Membesar-besarkan Keterikatan (Bahasa Indonesia)
Periode tiga bulan dari April sampai Juni 2020 akan dikenang dalam ingatan kita sebagai saat dunia diselimuti oleh pandemi COVID-19. Laksana film Hollywood yang menggambarkan kehancuran di depan mata kita, jutaan orang terinfeksi, ribuan orang meninggal, dan untuk pertama kalinya lockdown diterapkan di kota-kota besar; warga harus tinggal di dalam rumah, mengenakan masker di tempat umum, menjaga jarak sosial, menutup usaha yang tidak bersifat esensial dan sebagainya. Pandemi ini membawa perubahan gaya hidup yang drastis dan akan meninggalkan dampak berkepanjangan ketika semua ini berakhir. Dunia yang dulu kita kenal tidak akan pernah sama lagi.
Pada periode ini, beberapa Pastor Kechara dan murid senior Yang Mulia Tsem Rinpoche ke-25 memutuskan untuk menggunakan media online untuk mengajar dan berbagi pengetahuan kami mengenai Dharma dan pengalaman pribadi. Ini adalah upaya Kechara untuk menjangkau masyarakat umum dan membantu mereka menghadapi situasi global yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Walaupun ini bukan kali pertama bagi kami untuk mengajar secara online, tetapi yang jelas kami belum pernah melakukannya dengan frekwensi sesering ini. Pada saat itu, saya mengajar online setiap dua hari, tiga atau empat kali seminggu. Karena intensitas frekwensi ini, saya harus mempersiapkan materi yang akan saya ajarkan, dan pada saat yang sama menyegarkan kembali ingatan saya mengenai ajaran yang Rinpoche berikan mengenai subyek-subyek tersebut.
Dari banyak ajaran yang diberikan secara live, saya memilih satu topik yang spesial – melebih-lebihkan keterikatan – seperti yang dipresentasikan di bawah ini. Ajaran ini berkesan bagi saya karena saya melihat ajaran ini sangat relevan bagi Kecharian (sebutan akrab untuk anggota Kechara) dan praktisi di seluruh dunia sekarang ini. Mudah-mudahan informasi yang saya berikan dapat menyampaikan makna dari ajaran ini. Menulis mengenai ajaran ini juga memberikan saya kebebasan untuk menguraikan dan memperluas apa yang dibagi secara verbal. Banyak yang saya jelaskan di sini adalah penggabungan ajaran yang diberikan oleh Yang Mulia Tsem Rinpoche, dikombinasikan dengan apa yang saya baca atau dengar dari ajaran guru lain seperti Lama Yeshe, Geshe Kelsang Gyatso, Dr Alexander Berzin dan sebagainya.
Asal Muasal Keterikatan
Informasi yang saya sampaikan mengenai keterikatan dilakukan ketika saya mencoba untuk menjelaskan psikologi dibalik rasa bosan dan frustasi yang kita alami ketika kita berada pada situasi lockdown di rumah. Pada saat itu, saya menjelaskan bahwa semua ini disebabkan keterikatan karena kita terikat dengan pergi keluar, berbelanja, bertemu teman-teman, nonton film di bioskop, dan sebagainya.
Untuk mengerti mengenai keterikatan, kita harus mempelajari rasanya terikat. Keterikatan tidaklah tergantung pada obyek, orang atau keadaan tertentu dimana kita merasa terikat pada mereka. Melainkan, keterikatan terkait pada persepsi dan bagaimana kita melihat sesuatu sebagai patut diinginkan. Menurut sang Buddha, kita tidak mempersepsikan obyek, orang dan dunia di sekitar kita sebagaimana adanya. Cara kita melihat mereka tergantung pada kepentingan diri karena kita menilai diri kita sebagai lebih penting dari makhluk lain. Hal ini dikenal sebagai pikiran yang mementingkan diri (self-cherishing mind). Sikap mementingkan diri muncul karena ‘mementingkan saya’ atau ego yang membuat kita berlaku seperti ini. Karena penekanan akan kepentingan diri, kita merasakan apa yang dikenal dengan keterikatan.
Sifat keterikatan adalah membangkitkan keinginan yang membawa kita pada perasaan melekat dan mendamba pada sesuatu benda, manusia atau keadaan yang kita anggap menarik. Hasrat yang mengikat adalah salah satu dari tiga delusi utama, dua lainnya adalah kebodohan dan kebencian. Ketiga delusi ini dikenal sebagai Tiga Racun. Keterikatan adalah delusi yang paling sulit dihilangkan. Seperti yang tertulis dalam Lamrim, menghilangkan keterikatan seperti membersihkan minyak dari kain yang telah terendam minyak. Karenanya tidak heran Sang Buddha menamakan alam dimana kita hidup sebagai alam keinginan. Alam keinginan mencakup enam jenis kelahiran yang sering dibahas dalam Budhisme: makhluk neraka, hantu kelaparan, hewan, manusia, setengah dewa, dan dewa. Hal ini dikarenakan sang Buddha bisa mempersepsikan fakta bahwa yang delusi yang umum diantara makhluk hidup adalah keinginan atau hasrat keterikatan.
Bagaimana Keterikatan Terwujud
Keterikatan muncul ketika kita mengembangkan rasa suka pada sesuatu obyek, hak milik, seseorang atau situasi tertentu dengan membesar-besarkan kualitas baik mereka dalam pikiran kita. Membesar-besarkan di sini berarti kita ‘membesarkan’ kualitas dari obyek tertentu dan berfokus pada hal ini. Dalam prosesnya, kita mengabaikan atau menyepelekan kekurangan atau kualitas negatif dari obyek tersebut. Hal ini membuat kita mendambakan semua hal yang menurut kita patut dimiliki, manusia yang kita gandrungi, obyek yang harus kita miliki, dan keadaan harus kita dapatkan walaupun kita sadar akan kekurangan dan kelemahan mereka.
Keterikatan mendorong kita untuk mengejar apapun yang kita anggap patut diinginkan tetapi belum kita dapatkan. Dengan melakukan hal ini, kita akan menukar atau berkorban untuk mendapatkannya. Kita mengalami penderitaan untuk memuaskan keinginan ini. Dan ketika kita mendapatkannya, kita khawatir akan kehilangan karena berbagai keadaan yang mungkin terjadi. Contohnya, ketika kita mencari pasangan yang tepat untuk waktu yang lama, dan kemudian menemukan orang yang ‘sempurna’ yang kita sukai. Kita terkejut ketika perasaan kita terbalas. Kita berusaha sebisa mungkin untuk menjaga pasangan ini karena kita khawatir kehilangan orang tersebut dan kesempatan menemukan pasangan hidup.
Selain itu, keterikatan membuat kita ingin mendapatkan lebih, dan dahaga ini tidak pernah terpuaskan. Semakin banyak uang dan kekuasaan yang kita dapatkan, semakin banyak yang kita inginkan. Pada saat inilah keterikatan kita bermanifestasi sebagai keserakahan. Akan tetapi, kita tidak pernah puas.Dalam kitab suci Buddhis, proses ini ibarat seseorang yang berusaha memuaskan dahaga dengan air laut. Semakin banyak yang diminumnya, semakin besar dahaganya. Dahaganya tidak pernah terpuaskan. Seperti itu juga ketika kita mendapatkan materi seperti pakaian, perhiasan, uang, properti, mobil dan sebagainya, kita selalu menginginkan lebih dan kita harus bekerja dua atau tiga kali lebih keras untuk mempertahankan gaya hidup ini.
Selain menginginkan lebih, kita menyadari bahwa apa yang kita dapatkan bisa hilang dan tidak mudah mendapatkannya lagi. Akan tetapi, walaupun kita sudah mempersiapkan berbagai cara untuk mencegah kehilangan ini, pada akhirnya kita akan kehilangan semua hal ini. Kita sangat menderita dan menjalani satu siklus untuk mendapatkannya lagi. Ada hal-hal dalam hidup ini dimana kita tidak mempunyai karma untuk mendapatkannya kembali setelah mengalami kehilangan. Contohnya, anda bisa kehilangan pusaka keluarga, dan karenanya kita sangat menderita karena pusaka ini tidak bisa tergantikan.
Kita juga melalui banyak penderitaan karena keterikatan kita pada harta benda yang berharga seperti jam tangan, tas tangan, mobil dan sebagainya. Hal ini terjadi ketika benda ini rusak atau dicuri. Kita bisa kehilangan sahabat yang baik karena pertengkaran atau alasan lain atau kematian. Semua hal ini tidak kekal. Tidak peduli apa bentuknya, semuanya adalah manifestasi dari keterikatan. Ketika kita menikmati atau hidup dalam keterikatan, kita memperkuat mereka dan keterikatan kita semakin kuat. Kita merasa sulit untuk melakukan praktik spiritual karena kita terganggu dan memiliki berbagai alasan untuk tidak melakukannya, dan kita mengalami pasang surutnya emosi. Pada akhirnya, keterikatan akan memerangkap kita dan pada saat kematian membawa kita pada kelahiran kembali yang tidak baik.
Sebuah Metode Untuk Mengurangi Keterikatan
Ada banyak cara untuk mengurangi keterikatan. Salah satu metode yang paling populer yang diajarkan oleh sang Buddha adalah bermeditasi mengenai kematian dan ketidak kekalan, dimulai dari mortalitas kita. Hal ini berarti kita merenungkan kematian kita dan membayangkan bagaimana rasanya meninggal, melalui berbagai sensasi yang kita rasakan saat menjelang ajal.
Secara tradisi, perenungan ini dilakukan dengan bantuan visual tengkorak atau tulang manusia. Di masa lalu, para pertapa akan melakukan meditasi kematian di tempat pembuangan mayat dimana tanda-tanda kematian tersebar dimana-mana. Bagi praktisi modern, Rinpoche menyarankan untuk menonton film dokumenter seperti Faces of Death, dimana kita melihat berbagai cara orang menemui ajal – mulai dari kecelakaan, pembunuhan atau bahkan proses otopsi dimana sebuah tubuh manusia dibelek seperti seonggok daging.
Rinpoche menjelaskan rasa takut kita terhadap berbagai visual ini merefleksikan keterikatan pada tubuh. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mengembangkan pengertian yang lebih dalam akan kebenaran tentang tubuh kita dan takdir yang menanti kita semua – kematian. Sebelum menonton video seperti ini, kita harus memiliki motivasi untuk merenungkan kematian dan tidak membiarkannya menjadi suatu sensasi atau hiburan. Tanpa motivasi ini, elemen spiritual dari kegiatan ini akan hilang.
Ketika perenungan ini dilakukan secara konsisten, keterikatan kita akan berkurang dan bukannya merasa takut, kita akan merasa lebih ringan dan mengalami lebih sedikit masalah emosi. Pada akhirnya, kita menyadari bahwa waktu kita di dunia terbatas dan karenanya kita menyadari bahwa waktu kita akan lebih bermakna bila digunakan untuk praktik spiritual dan belajar.
Kesimpulan
Seperti yang disebutkan sebelumnya, keterikatan adalah salah satu dari Tiga Racun, dua racun lainnya adalah kebodohan dan kebencian. Biasanya Tiga Racun ini digambarkan sebagai ular (kebencian), ayam jago [atau merpati] (keterikatan) dan babi (kebodohan). Tiga hewan ini terkunci di tengah gambar ‘roda kehidupan’, dan masing-masing menggigit buntut dari salah satu hewan lainnya. Gambaran ini menunjukan bahwa setiap delusi memacu dua [racun] yang lain dan sederhananya, hal ini berarti semakin besar keterikatan kita, semakin besar pula kebencian dan kebodohan yang kita miliki.
Pada akhirnya, Keterikatan adalah salah satu faktor utama yang mendorong kita pada kelahiran kembali yang negatif seperti sebuah siklus yang tak ada habisnya. Akan sulit untuk menghilangkan keterikatan secara keseluruhan dan karena itulah di Lamrim, dikatakan untuk menghilangkan keterikatan kita harus mengembangkan apa yang dinamakan pelepasan (renunciation), suatu harapan untuk meninggalkan siklus keberadaan yang mencakup kematian dan kelahiran kembali. Kita mengembangkan pelepasan dengan menggabungkan perenungan khusus mengenai kesalahan samsara (atau siklus keberadaan) serta menghargai dan merenungkan kelahiran menguntungkan yang kita miliki sekarang. Semua ini dijelaskan secara detil dalam ajaran Lamrim.
The Psychology of Boredom (Psikologi Rasa Bosan)
Untuk membaca informasi menarik lainnya:
- Ritus Berlian: Sadhana Harian Dorje Shugden (Bahasa Indonesia)
- Dorje Shugden – Pelindung Masa Kini (Bahasa Indonesia)
- Dorje Shugden Gyenze untuk Memperpanjang Umur, Meningkatkan Pahala dan Kekayaan (Bahasa Indonesia)
- Dorje Shugden Shize: Sebuah Praktik Untuk Penyembuhan dan Umur Panjang (Bahasa Indonesia)
- Dorje Shugden Wangze untuk Anugrah Daya Kuasa dan Pengaruh (Bahasa Indonesia)
- Dorje Shugden Trakze Untuk Menghalau Gangguan Ilmu Hitam & Makhluk Halus (Bahasa Indonesia)
- Proyek Pembangunan Stupa Relik Tsem Rinpoche (Bahasa Indonesia)
- ALBUM: Upacara Parinirwana Yang Mulia Kyabje Tsem Rinpoche (Lengkap) (Bahasa Indonesia)
- Parinirwana dari Yang Mulia Kyabje Tsem Rinpoche (Bahasa Indonesia)
- Dinasti Shailendra: Leluhur Buddhisme Mahayana di Indonesia (Bahasa Indonesia)
- Sebuah Doa Singkat Kepada Dorje Shugden (Bahasa Indonesia)
- Yang Mulia Dharmaraja Tsongkhapa (Bahasa Indonesia)
Please support us so that we can continue to bring you more Dharma:
If you are in the United States, please note that your offerings and contributions are tax deductible. ~ the tsemrinpoche.com blog team
DISCLAIMER IN RELATION TO COMMENTS OR POSTS GIVEN BY THIRD PARTIES BELOW
Kindly note that the comments or posts given by third parties in the comment section below do not represent the views of the owner and/or host of this Blog, save for responses specifically given by the owner and/or host. All other comments or posts or any other opinions, discussions or views given below under the comment section do not represent our views and should not be regarded as such. We reserve the right to remove any comments/views which we may find offensive but due to the volume of such comments, the non removal and/or non detection of any such comments/views does not mean that we condone the same.
We do hope that the participants of any comments, posts, opinions, discussions or views below will act responsibly and do not engage nor make any statements which are defamatory in nature or which may incite and contempt or ridicule of any party, individual or their beliefs or to contravene any laws.
Please enter your details