian berlatih seperti ini, kalian akan menyenangkanku, dan kalian akan membawa kebahagiaan bagi dirimu sendiri dan orang lain.
Saya yang bodoh meminta Anda untuk mengingat nasihat ini.
Catatan: Ini adalah nasihat yang diberikan oleh Yang Mulia Atisha kepada Yang Mulia Jangchub Ö.
Sumber: Atisha Dipamkara, ‘Advice from Atisha’s Heart’, Tsem Tulku Rinpoche, http://resources.tsemtulku.com/prayers/general-prayers/advice-from-atishas-heart.html, (diakses 20 April 2018).
Pergi ke Pelita Jalan Menuju Pencerahan
Pelita Jalan Menuju Pencerahan
Hormatku kepada Bodhisattva Manjushri, yang muda lestari!
1. Penghormatanku yang amat sangat pada para Jina di masa lalu, sekarang dan yang akan datang, pada Ajaran dan Komunitas mereka. Saya akan menyalakan Pelita Jalan Menuju Pencerahan, atas permintaan murid baik saya, Byang-chub-‘od.
[Tiga tingkat motivasi]
2. Dalam kasus apakah inferior, sedang ataupun superior, semua orang harus dipahami sebagai tiga [kategori]: Karakteristik masing-masing sangat jelas, dan saya akan menjelaskan bagaimana mereka berbeda satu sama lain.
3. Seseorang, yang dengan segala caranya berusaha menemukan atau mencari kesenangan samsara, dan hanya peduli akan dirinya sendiri, orang tersebut dikenal sebagai orang yang Inferior.
4. Seseorang yang mengesampingkan kesenangan hidup dan menjauhkan dirinya dari perbuatan buruk, namun hanya memperdulikan kedamaiannya sendiri, orang tersebut sepantasnya disebut bermotivasi Menengah.
5. Seseorang yang sepenuhnya berupaya mengakhiri seluruh penderitaan orang lain karena penderitaan mereka adalah bagian dari arus [kesadaran]-nya sendiri, orang tersebut adalah Superior.
[Pengajaran berikut adalah untuk mereka yang memiliki “Motivasi Superior”]
6. Bagi para makhluk murni yang keinginannya adalah Pencerahan Tertinggi, saya akan menjelaskan cara-cara tepat yang diajarkan oleh Guruku.
7. Menghadap pada lukisan Buddha Yang Sempurna, atau di depan relik suci – kuil dan sejenisnya, haturkan puja dengan bunga dan dupa serta benda apa pun yang mungkin ada di tangan.
8. Kemudian dengan Doa Tujuh Bagian yang diungkapkan dalam aktivitas-aktivitas Samantabhadra, dan dengan batin yang tidak berpaling sampai Intisari Pencerahan terealisasi.
9. Dengan keyakinan yang luar biasa pada Triratna, sembari terlebih dahulu bersimpuh lutut di atas tanah, dan mengatupkan tangan, mengambil Trisarana. Buddham Saranam Gacchami, Dharmam Saranam Gacchami, Sangham Saranam Gacchami!
10. Kemudian, karena Batin Welas Asih bagi semua makhluk adalah prasyarat, ketika seseorang memandang ke seluruh dunia, yang menderita dalam kematian, perpindahan, dan kelahiran kembali di tiga alam rendah:
[Membangkitkan Bodhicitta]
11. Ketika melihat suatu penderitaan, ia turut menderita, dan ia yang berharap untuk membebaskan dunia dari penyebab penderitaan tersebut, maka sepantasnya membangkitkan Bodhicitta dengan ikrar yang tanpa berpaling.
12. Setiap kualitas yang diperoleh dari keteguhan membangkitkan Bodhicitta tersebut telah dijelaskan dengan baik oleh Maitreya dalam sutra-nya, ‘Susunan Tangkai.’
13. Bacalah sutra tersebut atau dengarkan dari seorang Guru, dan ketika manfaat kebaikan yang tak terbatas dari Batin yang Cerah Sempurna nampak, maka untuk alasan tersebut kalian hendaklah membangkitkan Bodhicitta lagi dan lagi.
14. Kelebihan dari hal ini ditunjukkan dengan sangat baik dalam sutra yang disebut Pertanyaan-pertanyaan Viradatta; dan untuk menyampaikan intisarinya saya mengutip tiga ayatnya di sini:
15. ‘Jika ada suatu wujud yang dapat diperoleh dengan pahala kebajikan penuh dari Batin bodhicitta, maka akan melampaui bahkan sebuah wujud yang memenuhi seluruh ruang semesta.’
16. ‘Atau ambillah seseorang yang memiliki permata-permata, dan dengannya mengisi setiap Buddha-ksetra – yang lebih banyak dari butiran pasir Gangga – kemudian mempersembahkan semua ini kepada Sang Bhagavā;’
17. ‘Orang lain yang hanya beranjali, dan mengarahkan batinnya bagi Pencerahan. Puja yang terakhir ini jauh lebih luhur, karena di dalamnya tidak ditemukan batasan.’
18. Ketika kalian mengalami pikiran-pikiran yang beraspirasi menuju Pencerahan, maka dengan seluruh daya upaya berjuanglah untuk mengembangkan pikiran-pikiran tersebut sepenuhnya; dan untuk mengingat tekadmu dari kelahiran lampaumu yang lain, amati sepenuhnya Pelatihan yang saya jelaskan kepada kalian.
[Mengambil Sumpah Ikrar]
19. Tekad yang benar tidak akan dapat dilanjutkan tanpa mengembangkan ikrar dalam batin; oleh karena itu ia yang mencari cara untuk mengembangkan ikrarnya dalam Pencerahan Sempurna, dengan sungguh-sungguh mengambilnya.
20. Hanya ia yang memiliki ikrar yang langgeng di salah satu dari tujuh tingkatan Pratimoksa dapat cocok untuk mengambil Ikrar Bodhisattva, tidak ada cara lain untuk itu.
21. Sang Tathagata telah berkata bahwa dari tujuh tingkatan Pratimoksa, Kehidupan Selibat yang Murni adalah yang tertinggi; yang beliau maksud adalah sumpah seorang Bhiksu.
22. Menurut ritual yang diberikan dalam Bab Moralitas Sila dari ‘Sutra Bodhisattva-bhumi,’ seseorang mengambil sumpah ikrar dari Guru yang bajik serta memiliki karakteristik yang tepat!
23. Orang yang terpelajar dalam ritus ikrar, dan dirinya sendiri menjalankan sumpah ikrar yang telah diambilnya, dan memiliki kesabaran penuh kasih dalam menyampaikannya – kenali beliau sebagai Guru yang bajik.
24. Tetapi jika, setelah mencoba, seseorang tidak dapat menemukan Guru seperti ini, saya akan menjelaskan ritus lain untuk mengambil sumpah ikrar dengan cara yang benar.
25. Dengan cara yang terakhir ini, Manjushri di kehidupan sebelumnya sebagai Ambaraja melahirkan Batin Bodhicitta; dan seperti yang diceritakan dalam sutra yang dinamakan ‘Ornamen Buddha-ksetra Manjushri ‘, saya menuliskannya dengan jelas di sini sekarang:
[Metode untuk mengambil Sumpah Ikrar Bodhisattva secara Mandiri]
26. ‘Di hadapan para Bhagavā, aku membangkitkan Batin Bodhicitta dan dengan mengajak semua makhluk, aku akan menyelamatkan mereka semua dari siklus kelahiran kembali.’
27. ‘Mulai dari saat ini dan seterusnya, sampai ketika aku memperoleh Pencerahan Tertinggi, aku tidak akan membiarkan niat buruk atau kemarahan, keserakahan atau iri hati, memenuhi batin saya.’
28. ‘Aku akan mempraktikkan Kehidupan Murni, dan meninggalkan keburukan serta hasrat yang mendasar; Aku akan meneladani Sang Buddha dengan bersukacita dalam sumpah Perilaku.’
29. ‘Untuk diriku sendiri, aku tidak ingin mencapai Pencerahan dengan cara yang cepat; Aku akan tetap berdiam sampai ujung akhir demi satu makhluk lagi.’
30. ‘Aku akan memurnikan seluruh tanah dari alam semesta yang tak terbayangkan dan tak terhitung banyaknya, maka dari penggunaan nama [baru] ini, [selanjutnya] aku akan tinggal di sepuluh penjuru.’
31. Memurnikan aktivitas tubuh dan ucapanku sepenuhnya, saya akan memurnikan aktivitas batinku juga; Tidak ada perbuatan tidak bajik yang akan menjadi milikku.’
[Tiga Latihan Trisiksa yang Lebih Tinggi]
32. Intinya, kemurnian tubuh, ucapan dan pikiran berarti menjaga sumpah ikrar dalam batin demi kemajuan; karena dengan mempraktikkan dengan baik Pelatihan Laku Trisiksa, maka apresiasi bagi Laku Trisiksa yang sama menjadi lebih besar.
[Moralitas – Adhisila]
33. Oleh karena itu, ketika seseorang telah berupaya dengan sumpah ikrarnya, sehingga mengerahkan Ikrar Bodhisattva Sila yang murni dan tanpa cacat, ia akan membawa kesempurnaan yang utuh ini sebagai Instrumen dari Pencerahan Sempurna.
[Pengetahuan Adiduniawi – Adhicitta]
34. Semua Buddha berpendapat bahwa dengan menyempurnakan Instrumen ini, yang sifatnya adalah Kebajikan dan Pengetahuan, pada dasarnya terletak pada Pengetahuan Adiduniawi.
35. Sama seperti burung tanpa kepakan sayap tidak dapat terbang ke langit, demikian juga tanpa daya dari pengetahuan adiduniawi, seseorang tidak bisa berkarya demi kebaikan orang lain.
36. Pahala kebajikan yang diperoleh individu dengan pengetahuan adiduniawi dalam satu hari tidak dapat diperoleh dalam seratus kehidupan oleh orang yang tidak memiliki pengetahuan tersebut.
37. Ia yang berusaha untuk segera menyempurnakan Instrumen bagi Pencerahan Sempurna, berusaha keras untuk pengetahuan adiduniawi, karena mereka tidak dapat dicapai oleh kemalasan.
[Konsentrasi – Samadhisiksa]
38. Selama Ketenangan tidak tercapai, pengetahuan adiduniawi tidak akan muncul; oleh karena itu, untuk mencapai Ketenangan, seseorang harus konsisten berjuang terus menerus.
39. Seseorang, yang mengabaikan faktor-faktor ketenangan yang hening, meskipun ia berusaha untuk bermeditasi selama ribuan tahun, tidak akan pernah memperoleh ketenangan yang hening.
40. Oleh karena itu, ketika sudah mapan dalam faktor-faktor ketenangan hening yang dinyatakan dalam ‘Bab tentang Instrumen Konsentrasi,’ seseorang kemudian dapat menetapkan batinnya dalam kebajikan, tertuju pada Topik apa pun yang dia pilih.
[Wawasan Kebijaksanaan – Adhiprajna]
41. Ketika ketenangan yoga tercapai, maka begitu pula pengetahuan adiduniawi; tetapi keburaman tidak akan hancur tanpa Kesempurnaan Wawasan Kebijaksanaan.
[Kita membutuhkan keduanya, metode dan kebijaksanaan, untuk menjauh dari dua ekstrim]
42. Oleh karena itu, untuk melenyapkan semua keburaman dari penderitaan dan pengetahuannya, yogi harus terus mengembangkan kesempurnaan Wawasan Kebijaksanaan bersama dengan Metode.
43. Kitab mengatakan bahwa ikatan kemelekatan berasal dari Wawasan Kebijaksanaan yang terpisah dari Metode, dan Metode dari Wawasan Kebijaksanaan juga. Karena itu, jangan abaikan penyatuan keduanya ini.
44. Untuk melenyapkan keraguan tentang apakah itu Wawasan Kebijaksanaan dan apakah itu Metode, saya menjelaskan perbedaan antara Metode dan Wawasan Kebijaksanaan.
[Metode adalah Lima Paramita pertama]
45. Para Jina telah menjelaskan bahwa Metode adalah seluruh dari instrumen kebajikan, dimulai dari Paramita Memberi, hingga, tetapi tidak termasuk, Wawasan.
46. Seseorang yang menggabungkan penguasaan Metode dengan kultivasi Wawasan Kebijasanaan yang sejati akan dengan cepat mencapai Pencerahan, tetapi tidak dengan hanya mengembangkan Nir-Diri.
[Kebijaksanaan menyadari bahwa segala sesuatu kosong dari keberadaan yang berdiri sendiri; tidak ada, bukan tidak ada, tidak keduanya, juga bukan tidak keduanya]
47. ‘Wawasan’ sepenuhnya dijelaskan dengan mengenali Kekosongan dari hakikat intrinsik lewat pemahaman akan agregat skandha-skandha dan landasan-landasan indra serta unsur-unsur bhuta tidak lagi terbit.
48. Kemunculan dari sesuatu yang eksis tidak mungkin; kemunculan dari sesuatu yang tidak eksis seperti bunga bunga di angkasa; karena untuk sesuatu menjadi keduanya adalah kekeliruan yang absurd; jadi mereka tidak muncul bersama-sama.
49. Karena suatu entitas tidak muncul dari dirinya sendiri, dan bukan dari yang lain, atau bahkan dari keduanya, juga bukan tanpa sebab; oleh karena itu ia tidak memiliki hakikat intrinsik berdasarkan keberadaannya sendiri.
[Pertama, sanggahan konseptual dari keberadaan yang inheren melalui berbagai penalaran terampil yang telah disesuaikan; yang semuanya bermuara pada ketergantungan segala sesuatu pada penilaian konseptual dan ekspektasinya (atau secara lebih umum pada asosiasi yang primitif – ini dan itu – terbentuknya dan terkondisinya karma)]
50. Lebih jauh, jika seseorang menganalisis segala sesuatu sebagai identitas atau multiplisitas, keberadaan-diri tidak lagi terasa; oleh karena itu seseorang dapat yakin bahwa hakikat intrinsik itu tidak ada.
51. Penalaran ‘Tujuh Puluh Bait tentang Sunyata,’ dan teks seperti “Bait-bait Mendasar tentang Jalan Tengah,” menjelaskan bukti bahwa semua entitas itu kosong dari sifat intrinsik.
52. Karenanya, jangan sampai teks saya menjadi terlalu panjang, saya tidak menguraikannya di sini, tetapi hanya akan menjelaskan prinsip-prinsip yang terbukti untuk perenungan lebih lanjut.
53. Jadi, untuk bebas dari mencerap sifat intrinsik dari segala fenomena apa pun, untuk itu renungkanlah Nir-Diri; yang sama seperti merenungkan dengan Wawasan.
[Kedua, Realisasi langsung dari Sunyata]
54. Dan Wawasan ini, yang tidak melihat adanya sifat intrinsik dalam fenomena apapun, adalah Wawasan yang sama yang dijelaskan sebagai Kebijaksanaan. Kembangkan tanpa pemikiran konseptual.
[Akar penyebab seluruh samsara adalah melekati kebenaran konvensional (yang sebagian besar bersifat konseptual) dan menganggapnya sebagai absolut, merepresentasikan bahwa objek-objek secara inheren itu ada (terlepas dari penilaian / asosiasi oleh pikiran kita)]
55. Dunia perubahan atau ketidak kekalan muncul dari pemikiran konseptual, yang pada hakikatnya; pelenyapan menyeluruh dari Pikiran tersebut adalah Nirwana Tertinggi.
[Pencerahan adalah melihat melalui proses ini, melihat hakikat sejati dari pikiran kita sendiri, bagaimana pikiran itu bekerja menciptakan asosiasi, konsep, dan berpikir itu nyata; senantiasalah sadar akan hal ini, tidak menerima apa pun sebagai mutlak, tanpa menolak apa pun.]
56. Selain itu, Yang Terberkahi menyatakan: ‘Pemikiran konseptual adalah ketidaktahuan yang besar, dan melemparkan seseorang ke dalam samudra Samsara; sebaliknya sejernih angkasa adalah bagi mereka yang kontemplasinya berdiam dalam Konsentrasi Bebas Konsep.’
57. Dan beliau juga berkata dalam Formula Kemajuan Bebas Konsep: ‘Ketika seorang putra Jina merenungkan Ajaran Luhur ini tanpa pemikiran konseptual, ia secara bertahap mencapai pembebasan dari konseptualisasi.’
58. Ketika melalui kitab suci dan akal budi seseorang telah menembus hakikat non-intrinsik dari segala fenomena yang tidak muncul, maka dari itu praktikkan kontemplasi yang bebas dari pemikiran konseptual.
59. Dan ketika ia telah merenungkan Sebagaimana Sesuatu Adanya dan secara bertahap telah mencapai ‘Kehangatan’ dan selanjutnya, maka ia akan mencapai [Bhumi] “Sukacita” dan seterusnya: Pencerahan Samyaksambuddha tidak jauh lagi.
[Tantrayana]
60. Melalui ritus ‘Perdamaian’ dan ‘Peningkatan’ dan selanjutnya, dipengaruhi oleh daya Mantra, dan juga oleh daya Delapan Kekuatan Besar, dimulai dengan aktualisasi vas, dan sebagainya,
61. Telah ditegaskan bahwa Instrumen bagi Pencerahan telah disempurnakan dengan mudah, dan jika seseorang ingin mempraktikkan Mantra seperti yang ditentukan dalam Tantra: Tindakan, Latihan, dan seterusnya,
62. Kemudian, untuk mendapatkan Inisiasi-Pembimbing, pertama-tama seseorang harus memenangkan seorang Guru luhur memberikan kehadiran dirimu dan hal-hal yang berharga serta ketaatan pada kata-katanya.
63. Dan ketika Inisiasi-Pembimbing telah diberikan oleh Guru yang telah dimenangkan, maka seseorang dimurnikan dari semua karma buruk, dan menjadi layak untuk menjalankan berbagai daya kekuatan [Mantra].
64. Inisiasi Rahasia dan Wawasan tidak boleh diambil oleh para rohaniwan yang selibat, karena dengan dengan tegas dilarang dalam ‘Tantra Agung dari Buddha Primordial.’
65. Jika Inisiasi tersebut diambil oleh seseorang yang berada dalam pertapaan atau rohaniwan yang selibat, hal tersebut akan melanggar ikrar selibatnya karena ia akan mempraktikkan apa yang terlarang.
66. Pelanggaran yang terjadi akan menggulingkan mereka yang menjalankan komitmen spiritual; dan karena kejatuhannya yang pasti ke alam kelahiran yang rendah, ia bahkan tidak akan berhasil [dalam laku mantra].
67. Setelah memperoleh Inisiasi-Pembimbing, ia dapat mendengarkan semua Tantra dan menjelaskannya, melakukan Persembahan Api, Persembahan Hadiah, dan sejenisnya: tidak ada yang keliru dalam kebijaksanaannya akan realita.
[Kesimpulan]
68. Saya, Sthavira Dipamkarasri, setelah melihat penjelasan ini dalam teks-teks seperti sutra; dan permintaan Byang-chub-‘od telah menjelaskan secara ringkas Jalan Menuju Pencerahan.
[Tanda penerbit]
Telah rampung Pelita Jalan Menuju Pencerahan
Disusun oleh Acarya agung, Yang Mulia Dipamkarajnana – Atisha
Diterjemahkan dan diedit oleh Sang Guru besar India sendiri,
dan oleh penerjemah dan perevisi DGE-Ba’i blo-gros. Teks ini disusun di kuil Tho -ling di Zhang-zhung.
Sumber: Atisha Dipamkara, ‘Teachings by Atisha’, TSEMRINPOCHE.COM, https://www.tsemrinpoche.com/tsem-tulku-rinpoche/prayers-and-sadhanas/teachings-by-atisha.html, (diakses 20 April 2018).
Nasihat untuk Namdak Tsuknor
Ini diberikan sebagai ajaran Dharma umum kepada Namdak Tsuknor ketika Atisha, juru selamat semua makhluk, sedang bersiap untuk memulai perjalanannya ke Tibet. Silsilah [ajaran] ini adalah sebagai berikut: Dari guru Atisha sampai kepala biara Maton, silsilahnya sama seperti sebelumnya dan [melalui] dirinya ke Joden Lungshopa: berlanjut ke Kirtisila; lalu ke Choje Gyalwa Sangpojhe hingga ke Choje Sonam Rinchen, dan akhirnya ke ke Choje Shonu Gyalchok.
Meskipun angkasa objek-objek yang dapat dikenali tidak dapat diukur,
Anda merangkulnya dalam dua hal: kekosongan yang tiada batas dan welas asih-
Untuk-Mu, O guru-guruku, Dipamkara Shrijñana dan lainnya,
Saya menghaturkan penghormatan dengan tiga gerbangku dan dengan hati yang dipenuhi dengan pengabdian.
Saat juru selamat para makhluk pergi ke Tibet,
Beliau menganugerahiku permata paling berharga ini:
Angkasa ini tanpa sebab dan kondisi, anakku;
Siapa yang akan memahami bahwa suatu hal [memiliki penyebab] dan siapa yang tidak?
Ketahuilah bahwa ini juga berlaku untuk semua fenomena, anakku,
Karena ada banyak jebakan jika engkau gagal.
Tetaplah jaga keseimbangan dalam ruang ini seperti halnya alam, anakku.
Ketika pelangi menyebar di langit,
Mereka tampak begitu nyata dan indah, anakku.
Namun tidak ada yang mengamati sebab dan kondisi mereka.
Pelangi hanyalah kemunculan yang saling bergantung, o putraku yang terpelajar.
Pelangi muncul di angkasa, dan mereka pun juga menghilang di sana.
Tidak ada yang mengamati sebab dan kondisi untuk ini.
Pelangi ini hanyalah kemunculan yang saling bergantung, o putraku yang terpelajar.
Jika engkau menyelidiki dengan baik, pelangi itu seperti angkasa itu sendiri.
Apakah ada keterpisahan atau perpecahan, anakku yang terpelajar?
Dalam keberadaan fenomena yang kosong secara primordial,
Mendenyutkan welas asih tak terperikan demi menjangkau para makhluk.
Saat welas asih terbit, ia melakukannya dari jangkauan yang terluhur,
Dan saat lenyap, ia melakukannya juga di dari jangkauan yang terluhur, anakku.
Semua fenomena samsara dan nirwana hanyalah batinmu sendiri;
Tidak ada yang mengamati penyebab dan kondisi ini.
Saat diselidiki dan dianalisis, mereka seperti pelangi di langit.
Maka bak angkasa dan pelangi di atas
Seperti itu dirimu harus memahami kekosongan dan kasih sayang, anakku.
Dari jerunya samudera yang dalam dan luas,
Naiklah ombak yang tinggi dan perkasa.
Ketika gelombang muncul, mereka terjadi di lautan itu sendiri,
Dan ketika gelombang mereda, mereka terjadi di lautan itu sendiri, anakku.
Antara gelombang yang menggulung-gulung dan samudra yang luas,
Tidak ada keterpisahan atau perpecahan yang dapat diamati.
Demikian pula dari kemunculan bersama secara spontan dari kekosongan,
timbullah welas asih yang menyentuh semua makhluk dan menggerakkan hati mereka.
Saat welas asih muncul, ia melakukannya dari kekosongan yang tiada batas,
Dan saat lenyap, ia melakukannya dalam kekosongan yang tiada batas juga, anakku.
Di permukaan cermin yang bebas noda
Beragam bentuk tampak sangat beraneka.
Apakah berasal dari cermin atau dari benda luar?
Apakah mereka datang dari tempat lain atau tanpa sebab sama sekali?
Saat diperiksa, mereka tidak bisa ditempatkan; mereka hanya kemunculan yang saling bergantung.
Antara wajah yang tidak pernah ada dan pantulannya,
Tidak ada yang mengamati pemisahan atau pembagian apa pun.
Begitu juga dengan kekosongan yang menyerupai cermin.
Bentuk-bentuk terlihat nampak, meskipun sebelumnya tidak pernah nyata.
Begitu pulalah engkau mesti berhubungan dengan kekosongan yang tiada batas dan kasih sayang, anakku.
Di permukaan air yang jernih dan tidak terganggu,
Seseorang mungkin mengalami, seperti melihat dualitas,
Ilusi pantulan bulan yang seperti kristal;
Tidak ada yang mengamati bahwa dualitas seperti itu ada.
Dari kekosongan tiada batas yang menyerupai angkasa yang cerah
Timbul welas asih yang tak terperikan terhadap semua makhluk hidup.
Saat welas asih tumbuh, ia melakukannya dari dalam kekosongan;
Dan ketika welas asih berhenti, ia melakukannya dalam kekosongan, anakku.
Dari tubuh tebing berbatu yang menjulang,
Gema bergema berturut-turut;
Pemisahan apa yang ada antara gema dan tebing?
Meskipun bergema, siapa yang akan memahami mereka ada atau tidak ada?
Demikian juga dari kekosongan murni primordial
Bergemalah suara welas asih yang kuat demi semua makhluk.
Renungkanlah kekosongan yang tiada batas dan kasih sayang, anakku.
Di permukaan matahari yang berkilau dan tanpa cela,
muncul cahaya yang benar-benar bermanfaat baik bagi semua makhluk hidup.
Tidak ada yang mengamati matahari terpisah dari cahayanya.
Meskipun kekosongan yang tiada batas dan welas asih mewujud sebagai rupa,
Welas asih juga, hanyalah kekosongan belaka.
Karena tidak ada juru selamat yang pernah mengajarkan tentang welas asih
Yang terpisah dari kekosongan yang tiada batas, o putraku yang terpelajar.
Ah! Dengarkan aku ketika berada dalam kondisi sunyata yang tiada batas.
Makhluk-makhluk dapat melenyapkan penderitaan mereka hanya
karena kekosongan yang tiada batas: sadari ini.
Meskipun ada solusi yang tak terhitung jumlahnya,
Solusi tersebut semata-mata hanyalah kekosongan, jadi terlibatlah dalam meditasinya.
Meskipun apa yang harus dilepaskan dan penawarnya nampak berbeda,
Latihlah keduanya dalam jalur meditasimu dengan cara memurnikan tiga aspek.”
Meskipun banyak orang yang gagal untuk memahami ini
Malah tertarik kepadamu, apa gunanya menghindari mereka?
Pandanglah mereka sebagai kekosongan yang tiada batas dan welas asih; bagaimana mungkin hal ini bisa membingungkan?
Bukankah welas asih itu sendiri kosong, anakku yang terpelajar?
Bukankah kekosongan yang tiada batas muncul sebagai welas asih, o kau yang membeda-bedakan?
Apakah ada perbedaan antara kekosongan yang tiada batas dengan welas asih?
Bahkan ketika kemarahan muncul dalam diriku seperti badai,
aku melihatnya tidak dapat dibedakan dari kekosongan yang tiada batas.
Demikian juga aku melihat begitu banyak konseptualisasi yang seketika itu juga.
Seolah muncul secara pasti dari kekosongan yang tiada batas.
Ketika aku melihat dengan telanjang pada pemikiran konseptual ini,
aku tidak melihat mereka ditetapkan sebagai benar atau salah.
Ketika aku melepaskannya untuk bebas dari dalam kekosongan yang tiada batas,
aku bahkan tidak melihat munculnya konsep-konsep yang belaka.
Jadi aku tidak melihat adanya perbedaan atau pertentangan,
Bahkan seukuran atom, antara kekosongan yang tiada batas dan welas asih.
Apa yang perlu dikatakan tentang ketidak terpisahan keduanya?
Ah! Mulai sekarang, apakah engkau sedang berjalan atau duduk,
Tempat itu persisnya adalah hutan rimba, o putraku yang terpelajar.
Batin yang berdiam di jalan tengah adalah kehadiran yang
sebenarnya dari kekosongan, o putraku yang terpelajar.
Bermeditasi pada welas asih saat berada dalam kondisi ini
Adalah yoga yang tidak dapat terpisahkan, anakku.
Ketika engkau mempraktikkan welas asih dengan pengetahuan seperti itu,
Maka meskipun ketika welas asih bangkit dengan intens, semuanya adalah kekosongan belaka.
Tidak ada meditasi kekosongan yang tidak diresapi oleh welas asih;
Karena praktik welas asih itu sendiri adalah [praktik] kekosongan yang tiada batas.
Mengenai kekosongan yang tiada batas, bahkan mereka yang mencari ketenangan harus mempraktikkannya.
Namun, bagi kendaraan ini, kekosongan yang tiada batas adalah welas asih;
Dan hakikat diri dari welas asih ini adalah kekosongan.
Jadi pahamilah bahwa welas asih adalah hakikat inti.
Meskipun engkau barangkali menguasai banyak disiplin ilmu,
aku mengungkapkan kepadamu akar [praktik] yang hebat yang terdiri dari banyak poin penting
Dari ajaran-ajaranku sebagai nasihat terakhir dari hatiku.
Sekarang aku tidak akan berlama-lama lagi untuk memulai perjalananku ke Tibet.
Semua aktivitas adalah seperti bentukan waktu dan cetakan lilin;
Konstruksi yang disebut kehidupan berfluktuasi seperti (kilatan) petir;
Pertemuan tubuh dan pikiran, juga, menyerupai wisma dan tamunya;
Meskipun mungkin aku dapat kembali ke bagian [negara] ini,
Sudah merupakan hukum alam bahwa pertemuan akan berakhir dengan perpisahan.
Engkau akan benar-benar menjadi anakku jika dirimu memperhatikan instruksi ini.
Engkau akan menikmati kegembiraan abadi jika dirimu mengikuti kata-kata nasihat ini.
Segera aku akan berangkat ke hadapan Maitreya;
Aku akan berangkat ke alam Sukacita untuk menyadari sepenuhnya
Kata-kata dan makna dari Prajnaparamita.
Dari pihakmu juga, engkau harus berdoa untuk menggapai kehadirannya
Untuk berbicara dengannya setelah kehidupan saat ini berakhir.
Semua Buddha dan anak-anak mereka di sepuluh penjuru!
Doakanlah kami di sini hari ini dengan penuh welas asih.
Apapun perbuatan bajik yang telah kami lakukan lewat tiga gerbang kami.
Sepanjang tiga masa, selama kehidupan dalam siklus keberadaan yang berulang ini,
aku mendedikasikannya untuk [pencapaian] pencerahan agung.
Sampai kami menyadari tubuh Buddha dan aktivitas tercerahkan,
Terlepas dari bentuk apa pun yang kita asumsikan dalam kelahiran kita,
Semoga kita menerapkan tiga gerbang kami pada [praktik] sepuluh paramita,
Dan semoga kami menyenangkan guru kami dan meningkatkan aktivitas cerah mereka.
Diekstrak dari: Mind Training The Great Collection – Disusun oleh Shonu Gyalchok (sekitar abad keempat belas-lima belas) dan Konchok Gyaltsen (1388-1469) Diterjemahkan oleh Thupten Jinpa, 2006; The Institute of Tibetan Classics
Untaian Bunga Permata Bodhisattva
Judul Sansekerta: Bodhisattvamanevali / Bodhi-sattva-manyavali
Hormatku pada welas asih agung.
Hormatku pada guru-guru.
Hormatku pada para istadewata.
1. Buanglah semua keraguan yang tersisa,
Dan berusahalah dengan penuh dedikasi dalam latihanmu.
Benar-benar lepaskan kelambanan, kebodohan batin, dan kemalasan,
Dan berupaya senantiasa dengan ketekunan penuh sukacita.
2. Dengan perhatian, kewaspadaan, dan kesadaran,
terus-menerus jagalah pintu gerbang indramu.
Berulang kali, tiga kali siang dan malam,
Periksa arus batinmu.
3. Ungkapkan kekuranganmu sendiri,
Tapi janganlah mencari kesalahan orang lain.
Sembunyikan kualitasmu sendiri,
Tapi tunjukkanlah kualitas orang lain.
4. Tinggalkan harta kekayaan dan para pelayan.
Senantiasa lepaskanlah keuntungan dan ketenaran.
Memiliki keinginan yang sederhana, mudah puas,
dan balaslah budi kebaikan.
5. Pupuklah kasih sayang dan welas asih
Dan stabilkan batin bodhicittamu.
Lepaskan sepuluh tindakan negatif,
Dan selalu perkuat keyakinanmu.
6. Hancurkan kemarahan dan kesombongan,
Dan terberkahilah dengan kerendahan hati.
Melepaskan mata pencaharian yang keliru.
Dan ditopang oleh mata pencaharian yang etis.
7. Tinggalkan harta benda,
hiasi dirimu dengan kekayaan dari para Arya
Hindari semua gangguan sepele,
Dan tinggallah dalam kesunyian hutan belantara.
8. Abaikan kata-kata sembrono;
Jagalah ceramahmu secara konstan.
Ketika engkau melihat guru dan pembimbingmu, dengan
hormat bangkitkan keinginan untuk melayani.
9. Pandanglah para makhluk bijaksana dengan mata Dharma
Dan pandanglah para pemula yang juga berada di jalan,
Kenali mereka sebagai guru spiritualmu.
[Faktanya] ketika engkau melihat makhluk hidup,
Pandanglah mereka sebagai orang tuamu, anakmu, atau cucumu.
10. Meninggalkan pertemanan yang negatif,
Dan mengandalkan sahabat spiritual.
Singkirkan permusuhan dan ketidak nyamanan,
Dan pergilah ke tempat bahagia sukacita berada.
11. Meninggalkan kemelekatan pada segala sesuatu
Dan berdiam dalam kebebasan akan hasrat.
Kemelekatan gagal untuk membawa bahkan ke alam yang lebih tinggi;
Faktanya, kelekatan memberangus kehidupan pembebasan sejati.
12. Ketika engkau menemukan penyebab kebahagiaan,
Maka dalam hal ini tekunlah selalu.
Apa pun tugas yang engkau lakukan pertama kali,
tangani terutama tugas ini dulu.
Dengan cara ini, engkau memastikan keberhasilan kedua tugas tersebut.
Jika tidak, engkau tidak akan menyelesaikan keduanya.
13. Karena engkau tidak menyukai perbuatan negatif,
Ketika pikiran yang mementingkan diri sendiri muncul,
Pada saat itu juga rendahkan rasa banggamu,
Dan ingatlah instruksi gurumu.
14. Ketika pikiran putus asa muncul,
Bangkitkan batinmu.
Dan renungkan kekosongan keduanya.
Saat objek yang menarik atau tidak disukai muncul,
Lihatlah seperti yang kau saksikan dalam ilusi dan penampakan.
15. Ketika engkau mendengar kata-kata yang tidak menyenangkan,
Anggaplah sebagai gema [belaka].
Ketika cedera menimpa tubuhmu,
Anggaplah itu sebagai [buah] perbuatan masa lalu.
16. Tinggal sepenuhnya dalam kesendirian, di luar batas kota.
Seperti bangkai hewan liar,
Sembunyikan dirimu [di hutan]
Dan hidup bebas dari kelekatan.
17. Teguhlah selalu dalam komitmenmu.
Ketika tanda-tanda penundaan dan kemalasan muncul,
Pada saat itu juga kenali kekuranganmu.
Dan ingatlah esensi dari laku [spiritual].
18. Namun, jika engkau bertemu orang lain,
Bicaralah dengan tenang dan jujur.
Jangan meringis atau cemberut,
Namun senantiasa pertahankan senyum.
19. Secara umum ketika engkau bertemu orang lain,
Janganlah kikir dan bergembiralah dalam memberi;
Singkirkan semua pikiran iri hati.
20. Untuk membantu menentramkan batin orang lain,
Tanggalkan semua perselisihan,
Dan terberkahilah dengan kesabaran.
21. Bebaskan dirimu dari sanjungan dan sikap plin plan dalam bersahabat,
tabah dan dapat diandalkan setiap saat.
Jangan meremehkan orang lain,
Tapi selalu hadir dengan sikap hormat.
22. Saat memberi nasihat,
Pertahankan welas asih dan altruisme.
Jangan pernah mencemarkan ajaran.
Apapun latihan yang engkau kagumi,
Dengan aspirasi dan sepuluh laku spiritual,
Berusahalah dengan tekun, baik siang maupun malam.”
23. Apapun kebajikan yang engkau kumpulkan selama tiga masa,
dedikasikan mereka semua kepada pencerahan agung yang tak tertandingi.
Sebarkanlah pahala kebajikanmu kepada semua makhluk,
Dan ucapkan doa aspirasi tiada tara
Dari tujuh bagian setiap saat.
24. Jika engkau melanjutkannya seperti ini, engkau akan dengan cepat menyempurnakan pahala dan kebijaksanaan
Dan melenyapkan dua kekotoran batin.
Karena keberadaan manusiamu akan bermakna,
Engkau akan mencapai pencerahan yang tak tertandingi.
25. Kekayaan keyakinan,
kekayaan moralitas,
kekayaan memberi,
kekayaan pembelajaran,
kekayaan kesadaran,
kekayaan rasa malu,
dan kekayaan wawasan – inilah tujuh kekayaan.
26. Permata yang berharga dan luar biasa ini
adalah tujuh kekayaan yang tiada habisnya.”
Jangan membicarakan ini kepada mereka yang bukan manusia.
Saat bersama yang lain jagalah ucapanmu;
Saat sendirian, jaga batinmu.
Berakhirlah Untaian Bunga Permata Bodhisattva oleh Kepala Biara dari India, Atisha Dipamkara Shrijñana.
Diekstrak dari: Mind Training The Great Collection – Disusun oleh Shonu Gyalchok (sekitar abad keempat belas-lima belas) dan Konchok Gyaltsen (1388-1469) Diterjemahkan oleh Thupten Jinpa, 2006; The Institute of Tibetan Classics
Untaian Permata dari Pejuang yang Cerah
(Byang-chub-sems-dpa’ nor-bu’i phreng-ba)
Karya ini disusun oleh Guru dari India, Dipamkara Shrijnana, Sang Pencerah Agung, Intisari dari Kesadaran Primordial.
Hormatku pada welas asih agung.
Hormatku pada semua guru spiritual.
Hormatku pada para istadewata.
Tanggalkan semua keraguan dan kembangkan
pengerahan tenaga untuk merampungkan latihan.
Abaikan rasa kantuk, kusam, dan malas,
dan selalu berdayakan upaya yang antusias. (yaitu usaha)
Dengan perenungan, kewaspadaan dan eling,
selalu menjaga setiap gerbang indera.
Tiga kali selama siang dan malam, terus-menerus
selidiki arus batinmu. (yaitu menjaga gerbang indera dan pikiran)
Nyatakan kesalahanmu sendiri
dan jangan mencari kesalahan pada orang lain.
Sembunyikan kualitas baikmu sendiri
tetapi nyatakan kualitas baik orang lain. (yaitu menukar diri sendiri dengan orang lain)
Tolak pendapatan dan penghargaan
dan selalu tolak keinginan untuk tenar.
Sedikit menginginkan, puas
dan membalas laku-laku kebaikan. (yaitu kepuasan)
Renungkan cinta kasih dan welas asih
dan stabilkan batin yang cerah (yaitu bodhicitta)
Hindari sepuluh perbuatan tidak bermanfaat (yaitu perbuatan benar)
dan selalu kokohkan keyakinanmu. (yaitu iman)
Taklukkan amarah dan kesombongan
dan miliki batin yang rendah hati. (Yaitu kerendahan hati)
Hindari mata pencaharian yang keliru
dan jalani hidup yang benar (dharma). (yaitu kebenaran)
Tanggalkan semua harta duniawi
dan terhiasilah dengan permata yang unggul.
Tinggalkan semua kesembronoan
dan tinggallah dalam kesendirian. (yaitu kesendirian)
Abaikan semua pembicaraan omong kosong
dan selalu kendalikan ucapanmu. (yaitu ucapan benar)
Saat melihat guru atau pembimbingmu (yaitu berinteraksi dengan orang lain)
lakukan pelayanan dengan hormat.
Terhadap seseorang yang memiliki mata dari ajaran
dan terhadap makhluk hidup yang masih pemula,
kembangkan pemahaman bahwa mereka adalah guru.
Kapanpun engkau melihat makhluk hidup, kembangkan
pemahaman bahwa mereka adalah orang tua dan anak-anak.
Tinggalkan teman yang menyesatkan
dan andalkan sahabat spiritual yang bajik.
Tinggalkan pikiran amarah dan dukacita
dan kemanapun engkau pergi bersukacitalah
Abaikan kemelekatan pada segala sesuatu
dan berdiam bebas dari kemelekatan.
Kemelekatan tidak akan pernah memberimu kelahiran kembali yang bahagia;
malah membunuh kehidupan pembebasan.
Di mana pun engkau melihat praktik (yang mengarah ke) kebahagiaan,
selalu kerahkan upaya di dalamnya.
Apa pun yang engkau mulai lakukan,
selesaikan hal itu terlebih dahulu.
Lakukan semuanya dengan baik dengan cara ini,
jika tidak, tidak akan ada yang tercapai.
Selalu menjauhi kegemaran yang jahat.
Kapanpun pikiran sombong muncul, (yaitu beberapa penawar)
ratakan kesombongan tersebut.
Ingat kembali ajaran gurumu
Ketika pikiran pengecut muncul,
pujilah keluhuran dari batin.
Kapanpun objek ketertarikan atau keengganan muncul,
renungkan kekosongan keduanya;
melihatnya sebagai ilusi dan emanasi.
Saat mendengar kata-kata yang menyinggung,
anggaplah itu sebagai gema.
Ketika tubuhmu disakiti.
anggap ini sebagai tindakanmu sebelumnya. (yaitu hasil karma)
Tinggallah dalam kesendirian, di luar batas kota,
seperti mayat hewan liar.
Jadilah dirimu sendiri, sembunyikan dirimu
dan tinggal tanpa kemelekatan. (yaitu kesendirian)
Selalu stabilkan (kesadaran) istadewatamu dan,
setiap kali kemalasan atau kelesuan muncul,
akui kesalahan ini pada dirimu sendiri
dan bangkitkan penyesalan dari hatimu.
Jika engkau melihat orang lain, (yaitu berinteraksi dengan orang lain)
berbicaralah dengan tenang dan tulus.
Hindari ekspresi murka dan cemberut
dan selalu tetap ceria.
Saat melihat orang lain, teruslah
senang memberi tanpa menjadi kikir.
Buang semua kecemburuan.
Untuk melindungi batin orang lain,
hindari semua konflik
dan senantiasa bersabar.
Jangan menjadi orang yang menyanjung atau berubah-ubah,
tetapi mampulah senantiasa untuk berteguh.
Hindari meremehkan orang lain dan
tetap berlaku hormat.
Saat memberi nasihat kepada orang lain,
miliki welas asih dan batin yang bermanfaat bagi mereka.
Jangan meremehkan ajaran spiritual
dan niatkan pada apa pun yang engkau kagumi.
Melalui gerbang sepuluh laku dharma,
kerahkan usaha sepanjang siang dan malam. (yaitu usaha)
Apapun kebajikan yang dikumpulkan selama tiga waktu,
persembahkan mereka semua bagi pencerahan agung yang tak tertandingi. (yaitu dedikasi)
Bagikan pahala kebajikanmu untuk semua makhluk.
Senantiasa mempersembahkan doa tujuh bagian
dan aspirasi agung demi sang jalan.
Jika engkau bertindak dengan cara ini, dua akumulasi
pahala kebajikan dan kebijaksanaan akan tercapai.
Juga, dengan lenyapnya dua keburaman,
dengan demikian memenuhi tujuan untuk memperoleh rupa manusia,
pencerahan utuh yang tak tertandingi akan tercapai. (yaitu hasil)
Permata keyakinan, permata etika,
permata kemurahan hati, permata pendengaran,
permata pertimbangan,
permata rasa malu dan permata kecerdasan:
inilah tujuh permata tertinggi.
Ketujuh permata ini tidak akan pernah habis.
Jangan katakan ini pada bukan manusia.
Periksalah ucapanmu saat berada di tengah banyak orang.
Periksalah batinmu saat hidup sendiri.
Diterjemahkan dari bahasa Tibet oleh Sherpa Tulku dan Brian Beresford, untuk Wisdom Publications, London.
Sumber: Dipamkara, Atisha, ‘Teachings by Atisha’, TSEMRINPOCHE.COM, https://www.tsemrinpoche.com/tsem-tulku-rinpoche/prayers-and-sadhanas/teachings-by-atisha.html, (diakses 20 April 2018).
Intisari Kekayaan bagi Mereka yang Nampak sebagai Pejuang yang Ingin Terbebas
oleh Lama Atisha (Lhacig Jowo Je)
Teks berikut diterjemahkan di Bodhgaya oleh TK Lochen Tulku pada musim dingin tahun 1996
E-ma-ho. Ketika Jowo Je (Atisha) berada di Ngari, setelah tinggal dua tahun ia memberikan banyak instruksi kepada orang-orang yang dipimpin oleh Lha Jangchub Ö, di antaranya adalah karya ini. Ketika ia berpikir untuk kembali ke India dan akan pergi, Lha Jangchub Ö memintanya lagi untuk memberikan instruksi lebih lanjut. Jowo Je mengatakan bahwa yang diberikan sudah cukup, namun Lha Jangchub Ö bersikeras dan oleh karena itu ia memberikan instruksi berikut:
1. [Kerendahan Hati]
Meskipun tidak pantas bagi saya, yang membosankan dan bahkan tidak dapat menjaga diri sendiri ini untuk memberikan saran kepada teman-teman yang sangat terpelajar dan berpikiran jernih, namun demikian, karena kalian adalah para sahabat sejatiku yang lebih menyayangiku daripada hatiku sendiri, dan karena kalian telah memintaku untuk melakukannya, oleh karena itu saya, seseorang dengan intelektualitas yang terbatas ingin mengajukan saran-saran ini untuk dipertimbangkan oleh sahabat-sahabatku.
2. [Kebutuhan untuk memiliki sahabat yang baik, mendengarkan ajaran, untuk berlatih. Guru adalah sumber dari semua sukacita.]
O para sahabat, kalian harus memiliki seorang Guru sampai kalian mencapai Pencerahan, maka oleh karena itu selalu andalkan seorang Guru.
Kalian harus belajar sampai kalian mendapatkan realisasi dari realitas tertinggi jadi dengarkan instruksi dari seorang Sahabat Spiritual (kalyanamitra).
Pengetahuan tentang doktrin saja tidak akan mengarah pada Kebuddhaan, itu tidak cukup, jadi praktikkanlah Dharma.
Jauh-jauhlah dari benda-benda yang merusak batin dan senantiasa berdiamlah di tempat yang meningkatkan kebajikan.
3. [Batasi aktivitas kalian pada Dharma, carilah lingkungan yang baik, jaga batin kalian]
Kegiatan (‘du rdzi) berbahaya sampai seseorang merealisasi ajaran, jadi berlindunglah dalam keheningan kehidupan hutan. (Mundur)
Hindari teman yang menyebabkan delusi muncul dan tetaplah dekat dengan mereka yang meningkatkan kebajikan. (Sahabat baik)
Pertahankan batin ini. Aktivitas dunia tidaklah terbatas jadi tinggalkan mereka dan rilekslah. (Tujuan yang keliru)
Tabunglah (sngo) kebajikan siang malam dan selalu jaga pikiran. (Perhatian)
4. [Tujuan yang benar: latihan, bukan tujuan-tujuan duniawi]
Apa gunanya instruksi jika seseorang tidak merenungkannya? (Perlu berlatih dengan tulus)
Jadi praktikkan kata-kata Guru.
Jika seseorang berlatih dengan rasa hormat dan keyakinan, hasil yang asalnya lama akan datang dengan cepat.
Tampaknya tidak perlu khawatir tentang mata pencaharian jika seseorang mempraktikkan Dharma dari lubuk hatinya yang terdalam.
Sahabat, keinginan tidak pernah terpuaskan, seperti minum air garam, jadi, puaslah. (Tujuan yang keliru)
5. [Bahaya bertemu arogansi dalam Dharma]
Merasa jijik terhadap arogansi, kecongkakan, kebanggaan dan kesombongan.
Tetap sikapilah dengan damai dan disiplin.
Bahkan apa yang disebut perbuatan baik pun nantinya adalah halangan bagi Dharma, jadi hindari hal itu.
Keuntungan dan kehormatan adalah jerat iblis jadi singkirkan mereka, seolah-olah mereka adalah batu di jalan.
Kata-kata pujian dan ketenaran itu menipu, jadi buanglah seperti ludah.
6. [Jangan terikat pada apapun. Hanya Dharma yang berguna pada saat kematian.]
Bahkan jika kebahagiaan, kemakmuran, dan kerabat semuanya bersama di sini sekarang, itu hanya sesaat saja, jadi tinggalkan mereka.
Masa depan lebih panjang dari saat ini, jadi simpanlah kekayaan kalian untuk perjalanan panjang ke depan.
Karena segala sesuatu akan ditinggalkan ketika seseorang meninggal dan tidak ada yang bisa dilakukan untuk mengatasinya, janganlah terikat pada apapun.
Kembangkan welas asih bagi mereka yang lebih rendah dan berhentilah mengabaikan dan menghina mereka.
7. [Tukar diri sendiri dengan orang lain]
Jangan memihak, seperti memiliki pikiran untuk menaklukkan musuh dan melekati bangsanya sendiri.
Janganlah iri pada mereka yang memiliki kualitas baik, hormatilah dan dapatkan kualitas mereka.
Jangan mencari-cari kesalahan orang lain, temukan kesalahan dalam diri kalian dan singkirkan mereka, seperti kalian membersihkan diri dari darah buruk.
8. [Tukar diri sendiri dengan orang lain, tumbuhkan kesabaran, moderasi, pengendalian diri.]
Jangan memikirkan kebaikanmu sendiri. (Tukarkan diri dengan orang lain, cinta, perhatian)
Pikirkan kebaikan orang lain dan jadilah seperti pelayan bagi semua.
Anggap semua makhluk sebagai orang tua kalian dan cintai mereka sebagai anak kalian.
Katakan kebenaran tanpa amarah, selalu dengan batin yang penuh kasih dan wajah yang tersenyum.
Terlalu banyak pembicaraan omong kosong akan menyesatkan, jadi ketahuilah berapa banyak yang harus dikatakan, dan bicaralah dengan tidak berlebihan. (Terkendali dalam ucapan)
9. [Perhatian dan pengendalian diri]
Terlalu banyak aktivitas yang tidak perlu akan mengganggu pekerjaan yang bajik, jadi kesampingkan aktivitas yang bukan spiritual. (Terkendali dalam tindakan)
Jangan menempatkan simpanan yang banyak dalam pekerjaan yang tidak memiliki esensi; hal ini berarti kerja keras yang tidak berarti apa-apa.
Lebih baik bebas dari ketegangan karena tidak terjadi sesuai dengan keinginan seseorang, tetapi ditentukan oleh karma yang jauh.
Hei! Jika kalian mempermalukan insan luhur, hal ini seperti kematian, jadi janganlah licik, jujurlah.
10. [Bertanggung jawab]
Kenikmatan dan penderitaan hidup ini adalah hasil dari tindakan sebelumnya jadi jangan menyalahkan orang lain. (Karma)
Semua kebahagiaan adalah berkah dari Guru jadi balaslah kebaikannya.
Kecuali kalian melatih diri sendiri, kalian tidak dapat melatih orang lain, jadi latih diri kalian terlebih dahulu.
Tanpa pengetahuan adibiasa, seseorang tidak dapat membantu orang lain, jadi berusaha keraslah untuk mendapatkannya.
11. [Kembangkan enam paramita]
Karena seseorang pastinya harus meninggalkan semua kekayaan yang dimilikinya nantinya, maka janganlah menimbun kejahatan demi kekayaan. (Tujuan yang keliru)
Pengalihan ke konsumsi pribadi tidaklah membawa hasil apa-apa, jadi lihatlah nilai dari kekayaan dalam berdana. (yaitu Enam Paramita)
Selalu bermoral untuk mempercantik hidup ini dan menuntun ke kebahagiaan masa depan.
Kemarahan tumbuh subur di zaman yang merosot jadi kenakan perlindungan dari kebosanan dan kesabaran.
12. [Kembangkan enam paramita. Memilih pembebasan, bukan samsara.]
Kalian akan tertinggal karena kemalasan jadi buatlah usaha kalian membara seperti api.
Hidup berakhir di jalan gangguan, jadi sekarang adalah waktu yang tepat untuk bermeditasi.
Kalian tidak akan dapat memahami apa adanya jika kalian memiliki pandangan salah, jadi cobalah untuk mendapatkan makna yang benar.
Teman-teman, tidak ada kebahagiaan dalam lumpur samsara jadi temukanlah tanah kebebasan.
13. [Guru adalah sumber dari semua kebahagiaan.]
Jika seseorang bermeditasi dengan benar atas petunjuk yang diberikan oleh seorang Guru, sungai penderitaan yaitu samsara akan mengering. (Kesimpulan)
Kata-kata ini bukanlah kata-kata kosong, patut untuk didengarkan dan disimpan dalam batin.
Jika kalian melakukannya, saya sendiri akan senang, dan kalian sendiri serta orang lain akan bahagia.
Tolong perhatikan instruksi ini meskipun saya orang yang bodoh.
Ini adalah instruksi yang diberikan kepada Lhatsun Jangchub Ö oleh Lhacig Jowo Je.
Sumber: Dipamkara, Atisha, ‘Teachings by Atisha’, TSEMRINPOCHE.COM, https://www.tsemrinpoche.com/tsem-tulku-rinpoche/prayers-and-sadhanas/teachings-by-atisha.html, (diakses 20 April 2018).
Tujuh Poin Transformasi Batin
[Garis keturunan]
Saya bernamaskara pada para Sahabat Spiritual Mahayana,
1. [Pendahuluan]
Sumber segala sesuatu yang baik di Samsara dan Nirwana.
Dengan berkah Lama yang murah hati, semoga batin saya dimurnikan dengan tiga jenis keyakinan.
Atas berkah Lama yang murah hati, mengetahui betapa sulitnya memperoleh dan betapa mudahnya hancur sebuah kehidupan manusia yang berharga ini. Dalam semua tindakanku seturut dengan semua buah karmanya, semoga saya mencoba melakukan apa yang benar dan menghindari apa yang salah dan mengembangkan tekad yang tulus untuk bebas dari samsara, seperti yang saya latih dalam pendahuluan (1).
2. [Praktik yang Sebenarnya: Latihan Dua Bodhicitta]
Dengan berkah sang Lama, semoga saya memurnikan kesalahan dualitas ke dalam ruang kekosongan yang tiada batas dan mempraktikkan pertukaran mendalam antara kebahagiaan dan penderitaan saya sendiri dengan orang lain, terus menerus bermeditasi pada dua aspek Bodhicitta (2).
3. [Mengubah Kondisi Buruk menjadi Jalan]
Atas berkah Lama yang murah hati, semoga saya melihat kejadian buruk dan penderitaan apa pun (3) yang menimpaku sebagai tipu daya roh jahat yang menjerat ego dan malah memberdayakannya sebagai jalan Bodhicitta.
4. [Integrasi]
Dengan berkah Lama yang mulia, semoga saya memadatkan praktik seumur hidup saya (4) menjadi satu esensi. Dengan menerapkan sepanjang hidup saya lima kekuatan tekad murni, latihan murni, akumulasi pahala, pemurnian keburaman, dan doa aspirasi.
5. [Pengukuran Kesuksesan (5)]
Atas berkah Lama yang murah hati, ketika segala sesuatu muncul sebagai penawar kemelekatan ego sehingga batinku menemukan kebebasan dengan kebahagiaan dan keyakinan, semoga saya mengambil semua keadaan yang merugikan sebagai Jalan.
6. [Komitmen]
Atas berkah Lhama yang murah hati, semoga saya menepati janji, bebas dari kemunafikan, tidak memihak, dan jarang memamerkan penampilan luar. Melindungi komitmen (6) dari transformasi batin seperti yang saya lakukan dalam hidup saya sendiri.
7. [Sila]
Intinya, dengan berkah Lama yang mulia, semoga saya benar-benar melatih batinku sesuai dengan semua sila (7) yang memajukan dua aspek Bodhicitta dan mencapai realisasi Mahayana dalam kehidupan ini.
[Dedikasi]
Berkat cita-cita yang menyentuh hati ini untuk mempraktikkan Tujuh Poin Transformasi Batin, intisari dari batin Buddha yang tak tertandingi dan para siswanya, semoga semua makhluk mencapai pencerahan!
Sumber: Dipamkara, Atisha, ‘Teachings by Atisha’, TSEMRINPOCHE.COM, https://www.tsemrinpoche.com/tsem-tulku-rinpoche/prayers-and-sadhanas/teachings-by-atisha.html, (diakses 20 April 2018).
Bait-bait Pokok dari Transformasi Batin Mahayana
Hormatku kepada para pemimpin yang telah mencapai semua tujuan dan pada siapapun yang merupakan permata keberuntungan mulia agar dengan segera menganugerahi para makhluk dengan kebahagiaan besar.
Pertama, latihlah pendahuluan.
Sebagai laku utama, latihlah secara bergantian dalam memberi dan menerima.
Ada tiga objek, tiga racun, dan tiga akar moralitas
Singkatnya, ini adalah instruksi untuk latihan selanjutnya.
Mulailah mengambil urutan dari dirimu sendiri.
Tempatkan keduanya menunggangi napasmu.
Singkatnya, inilah intisari dari instruksi:
Dalam semua aktivitas, latihlah lewat ucapan.
Hubungkan apa pun yang engkau bisa dengan meditasi saat kini.
Saat keduanya hadir, ambilah semuanya.
Berlatih terus-menerus menuju objek yang dipilih.
Singkirkan semua kesalahan ke sumber tunggal.
Terhadap semua makhluk, renungkan kebaikan mereka yang luar biasa.
Berlatihlah dalam tiga tantangan sulit.
Ada dua tugas – satu di awal dan satu lagi di akhir.
Renungkan tiga yang bebas dari kemerosotan.
Berlatih terus-menerus di tiga poin umum.
Ubah sikapmu tetapi tetaplah apa adanya.
Adopsi tiga kondisi utama.
Berlatih dalam lima kekuatan.
Maksud dari semua ajaran bertemu pada satu titik.
Dari dua saksi, dukung yang utama!”
Kembangkan terus-menerus batin sukacita secara mandiri;
Jika bisa terlaksana bahkan saat perhatianmu terganggu, maka engkau sudah terlatih.
Jangan tersiksa oleh olok-olok yang jahat.
Jangan membanggakan perbuatan baikmu.
Jangan mudah marah.
Jangan ribut.
Jangan plin plan.
Jangan berbohong dalam penyergapan.
Jangan letakkan beban dzo pada seekor kerbau
Jangan berlari untuk memenangkan perlombaan.
Jangan mempertahankan loyalitas yang tidak pantas.
Jangan sporadis.
Jangan menyalahgunakan praktik ini.
Dibebaskan melalui dua: investigasi dan analisis yang rinci.
Berlatih dengan ketegasan.
Diberkahi dengan tiga faktor yang tak dapat dipisahkan.
Capai semua yoga melalui satu cara.
Jika kambuh, renungkan sebagai obatnya.
Yang mana pun dari keduanya yang muncul, alami keduanya;
Jangan berbicara tentang cacat [orang lain].
Jangan memikirkan kekurangan orang lain.
Jangan mengubah dewa menjadi setan.
Jangan mencari kesengsaraan sebagai sarana menuju kebahagiaan.
Jangan bergantung pada kondisi lain.
Kenali apa yang utama.
Tinggalkan semua harapan akan imbalan.
Buang makanan beracun.
Jangan menyerang hati.
Lima degenerasi yang menyebar dengan cepat ini
ditransformasikan menjadi jalan pencerahan.
Ketika stabilitas tercapai, ungkapkan rahasianya.
Esensi yang disuling dari instruksi inti
Berasal dari silsilah sebagian besar para guru agung.
Ini adalah bait-bait pokoknya. Karya disusun oleh Atisha Dipamkara Shrijñana.
Diambil dari: Mind Training The Great Collection – Diterjemahkan oleh Thupten Jinpa
Anotasi Bait-Bait Latihan Mahayana
Penghormatan kepada pemimpin yang telah mencapai semua tujuan dan kepada siapa saja yang merupakan permata keberuntungan yang mulia agar dengan segera menganugrahkan semua kebahagiaan.
(1)
Pertama, seorang yang berlatih yang pikirannya terlatih dalam tiga lingkup dan yang, setelah mengambil aspirasi dan melibatkan [aspek dari batin yang cerah], menyadari sila-sila tentang perlunya berlatih dalam pendahuluan dengan merenungkan keberadaan manusia dari segi waktu luang dan kesempatan, juga dari segi karma dan buahnya, dan segi kecacatan siklus samsarik.
Renungkan semua fenomena yang mencakup diri dan orang lain, lingkungan luar, dan makhluk hidup di dalam – bak mimpi, tidak ada tetapi nampak ada karena kekuatan delusi batin.
Alamilah dengan bebas dari identifikasi, hakikat kesadaran yang seutuhnya tiada terlahirkan, kenalilah dengan cara seperti itu.
Obatnya, yang menembus tubuh dan batin, sendirinya terbebaskan dalam kondisi alamiahnya, bebas dari kemelekatan pada keberadaan dan ketiadaan. Selama interval antar sesi dan setelahnya, munculkan orang yang menyerupai ilusi saat ia muncul atas dua dasar di atas.
(2)
Berlatihlah secara bergantian dalam dua – memberi (tubuhmu sumber dayamu, dan akar kebajikanmu kepada orang lain) dan menerima.
Tempatkan keduanya (memberi dan menerima) pada napasmu saat keluar.
Ada tiga objek (yang diinginkan, yang tidak diinginkan, dan netral), tiga racun (kemelekatan, kemarahan, dan delusi), dan (pemusnahannya) tiga akar kebajikan.
Dalam semua aktivitasmu (seperti ketika mengumpulkan [pahala kebajikan] dan sebagainya) latihlah dengan mengarahkan fokus perhatian lewat ucapan.
(3)
Baik negatifitas (dan buahnya) dari dunia (eksternal) maupun makhluk (internal) dalam siklus keberadaan dan penderitaannya.
Transformasikan kondisi buruk (yang berasal dari makhluk hidup atau elemen alam) menjadi alat bantu di jalan pencerahan.
Bagaimana bisa terjadi demikian? Apa pun kejadian yang tidak diinginkan yang menimpa, singkirkan semua kesalahan tersebut ke sumber tunggal, yang bukan orang lain, melainkan kemelekatan akan diri sendiri.
Terhadap semua makhluk (manusia, non-manusia, musuh, teman, dan khususnya para pelaku kejahatan), renungkan kebaikan mereka yang besar.
(4)
Merenungkan ilusi yang muncul dari batinmu sebagai empat tubuh Buddha (seperti yang disajikan di telapak tanganmu), yaitu, kekuatan yang merugikan beserta penangkalnya.
Kekosongan (yang semua berada di hakikat batin) adalah perlindungan yang tak tertandingi.
Praktik beruas empat (memberikan persembahan kepada istadewata dan guru meditasi, memurnikan karma negatif, memberikan persembahan kepada kekuatan yang berbahaya, dan mendamaikan pelindung Dharma) adalah metode yang paling baik.
Kaitkan apa pun yang engkau bisa (kondisi buruk seperti munculnya penderitaan atau kesengsaraan yang hebat) dengan meditasimu kini.
(5)
Singkatnya, untuk menyajikan poin-poin praktik seumur hidup, intisari dari pengajaran adalah ini:
Terapkan dirimu pada lima kekuatan – niat, keakraban, benih positif, pemberantasan, dan aspirasi.
Sebagai Yana Kesempurnaan, instruksi pemindahan Mahayana adalah lima kekuatan (disebutkan di atas) itu sendiri, praktik mereka secara khusus sangat penting, maka dari itu, perlakukan dengan sangat penting.!”
Maksud tujuan dari semua ajaran bertemu pada satu inti: apakah ajaran tersebut dapat membantu menaklukkan dirimu atau tidak.
(6)
Dari dua saksi (antara ucapan orang lain dan batinmu sendiri, latih batinmu dengan memastikan bahwa engkau tidak mempermalukan diri sendiri, tetapi berlatih sesuai dengan aspirasimu) menjunjung tinggi prinsip yang satu.
Kembangkan terus-menerus batin sukacita secara mandiri.
Jika hal ini dapat dilakukan bahkan ketika perhatianmu terganggu, maka engkau (batinmu) telah terlatih dalam penawarnya.
Latihlah terus-menerus dalam tiga poin umum untuk memastikan bahwa pelatihan batinmu tidak melanggar sila-silamu dan obrolan tersebut tidak menjadi sarkastik.
(7)
Ubah sikapmu (aspirasi yang melekati diri sendiri) tetapi tetap apa adanya sehubungan dengan tujuan yang belum ditetapkan.
Hindari berbicara tentang kekurangan [orang lain] lewat laku tubuh dan ucapan.
Hindari memikirkan kekurangan orang lain (mereka yang telah memasuki tatanan spiritual, khususnya).
Buang semua harapan akan balasan sebagai buah dari transformasi batin, baik di kehidupan ini maupun di kehidupan yang mendatang, termasuk bahkan pencapaian Kebuddhaan.
Buang makanan beracun (pahala kebajikan yang tercampur dengan pandangan salah dan kelekatan akan diri).
Hindari mempertahankan loyalitas [tidak pantas] yang membalas rasa sakit yang disebabkan oleh orang lain.
Janganlah menyiksa dengan olok-olok jahat yang melukai hati orang lain.
Hindari berbohong dalam penyergapan untuk membalas dendam.
Hindari menyerang hati siapa pun, baik manusia maupun bukan manusia.
Hindari meletakkan beban dzo (tuduhan yang tidak diinginkan dan bebannya) pada seekor lembu.
Janganlah berlari (dengan menguntungkan diri sendiri ketika apa yang engkau inginkan sebenarnya dimiliki secara komunal) untuk memenangkan perlombaan tetapi justru terimalah kekalahan.
Hindari menyalahgunakan latihan, mencari kemenangan untuk dirimu sendiri.
Hindari mengubah dewa (transformasi batin) menjadi setan.
Hindari mencari kesengsaraan untuk orang lain sebagai sarana kebahagiaan untuk diri sendiri.
(8)
Rampungkan semua yoga (yoga makan dan sebagainya) tidak melalui cara lain, melainkan dengan satu cara.
Ada dua tugas yang harus tercapai – satu di awal (di pagi hari) dan satu di akhir (di malam hari).
Yang mana di antara keduanya (manfaat dan seterusnya) yang muncul, jalani keduanya tanpa kesombongan atau kesedihan.
Jagalah keduanya (sila yang diungkapkan dalam ajaran pada umumnya dan sila yang disajikan dalam [ajaran transformasi batin] ini secara khusus) bahkan dengan mengorbankan hidupmu.
(9)
Berlatih (atas dasar guru yang berkualitas, kemampuan untuk menyalurkan batinmu,
dan mengumpulkan kondisi eksternal dan internal) dalam tiga tantangan sulit: kesulitan mengingat penangkal penderitaan [di awal], kesulitan untuk mencegahnya di tengah, dan kesulitan memusnahkan keberlanjutannya.
Ambillah tiga kondisi utama.
Renungkan tiga penghormatan (yang tak terhancurkan) untuk gurumu [dan seterusnya]) yang telah bebas dari kemerosotan.
Diberkahi dengan tiga faktor yang tak terpisahkan, seolah-olah tubuh, ucapan, dan pikiranmu bersaing [di antara mereka sendiri dalam akumulasi) tiga aktivitas bajik.
(10)
Berlatih terus-menerus menuju objek yang dipilih: mereka yang tinggal bersama [denganmu], mereka yang memusuhimu, dan mereka yang tidak menarik bagimu.
Mereka yang beruntung untuk mempraktikkan transformasi batin ini harus mengambil sudut pandang sedemikian rupa sehingga mereka tidak bergantung pada kondisi lain.
Jika kambuh, ambillah ketidakmampuan untuk menyadari saat mempraktikkan transformasi batin sebagai dasarmu, dan renungkan hal tersebut sebagai penawarnya itu sendiri.
Terlibat dalam praktik utama di saat ini – terutama para Bodhisattva pada tingkat pemula – sekarang engkau telah memperoleh kehidupan manusia yang menyenangkan dan berkesempatan untuk bertemu dengan guru spiritual yang agung.
Jangan menerapkan pemahaman yang salah tempat. Belajar untuk menumbuhkan sukacita dalam aktivitas bajik dan tidak terlibat dalam enam [pemahaman yang menyimpang], seperti perhatian yang [salah tempat].
Jangan sporadis, terkadang berlatih dan terkadang tidak. Latih dengan ketegasan sebagai tolak ukur apakah engkau dapat melakukan ini.
Belajar melepas, apakah arus batinmu telah akrab atau tidak dengan contoh-contoh tersebut, melalui dua hal: penyelidikan dan analisis yang rinci (ketika kemelekatan muncul).
Jangan menyombongkan diri kepada siapa pun, kapan pun, saat engkau terlibat dalam praktik perbuatan baikmu.
Jangan mudah marah, tidak peduli bagaimana orang lain memperlakukanmu.
Jangan plin plan, ekspresi berubah-ubah antara suka dan tidak suka
Jangan riuh, (bahkan) ketika mengucapkan terima kasih.
(11)
Seperti berlian, seperti mentari, dan seperti pohon yang mekar sempurna, bahkan termasuk obat-obatan
Memahami (seperti tujuan latihan dan seterusnya) kata-kata, artinya (kata-kata dan isinya), dan sebagainya.
Melalui lima kemerosotan yang menyebarluas ini maka ada banyak kondisi untuk mempraktikkan transformasi batin.
[Semuanya] diubah menjadi alat bantu menuju jalan pencerahan.
Intisari praktik Atisha, instruksi yang berasal dari Maitreya (Yang Terberkahi mewariskannya pada Maitreya; lalu ke Asanga, lalu ke Vasubandhu; lalu ke Kusali Tua; lalu ke Kusali Muda; dan Kusali Muda mentransmisikannya ke guru Serlingpa) telah rampung.
(12)
Lepaskan semua bias (aktivitas negatif)-dilakukan karena ketertarikan pada alam dewa, atau terkait dengan kekayaan atau kerugian-itulah penyebab [penderitaan] dirimu dan orang lain!”
Ubah segala sesuatu (era yang merosot dan kesengsaraan, yang merupakan motif yang mendasari) menjadi jalan Mahayana.
Tumbuhkembangkan pelatihanmu terhadap seluruh umat manusia (semua yoga dan semua laku), seluruh keluasan dan kedalamannya, karena momen demi momen kesadaran muncul, [pelatihan ini melihatnya sebagai] dalam hakikat dari penderitaan dan seterusnya.
Berlatihlah baik dalam yang utama (dua-memberi dan menerima-dan sila; Tidak [Memerangi] dewa, setan, dan seterusnya, melainkan kemelekatan akan diri) maupun praktik sekunder.
(13)
Terapkan abstensi dan adopsi secara paksa sehubungan dengan yang kejam.
Ubah faktor-faktor yang merugikan menjadi alat bantu latihan.
Hancurkan semua rasionalisasi, misalnya, kehilangan antusiasmemu untuk memberi dan menerima oleh karena pikiran-pikiran seperti “Orang lain merugikanku”.
Pertama-tama, purifikasi penderitaan apa saja yang paling kuat dengan memeriksa batinmu dan menerapkan penawar terhadap apa pun yang terkuat. [Purifikasi juga] pikiran diskriminatif, seperti dekat dan jauh, cinta dan benci, tinggi dan rendah.
(14)
Berlatihlah tanpa memihak pada objek [apa pun], karena jika engkau menenangkan batin dalam [pelatihan] ini, semuanya berubah menjadi bantuan.
Hal ini amat melampaui semua kebajikan lainnya; bahkan sekadar mendengarnya sebagai kabar berulang kali [dapat meningkatkan] potensinya.
Ketika keduanya hadir, karena engkau telah membuang penderitaan, engkau dapat mengambil semua (penderitaan orang lain).
Belajar untuk memastikan kelegaan dalam latihanmu. Meskipun ini adalah nasihat yang berkaitan dengan tujuan yang dicapai, engkau harus mengintegrasikannya sejak awal.
(15)
Mulailah urutan mengambil dari dirimu sendiri seperti [penderitaan] yang mungkin engkau alami menjelang akhir hidupmu, [penderitaan] ibumu yang sebenarnya, [dan seterusnya].
Karakteristik yang menentukan dari tindakan tersebut (praktik bertukar diri dan orang lain) adalah melepaskan kemelekatan yang berulang akan segala yang ada di kehidupan ini dan kehidupan yang akan datang, pada siklus samsarik dan pelampauannya [nirwana].
Tanda bahwa engkau terlatih adalah ketika engkau diberkahi dengan lima [tanda] kebesaran, yang utamanya adalah praktik seorang bhiksu yang telah ditahbiskan sepenuhnya, penegak Vinaya).
Jangan merasa asing, tetapi berelasi dengan orang lain dengan penuh kasih dengan batin yang cerah. Jangan memberikan “klarifikasi” atas perbuatan negatif dan kekurangan [orang lain], karena ini menghalangi realisasimu. Jangan menyimpan harapan (dari orang lain).
Inilah akhirnya.
Ambillah banyak, karena engkau sadar akan membuang penderitaan orang lain.
Di masa depan, selalu kenakan baju zirah dengan pikiran “Aku tidak akan membiarkan diriku menjadi mangsa semua kondisi yang menyibukkan diriku dalam hidupku”.
Ketika stabilitas tercapai, ungkapkan rahasianya: keduanya (memberi dan menerima), makna mendalam (pengalaman pertukaran diri dan orang lain) [hubungan antara] karma negatif dan penderitaan, dan seterusnya.
Demikianlah kesimpulan risalah tentang transformasi batin. Teks ini disusun oleh guru Atisha, Semoga kebaikan menang!
Diambil dari: Mind Training The Great Collection – Disusun oleh Shonu Gyalchok (sekitar abad empat belas- lima belas) dan Konchok Gyaltsen (1388-1469) Diterjemahkan oleh Thupten Jinpa, 2006;The Institute of Tibetan Classics
Sumber: Dipamkara, Atisha, ‘Teachings by Atisha’, TSEMRINPOCHE.COM, https://www.tsemrinpoche.com/tsem-tulku-rinpoche/prayers-and-sadhanas/teachings-by-atisha.html, (diakses 20 April 2018).
Serbaneka Nasihat dari Atisha
Kompilasi dialog, kata-kata nasihat, dan refleksi Palden Atisha. Diterjemahkan oleh Geshe Wangyal.
Nasihat untuk Para Siswa
Suatu ketika Atisha ditanya oleh murid-muridnya,
“Apakah ajaran yang tertinggi dari Sang Jalan?”
Atisha menjawab:
Keterampilan tertinggi adalah dalam realisasi dari nir-diri.
Kemuliaan tertinggi adalah dalam menenangkan batinmu sendiri.
Keunggulan tertinggi adalah memiliki batin yang berupaya membantu orang lain.
Sila tertinggi adalah perhatian yang terus-menerus.
Obat tertinggi adalah dengan memahami ketanpaintian dari segala sesuatu.
Aktivitas tertinggi adalah tidak menyelaraskan diri dengan masalah duniawi.
Pencapaian tertinggi adalah pengurangan dan transformasi nafsu.
Pemberian tertinggi ditemukan dalam ketidakmelekatan.
Praktik moral tertinggi adalah batin yang damai.
Kesabaran tertinggi adalah kerendahan hati.
Upaya tertinggi adalah meninggalkan kemelekatan pada berbagai aktivitas.
Meditasi tertinggi adalah batin tanpa pretensi.
Kebijaksanaan tertinggi adalah tidak melekati apapun yang muncul.
Setelah meninggalkan provinsi barat Ngari, Atisha memberikan nasihat perpisahan berikut kepada para siswanya yang berkumpul:
Para sahabat, sampai kalian memperoleh pencerahan, guru spiritual itu dibutuhkan; oleh karena itu bergantunglah pada guru spiritual yang luhur. Sampai kalian menyadari sepenuhnya hakikat kekosongan yang tiada batas, kalian harus mendengarkan Ajaran; oleh karena itu dengarkan baik-baik ajaran para guru. Hanya memahami Dharma saja tidak cukup untuk menjadi tercerahkan, kalian harus berlatih terus-menerus.
Jauh-jauhlah dari tempat mana pun yang berbahaya bagi latihanmu; selalu tinggallah di tempat yang kondusif bagi kebajikan. Kemeriahan itu berbahaya sampai kalian mendapatkan pikiran yang kokoh; karena itu tinggallah di tempat yang terisolasi. Abaikan teman yang menumbuhkan hasrat belenggumu; bersandarlah pada sahabat yang menyebabkan kalian meningkatkan kebajikan. Ingatlah ini. Tidak pernah ada akhir dari hal-hal yang harus dikerjakan, jadi batasi aktivitas kalian. Dedikasikan kebajikan kalian siang dan malam, dan selalu berjaga-jagalah.
Setelah kalian memperoleh ajaran guru, kalian harus selalu merenungkannya dan bertindak selaras dengan wejangannya. Jika kalian melakukan ini dengan sangat rendah hati, efeknya akan terlihat tanpa penundaan. Jika kalian bertindak sesuai dengan Dharma dari lubuk hati kalian yang paling dalam, baik makanan maupun kebutuhan akan datang secara alami.
Teman-teman, tidak akan ada kepuasan dalam hal-hal yang kalian inginkan. Hal ini seperti meminum air laut untuk memuaskan dahaga. Karena itu puaslah. Lenyapkan segala bentuk kepura-puraan, kesombongan dan kecongkakan; patuh dan damai. Tinggalkan semua yang oleh sebagian orang disebut kebaikan, tetapi yang sebenarnya merupakan penghalang bagi praktik Dharma. Seolah-olah merupakan batu di jalan licin yang sempit, kalian harus menyingkirkan semua gagasan untuk mendapatkan keuntungan dan rasa hormat, karena itu adalah jerat iblis. Bagaikan ingus di hidung kalian, hembuskan semua pikiran tentang ketenaran dan pujian, karena mereka hanya berguna untuk menipu dan menyesatkan.
Karena kebahagiaan, kenikmatan, dan teman-teman yang telah kalian kumpulkan hanya berlangsung sebentar, tinggalkan mereka. Kehidupan masa depan lebih lama dari kehidupan ini, jadi dengan hati-hati amankan harta kebajikan kalian sebagai persediaan masa depan. Kalian meninggalkan semuanya saat meninggal; jangan terikat akan apapun.
Jangan meremehkan dan merendahkan orang lain namun bangkitkan batin welas asih kepada mereka yang menjadi bawahan kalian. Jangan memiliki keterikatan yang dalam dengan teman-teman kalian dan jangan mendiskriminasi musuh kalian. Tanpa cemburu atau iri pada kualitas baik orang lain, dengan kerendahan hati ambillah kualitas baik itu sendiri. Jangan repot-repot memeriksa kesalahan orang lain, tapi periksalah kesalahan kalian sendiri. Bersihkan diri kalian dari mereka seperti darah yang buruk. Kalian juga tidak harus berkonsentrasi pada kebajikan kalian sendiri; lebih baik menghormati mereka seperti seorang hamba. Perluas cinta kasih kepada semua makhluk seolah-olah mereka adalah anak kalian sendiri.
Selalu miliki wajah yang tersenyum dan batin yang penuh kasih. Bicaralah dengan jujur dan tanpa amarah. Jika kalian terus mengatakan banyak hal yang omong kosong belaka, kalian akan membuat kesalahan; jadi berbicaralah secukupnya. Jika kalian melakukan banyak hal yang omong kosong dan sia-sia, karya bajik kalian akan terhenti; tinggalkanlah aktivitas yang tanpa spiritualitas. Tidak ada gunanya berusaha dalam kinerja yang tidak penting. Karena apapun yang terjadi pada kalian datang sebagai akibat dari karma kalian di masa lalu, suatu hasil tidak akan pernah sesuai dengan keinginan kalian saat ini. Karena itu tenanglah.
Sayangnya, jauh lebih baik mati daripada mempermalukan seorang luhur; Oleh karena itu, kalian harus selalu terus terang dan tanpa tipu daya. Semua penderitaan dan kebahagiaan hidup ini muncul dari karma kehidupan ini dan kehidupan sebelumnya; jangan menyalahkan orang lain atas keadaan kalian.
Sampai kalian menaklukkan diri kalian sendiri, kalian tidak dapat menaklukkan orang lain; oleh karena itu, pertama-tama taklukkan dirimu sendiri. Karena kalian tidak dapat mematangkan orang lain tanpa kewaskitaan, berusahalah untuk mencapai kewaskitaan.
Kalian pasti akan mati, meninggalkan kekayaan apa pun yang telah kalian kumpulkan, jadi berhati-hatilah untuk tidak mengumpulkan kekotoran batin karena kekayaan. Karena kenikmatan yang mengganggu adalah tanpa substansi, hiasi diri kalian dengan kebajikan dalam memberi dana. Jagalah selalu latihan moral yang murni, karena itu indah dalam hidup ini dan menjamin kebahagiaan di kehidupan mendatang. Di zaman dunia Kaliyuga ini, di mana kebencian merajalela, kenakan baju zirah kesabaran, yang meniadakan kemarahan. Kita tetap saja berada di dunia oleh karena kekuatan kemalasan; jadi kita harus menyalakan seperti api upaya menggapai realisasi yang berkobar-kobar. Momen demi momen hidup kalian disia-siakan oleh buaian iming-iming aktivitas duniawi; maka sekaranglah saatnya bermeditasi. Karena kalian berada di bawah pengaruh pandangan salah, kalian tidak menyadari kekosongan dari alam ini. Dengan penuh semangat carilah makna dari realita!
Sahabat, samsara adalah rawa yang luas di mana tidak ada kebahagiaan sejati; segeralah menuju tanah pembebasan. Bermeditasilah sesuai dengan ajaran guru dan keringkan sungai penderitaan samsara. Selalu ingatlah ini. Dengarkan baik-baik nasihat ini, yang bukan hanya kata-kata tapi langsung berasal dari hatiku. Jika kalian mengikuti sila-sila ini, kalian tidak hanya akan membuatku bahagia, tetapi kalian sendiri dan semua orang lain juga. Meskipun saya seorang yang bodoh, saya mendorong kalian untuk mengingat kata-kata ini.
Di lain waktu, Atisha menyatakan:
Di masa Kaliyuga ini bukan waktunya untuk memamerkan kemampuan kalian; ini adalah waktunya untuk bertahan melewati berbagai kesulitan. Ini bukan waktunya untuk mengambil posisi tinggi, tapi waktunya untuk merendahkan hati. Ini bukan waktunya untuk mengandalkan banyak pelayan, tapi waktunya untuk mengandalkan kesendirian. Juga bukan waktunya untuk menaklukkan murid-murid; inilah waktunya untuk menaklukkan diri sendiri. Ini bukan waktunya untuk sekedar mendengarkan kata-kata, tapi waktunya untuk merenungkan maknanya. Juga bukan waktunya untuk pergi mengunjungi sana-sini; saat kini adalah waktunya untuk menyendiri.
Ketika Yang Mulia Atisha sedang tinggal di Yerpadrak, dekat Lhasa, ia memberikan sila-sila berikut:
Putra yang mulia, renungkanlah kata-kata ini secara mendalam. Dalam masa Kaliyuga, hidup ini singkat dan ada banyak hal yang harus dipahami. Durasi hidup tidak pasti; kalian tidak tahu berapa lama kamu akan hidup. Jadi, kalian harus berusaha keras sekarang untuk memenuhi harapan-harapan yang tepat.
Jangan menyatakan diri kalian sebagai bhiksu jika kalian mendapatkan kebutuhan hidup dengan cara orang awam. Meskipun kalian tinggal di biara dan telah melepaskan aktivitas duniawi, jika kalian khawatir tentang apa yang telah kalian serahkan, kalian tidak berhak menyatakan, ‘Saya adalah seorang bhiksu yang tinggal di sebuah wihara.’ Jika pikiran kalian masih tetap menginginkan hal-hal yang indah dan masih memunculkan pikiran-pikiran yang menyakiti, janganlah menyatakan, ‘Saya adalah seorang bhiksu yang tinggal di wihara.’ Jika Anda masih pergi ke mana-mana dengan insan duniawi dan membuang-buang waktu di hal-hal duniawi, pembicaraan yang omong kosong dengan orang-orang yang tinggal bersama kalian, meskipun kalian tinggal di wihara, janganlah menyatakan, ‘Saya adalah seorang bhiksu yang tinggal di wihara.’ Jika kalian tidak sabar dan terus merasa diremehkan, jika kalian tidak dapat sedikit pun membantu orang lain, jangan menyatakan, ‘Saya adalah seorang bhiksu bodhisattva.’
Jika kalian berbicara seperti itu kepada para insan duniawi, kalian adalah pembohong yang hebat. Kalian mungkin lolos dengan mengatakan hal-hal seperti itu. Akan tetapi, kalian tidak dapat menipu mereka yang memiliki penglihatan waskita yang tidak terbatas, kalian juga tidak dapat menipu mereka yang memiliki mata Dharma dari kemahatahuan yang agung. Kalian juga tidak dapat menipu diri sendiri, karena buah karma mengikuti kalian.
Untuk tinggal di wihara, penting untuk melepaskan cara-cara duniawi dan keterikatan pada teman dan kerabat. Dengan melepaskan ini, kalian menyingkirkan semua penyebab keterikatan dan kerinduan yang saling berhubungan. Sejak saat ini kalian harus mencari batin bodhicitta yang amat berharga. Bahkan kalian haruslah tidak sekejap-pun membiarkan obsesi masa lalu kalian dengan masalah duniawi muncul. Dahulu, kalian tidak mempraktikkan Dharma dengan benar, dan di bawah pengaruh kebiasaan masa lalu yang melemahkan kekuatan kalian, kalian terus menerus menghasilkan konsep insan duniawi. Karena konsep tersebut dominan, kecuali jika kalian menggunakan penawar yang kuat, tidak ada gunanya tetap tinggal di wihara. Kalian akan seperti burung dan hewan liar yang hidup di sana.
Singkatnya, tinggal di wihara tidak akan membantu jika kalian tidak memalingkan diri dari obsesi kalian akan benda-benda yang bagus dan malah tidak meninggalkan aktivitas kehidupan ini. Karena jika kalian tidak memotong kecenderungan ini, dengan berpikir bahwa kalian dapat bekerja untuk tujuan kehidupan ini dan yang akan datang, kalian tidak akan melakukan apa pun selain praktik spiritual dadakan. Jenis praktik ini tidak lain adalah praktik munafik dan sok yang dilakukan untuk keuntungan egois.
Oleh karena itu, kalian harus selalu mencari sahabat spiritual dan menghindari teman yang buruk. Jangan menetap di satu tempat atau menumpuk banyak hal. Apa pun yang kalian lakukan, lakukan selaras dengan Dharma. Biarlah apa pun yang kalian lakukan menjadi obat bagi belenggu nafsu. Ini adalah praktik rohani yang sebenarnya; berusaha keraslah untuk melakukan ini. Saat pengetahuan kalian meningkat, jangan dirasuki oleh iblis kesombongan.
Tinggal di tempat yang terisolasi, taklukkan dirimu. Miliki sedikit keinginan dan merasa puas. Jangan senang dengan pengetahuan kalian sendiri atau mencari-cari kesalahan orang lain. Jangan takut atau cemas. Beritikad baik dan tanpa prasangka. Konsentrasilah pada Dharma saat terganggu oleh hal-hal yang keliru.
Bersikaplah rendah hati, dan, jika kalian dikalahkan, terimalah dengan anggun. Hentikan kesombongan; Tinggalkan hasrat. Selalu bangkitkan batin welas asih. Apa pun yang kalian lakukan, lakukan secukupnya. Mudah senang dan mudah dipertahankan. Berlari seperti binatang buas lari dari apa pun yang akan menjebak kalian.
Jika kalian tidak meninggalkan kehidupan duniawi, jangan katakan kalian itu suci. Jika kalian belum meninggalkan ladang dan pertanian, jangan katakan bahwa kalian telah memasuki Sangha. Jika kalian tidak melepaskan hasrat, jangan katakan kalian adalah seorang bhiksu. Jika kalian tidak memiliki cinta kasih dan welas asih, jangan katakan kalian adalah seorang bodhisattva. Jika kalian tidak meninggalkan aktivitas, jangan katakan Anda adalah meditator yang hebat. Janganlah menumbuhkembangkan hasrat-hasrat kalian.
Singkatnya, ketika kalian tinggal di wihara, lakukan sedikit kegiatan dan sekedar bermeditasilah akan Dharma. Janganlah menyesal pada saat kematian saja.
Sumber: Atisha Dipamkara, ‘Teachings by Atisha’, TSEMRINPOCHE.COM, https://www.tsemrinpoche.com/tsem-tulku-rinpoche/prayers-and-sadhanas/teachings-by-atisha.html, (diakses 20 April 2018).
Doa Persembahan Cahaya Pelita
Oleh Lama Atisha
Anda dapat melafalkan doa ini saat membuat persembahan pelita secara mandiri. Setelah menyalakan lilin, lampu mentega, atau pelita apa pun, doa ini dapat diucapkan terkait dengan visualisasi yang dijelaskan di bawah ini.
Semoga cahaya pelita ini setara dengan trisahasra-mahasahasra-lokadhatu,
Semoga sumbu pelita ini sama dengan raja pegunungan – Gunung Meru.
Semoga mentega ini sama dengan samudra tanpa batas.
Semoga ada milyaran triliunan pelita di hadapan setiap Buddha.
Semoga cahaya menerangi kegelapan ketidaktahuan semua makhluk
Dari puncak samsara hingga neraka yang paling menyiksa,
Dimana mereka dapat melihat secara langsung dan jelas semua Buddha dan Bodhisattva
Sepuluh penjuru dan tanah suci mereka.
OM VAJRA ALOKE AH HUM
E MA HO
Aku mempersembahkan cahaya terang benderang yang indah dan luhur ini
Kepada ribuan Buddha dari Bhadrakalpa.
Kepada semua Buddha dan Bodhisattva dari tanah murni tanpa batas dan dari sepuluh penjuru,
Kepada semua Guru, Istadewata, daka, dakini, Dharmapala, dan persamuhan para dewa dari seluruh mandala.
Karena itu, semoga ayah, ibu, dan semua makhluk hidup di kehidupan ini dan di semua kehidupan masa depan mereka,
Dapat melihat secara langsung tanah murni secara nyata dari para Buddha yang lengkap dan sempurna,
Semoga mereka bersatu dengan Buddha Amitabha dalam kesatuan yang tak terpisahkan,
berkatilah saya dan semoga doa-doaku teraktualisasi sesegera mungkin,
berkat kekuatan kebenaran tiga Permata dan persamuhan Istadewata dari tiga akar.
TAYATHA OM PÄNCHA GRIYA AVA BODHANI SO HA (7x)
Visualisasi
Cahaya berubah menjadi kebijaksanaan lima warna tunggal yang cemerlang.
Pada cakram teratai dan bulan, suku kata OM dan DHI muncul.
Dari sana, seratus delapan dewi cahaya yang cantik, Marmema, muncul, mengenakan pakaian yang indah dan untaian kalung yang berharga.
Setiap dewi memegang lampu di tangannya dan dari mereka terpancar miliaran triliunan replika dewi pemberi cahaya yang tak terbatas.
Semuanya memberikan persembahan cahaya tanpa henti kepada semua Buddha di tanah Buddha di seluruh ruang dan kepada istadewata damai dan murka.
Sumber: Dipamkara, Atisha, ‘Light Offering Prayer’, Tsem Tulku Rinpoche, http://resources.tsemtulku.com/prayers/general-prayers/light-offering-prayer.html, (diakses 24 April 2018).
Rekomendasi Bacaan (Unduh Gratis)
The texts above were sourced from legitimate book-hosting services offering these texts for free download. They are made available here for purely educational, non-commercial purposes.
Video Pilihan oleh Berbagai Guru
Jetsunma Tenzin Palmo: Bait-bait Transformasi Pikiran dari Atisha (Bagian 1)
Or view the video on the server at:
https://video.tsemtulku.com/videos/JetsunmaTenzinPalmoAtishasVersesOnTrainingTheMindPart1.mp4
Jetsunma Tenzin Palmo: Bait-bait Transformasi Pikiran dari Atisha (Bagian 2)
Or view the video on the server at:
https://video.tsemtulku.com/videos/JetsunmaTenzinPalmoAtishasVersesOnTrainingTheMindPart2-1.mp4
Jetsunma Tenzin Palmo: Bait-bait Transformasi Pikiran dari Atisha (Bagian 3)
Or view the video on the server at:
https://video.tsemtulku.com/videos/JetsunmaTenzinPalmoAtishasVersesOnTrainingTheMindPart3.mp4
Jetsunma Tenzin Palmo: Bait-bait Transformasi Pikiran dari Atisha (Bagian 4)
Or view the video on the server at:
https://video.tsemtulku.com/videos/JetsunmaTenzinPalmoAtishasVersesOnTrainingTheMindPart4-1.mp4
Tujuh Poin Transformasi Batin Atisha oleh Alan Wallace
Or view the video on the server at:
https://video.tsemtulku.com/videos/AtishasSevenPointMindTrainingByAlanWallace1.mp4
Sumber:
- Geshe Kelsang Gyatso, Joyful Path of Good Fortune, Tharpa Publications, 2012.
- Lama Zopa Rinpoche, The Life of Atisha, 1976, https://www.lamayeshe.com/article/life-atisha, (diakses 28 Maret 2018).
- Kendal Magnussen (ed.), ‘Atisha’s Life Story’, FPMT Education Services, 15 Februari 2009, http://www.lamrim.com/hhdl/atishaslamp.html, (diakses 27 Maret 2018).
- Pabongka Rinpoche, Liberation in the Palm of Your Hand, Wisdom Publications, Inc.
- Atisa, 2018, https://en.wikipedia.org/wiki/Ati%C5%9Ba, (diakses 27 Maret 2018).
- Alexander Gardner, Atisa Dipamkara, 2009, https://treasuryoflives.org/biographies/view/Atisha-Dipamkara/5717, (diakses 27 Maret 2018).
Informasi Menarik Lainnya:
- Ritus Berlian: Sadhana Harian Dorje Shugden (Bahasa Indonesia)
- Dorje Shugden Gyenze untuk Memperpanjang Umur, Meningkatkan Pahala dan Kekayaan (Bahasa Indonesia)
- Dorje Shugden Trakze Untuk Menghalau Gangguan Ilmu Hitam & Makhluk Halus (Bahasa Indonesia)
- Proyek Pembangunan Stupa Relik Tsem Rinpoche (Bahasa Indonesia)
- ALBUM: Upacara Parinirwana Yang Mulia Kyabje Tsem Rinpoche (Lengkap) (Bahasa Indonesia)
- Parinirwana dari Yang Mulia Kyabje Tsem Rinpoche (Bahasa Indonesia)
- Dinasti Shailendra: Leluhur Buddhisme Mahayana di Indonesia (Bahasa Indonesia)
- Sebuah Doa Singkat Kepada Dorje Shugden (Bahasa Indonesia)
Please support us so that we can continue to bring you more Dharma:
If you are in the United States, please note that your offerings and contributions are tax deductible. ~ the tsemrinpoche.com blog team
DISCLAIMER IN RELATION TO COMMENTS OR POSTS GIVEN BY THIRD PARTIES BELOW
Kindly note that the comments or posts given by third parties in the comment section below do not represent the views of the owner and/or host of this Blog, save for responses specifically given by the owner and/or host. All other comments or posts or any other opinions, discussions or views given below under the comment section do not represent our views and should not be regarded as such. We reserve the right to remove any comments/views which we may find offensive but due to the volume of such comments, the non removal and/or non detection of any such comments/views does not mean that we condone the same.
We do hope that the participants of any comments, posts, opinions, discussions or views below will act responsibly and do not engage nor make any statements which are defamatory in nature or which may incite and contempt or ridicule of any party, individual or their beliefs or to contravene any laws.
Please enter your details