Pengenalan Pemula Terhadap Dorje Shugden (Bahasa Indonesia)
Artikel ini memuat materi pengenalan tentang Dorje Shugden dan praktiknya bagi pemula. Di sini akan dibahas berbagai macam topik yang diharapkan dapat memberi anda sebuah gambaran yang singkat dan jelas tentang Dorje Shugden dan praktik spiritual-Nya. Topik-topik yang akan dijelaskan mencakup beberapa prinsip inti sebagai berikut:
- Peran Dorje Shugden sebagai Pelindung Dharma
- Silsilah dan asal usul Dorje Shugden
- Mengintegrasikan konsep-konsep Buddhis dengan sosok Dorje Shugden
- Persiapan yang praktis untuk memulai praktik Dorje Shugden
- Penjelasan yang memadai tentang praktik Dorje Shugden
Karena tulisan ini merupakan panduan pengenalan bagi praktisi pemula, yang perlu digarisbawahi adalah bahwa panduan ini tidak menyertakan semua seluk-beluk tentang sosok Dorje Shugden maupun keseluruhan konsep Buddhis yang terkait dengan beliau. Jika anda ingin memperdalam pengetahuan tentang beliau, terdapat banyak bahan bacaan lebih lanjut yang dapat diakses di blog ini. Meski begitu, saya harap artikel ini dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan awal yang sering muncul tentang Dorje Shugden dan praktiknya.
Klik untuk melompat ke bagian yang menarik perhatianmu
- Peran Dorje Shugden sebagai Pelindung Dharma
- Silsilah dan Asal Usul Dorje Shugden
- Menggabungkan Konsep-konsep dalam Buddhisme dengan sosok Dorje Shugden
- Persiapan Untuk Praktik Dorje Shugden
- Sebuah Penjelasan mengenai Praktik Dorje Shugden
Peran Dorje Shugden sebagai Pelindung Dharma
Pertama-tama, penting untuk dijelaskan apa yang dimaksud dengan Pelindung Dharma sebelum mengkaitkan peran ini dengan Dorje Shugden. Dalam Buddhisme Tibet kita mengenal banyak Pelindung Dharma dan Dorje Shugden adalah salah satunya.
Apa yang dimaksud dengan Pelindung Dharma?
Istilah ‘Pelindung Dharma’ dapat dimengerti lebih baik jika kedua kata ditelaah secara terpisah sebelum digabungkan.
- Dharma – Kata Dharma berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti ‘perintah atau kebiasaan’. Dalam konteks saat ini dan dalam arti relijius, Dharma dapat diartikan berbagai hal, tergantung pada agama yang mendefinisikannya. Tapi secara umum istilah ini dapat diartikan sebagai “hukum dan aturan kosmik yang mengatur kehidupan dalam alam semesta”. Dalam Buddhisme secara khusus, karena sang Buddha mampu memahami hukum dan aturan alam semesta, Dharma diartikan sebagai penerapan ajaran Sang Buddha sebagai langkah-langkah menuju pemahaman tentang hukum dan aturan semesta.
- Pelindung – Dalam konteks ini, sosok Pelindung adalah mahluk yang menjaga dan melindungi kita dari ancaman dan rintangan yang dapat muncul saat kita menerapkan Dharma.
Karena itu, ketika digabungkan, istilah ‘Pelindung Dharma’ dapat didefinisikan sebagai sosok yang menjaga praktik ajaran Buddha dari rintangan yang dapat muncul saat berjalannya Dharma. Yang patut diperhatikan adalah bahwa sosok Pelindung Dharma tidak hanya melindungi praktik ajaran sang Buddha tapi juga para praktisi yang menerapkan ajaran tersebut sesuai prinsip Dharma.
Fungsi Pelindung Dharma dan Kaitannya Dengan Rintangan
Praktik Pelindung Dharma sangat dianjurkan untuk para praktisi spiritual karena sosok ini mampu membantu untuk mengidentifikasi dan mengatasi rintangan-rintangan yang kita hadapi. Hambatan dalam perjalanan spiritual kita (seperti penyakit dan emosi negatif) dapat memperlambat bahkan menghentikan kemajuan yang dicapai dengan menjadi gangguan bagi praktik kita. Beberapa rintangan lebih sulit untuk dikenali karena sifat masing-masing hambatan yang subyektif. Sebagai contoh, “video games” bisa jadi adalah sebuah rintangan atau kebiasaan yang sulit untuk saya kendalikan, tapi lebih mudah buat anda.
Dalam kebanyakan kasus, rintangan bisa muncul tiba-tiba dan menganggu kita di masa depan. Karena kita tidak mampu memprediksi kejadian di masa depan, hal ini dapat memberi dampak negatif pada kehidupan kita dan kemungkinan bisa merubah kondisi hidup kita secara mendasar. Maka menjadi kabar baik bagi kita bahwa sosok Pelindung Dharma mampu mengidentifikasi sekaligus menyingkirkan rintangan yang ada pada masa kini dan masa depan. Meskipun hal ini bukan berarti segala sesuatu akan menjadi lancar tanpa masalah sama sekali, tetapi yang jelas akan ada tambahan energi positif dalam hidup kita yang akan membantu kita merintangi pusaran energi negatif yang selalu berusaha menyeret kita ke dalamnya.
Pelindung Dharma Tercerahkan dan Tak Tercerahkan
Secara garis besar, sosok Pelindung Dharma dapat dikategorikan menjadi dua macam – Pelindung Dharma tercerahkan dan Pelindung Dharma tak tercerahkan. Sebuah sosok Pelindung Dharma yang sudah tercerahkan memiliki kebijaksanaan dan welas asih yang sempurna sedangkan sebaliknya pelindung yang tak tercerahkan tidak demikian. Anda bisa membandingkan hal ini dengan sebuah keahlian khusus seperti memasak. Pelindung Dharma yang tercerahkan mirip dengan “master chef” yang merupakan terbaik dalam bidangnya dan caranya bekerja. Pelindung Dharma tak tercerahkan bisa jadi juga mumpuni dalam karya mereka tapi seringkali masih kurang dibandingkan dengan yang memang benar benar ahli.
Jadi tidaklah mengherankan jika Pelindung Dharma yang tercerahkan jauh lebih mampu membantu para praktisi spiritual dibandingkan dengan yang tak tercerahkan. Yang menjadi soal di sini adalah bahwa memanggil Pelindung Dharma yang tercerahkan untuk membantu kita memerlukan pahala dalam jumlah besar, yang tidak selalu dimiliki kebanyakan orang. Untungnya ada juga sosok Pelindung Dharma tercerahkan yang sengaja tampil sebagai sosok tak tercerahkan dalam ‘bentuk yang duniawi’. Hal ini memungkinkan para praktisi untuk memohon bantuan beliau-beliau tanpa harus bermodalkan pahala sebanyak yang seharusnya ada. Menggunakan perumpamaan sebelumnya, memang bukan seperti belajar memasak dari seorang master chef yang hadir langsung di dapur kita, tapi seperti mengikuti kelas online yang diadakan seorang master chef. Intinya kita tetap bisa belajar langsung dari yang ahli tapi dengan cara yang lebih santai. Dorje Shugden adalah salah satu Pelindung Dharma tercerahkan yang memilih tampil dalam bentuk duniawi.
Bagaimana Pelindung Dharma Mengatasi Rintangan Kita
Penyebab munculnya rintangan bagi kita adalah karma negatif kita sendiri. Karma buruk ini terbentuk akibat perilaku kita yang tidak terpuji pada masa lampau, bahkan terkumpul dari berbagai kehidupan kita sebelumnya. Kita tidak bisa menghindar dari karma buruk kita, karena itu rintangan pasti muncul dalam hidup kita, biarpun bagaimana kuatnya kita berusaha merubah hidup kita dan kemanapun kita pergi. Sebuah cara yang relatif mudah untuk membedakan karma baik dan buruk adalah melalui pendekatan menimbang konsekuensi. Jika suatu hal berbuah positif, maka secara umum bisa kita katakan hal tersebut disebabkan oleh karma baik. Sebaliknya, jika sesuatu membuahkan hasil negatif, maka dapat diasumsikan bahwa itu merupakan hasil karma buruk.
Pelindung Dharma dapat membantu praktik spiritual kita melalui karma kita masing-masing. Satu cara yang umum adalah dengan mengaktifkan sejumlah karma baik kita dan pada saat yang bersamaan menekan karma buruk kita. Cara lain yang bisa dilakukan adalah dengan membantu kita memurnikan karma buruk. Jadi meskipun kita pada akhirnya tidak dapat menghindar dari konsekuensi karma buruk kita, Pelindung Dharma mampu menunda konsekuensi karma tersebut dan melalui proses pemurnian, akibat yang akhirnya muncul menjadi lebih ringan.
Terdapat dua faktor yang dapat mempengaruhi sejauh mana sosok Pelindung Dharma dapat membantu kita secara efektif.
Faktor pertama adalah kadar karma baik dan buruk kita sendiri. Karena sang Pelindung Dharma tidak bisa secara langsung mengurangi kadar karma kita, mereka hanya bisa mengaktifkan, menahan dan membantu kita untuk memurnikan karma yang menjadi milik kita. Oleh sebab itu, jika kadar karma baik kita rendah, sedangkan karma buruk kita menumpuk, ketika rintangan datang, sang Pelindung Dharma mungkin hanya bisa membantu dengan sebagian dari masalah kita. Sebaliknya, jika kadar karma baik kita tinggi dan karma buruk kita sedikit, sang Pelindung Dharma akan dapat dengan mudahnya mengatasi hampir semua rintangan kita.
Faktor kedua adalah akumulasi pahala yang dilakukan praktisi spiritual itu sendiri. Pahala dapat dianggap sebagai kekuatan positif seperti karma baik. Tetapi perbedaan keduanya adalah bahwa karma baik datang dari tindakan positif, sedangkan pahala datang dari tindakan positif dibarengi dengan dedikasi aksi tersebut untuk mencapai pencerahan dan untuk memberi manfaat bagi mahluk sadar lainnya. Pelindung Dharma dapat menggunakan energi positif tambahan ini untuk membantu kita dalam praktik spiritual kita.
Dalam hal ini, pahala menjadi sebuah tali asih antara kita dan Pelindung Dharma. Semakin banyak pahala yang kita kumpulkan, semakin kuat hubungan kita dengannya dan semakin cepat Pelindung Dharma kita dapat bertindak untuk membantu kita mengatasi rintangan yang ada.
Silsilah dan Asal Usul Dorje Shugden
Salah satu faktor terpenting tentang Dorje Shugden adalah bahwa beliau adalah sosok Pelindung Dharma tercerahkan yang muncul dari silsilah inkarnasi yang terdiri dari berbagai guru spiritual besar dari India dan Tibet. Dalam hal pencapaian spiritual, inkarnasi dalam silsilah beliau sering dianggap sejajar dengan silsilah Dalai Lama dan Panchen Lama. Pendapat ini didukung dalam berbagai tulisan oleh beberapa lama paling besar dari aliran Gelug di abad 20, termasuk Yang Suci Kyabje Pabongka Rinpoche dan Yang Suci Kyabje Trijang Rinpoche.
Apa yang dimaksud dengan Silsilah Inkarnasi?
Setiap mahluk sadar ada di bawah hukum karma yang meneruskan keberadaan mereka dalam enam alam Samsara. Karena segala bentuk dalam Samsara tidak permanen, para mahluk sadar senantiasa mengalami kematian dan kelahiran kembali. Bentuk-bentuk baru yang diambil dikenal sebagai inkarnasi dan sebuah silsilah inkarnasi mengacu pada sederet inkarnasi yang terjadi pada sosok yang sama. Dalam hal ini, semua orang memiliki silsilah inkarnasi tapi kebanyakan tidak layak diingat karena penuh dengan tindakan yang mementingkan diri sendiri.
Di sisi lain, mereka yang melakukan tindakan-tindakan penuh welas asih sepanjang hidupnya pastinya sangat patut diingat karena mereka menginspirasi kita untuk menjadi lebih seperti mereka, membawa kebahagiaan pada hidup kita dan pada akhirnya membebaskan kita dari kehidupan di Samsara. Sebagai contoh, Dalai Lama sampai saat ini telah menjalani 14 inkarnasi, yang berarti beliau telah lahir kembali paling tidak 14 kali di bumi, untuk meneruskan tugasnya membawa manfaat bagi mahluk sadar yang cukup beruntung untuk belajar tentang Dharma dari beliau. Sama halnya dengan berbagai guru spiritual agung lainnya yang juga memiliki silsilah inkarnasi, termasuk Dorje Shugden.
Berbagai Inkarnasi Dorje Shugden
Daftar di bawah ini mencakup berbagai inkarnasi Dorje Shugden yang cukup dikenal (dicantumkan secara kronologis pada umumnya).
- Manjushri
- Magadha Sangmo
- Virupa (Birwapa)
- Thonmi Sambhota
- Raja Trisong Detsen
- Mahasiddha Naropa
- Pandita Akarmati
- Lotsawa Loden Sherab
- Khedrub Khyungpo Neljor
- Je Khutonpa Chenpo
- Ra Lotsawa Dorje Drak
- Shakyashri Bhadra
- Kunkhyen Choku Oser
- Sakya Pandita Kunga Gyaltsen
- Butön Rinchen Drub
- Duldzin Drakpa Gyaltsen
- Tsarchen Losal Gyatso
- Panchen Sonam Drakpa
- Sonam Yeshe Wangpo
- Ngawang Sonam Geleg Pelzang
- Tulku Drakpa Gyaltsen
Manjushri – Buddha Kebijaksanaan
Dorje Shugden secara resmi diakui sebagai emanasi Bodhisattva Manjushri. Dalam bahasa Sansekerta, Manjushri memiliki arti ‘Keagungan Yang Lembut’ dan beliau dipercayai mengandung intisari kebijaksanaan transeden Buddha. Dalam beberapa tradisi (seperti Gelug), beliau dianggap sebagai sosok Buddha yang sepenuhnya tercerahkan dan dapat mengambil peran sebagai sosok yidam. Di negeri China, Gunung Wu Tai Shan diyakini sebagai tempat bersemayam Manjushri di bumi dan saat ini terdapat banyak biara di sana.
Dalam kehidupan awalnya, Manjushri adalah satu di antara delapan murid Bodhisattva dari Buddha Shakyamuni. Beliau sering melontarkan pertanyaan pada Sang Shakyamuni yang kemudian menjadi pemicu bagi ajaran-ajaran penting untuk diturunkan. Buddha Shakyamuni juga meminta Manjushri untuk memberi pengajaran dan juga seringkali mengirimkan beberapa murid untuk belajar dari Manjushri karena mereka lebih cocok diajar olehnya. Lebih cocok di sini berarti bahwa ajaran-ajaran tersebut akan lebih cepat diserap dan dimengerti oleh murid-murid yang telah dipilih.
Dalam seni ikonografi, Manjushri sering digambarkan memegang sebuah pedang bernyala di tangan kanannya, melambangkan kemampuan beliau untuk menebas habis ketidaktahuan serta ego kita yang menjadi akar penyebab semua penderitaan kita. Beliau juga sering digambarkan memegang sebuah teratai yang menopang kitab suci di tangan kirinya. Kitab Ini adalah kumpulan Sutra Kesempurnaan Kebijaksanaan, yang melambangkan pencapaian beliau akan kekosongan (sunyata) dan sekaligus kemampuannya membimbing praktisi untuk tidak meneruskan persepsi sesat mereka. Manjushri juga terkadang digambarkan mengendarai seekor singa, yang mewakili pikiran beliau yang berani dan tercerahkan serta kemampuannya menjinakkan pikiran liar para mahluk sadar yang lain.
Duldzin Drakpa Gyaltsen (1350 – 1413)
Inkarnasi lain Dorje Shugden dikenal sebagai Duldzin Drakpa Gyaltsen. ‘Duldzin’ adalah gelar khusus yang diberikan padanya, dan berarti ‘Pemegang Vinaya’, yang melambangkan pencapaian praktik spiritual tingkat tinggi. Duldzin Drakpa Gyaltsen juga merupakan satu di antara delapan murid terdekat Je Tsongkhapa, lama Buddhis Tibet yang mendirikan aliran Gelug dalam Buddhisme Tibet. Je Tsongkhapa terkenal akan ajarannya tentang Pandangan Tengah Nagarjuna dan beliau dipercayai sebagai sosok yang tercerahkan oleh berbagai guru spiritual tingkat tinggi.
Duldzin Drakpa Gyaltsen mengepalai proses pembangunan Biara Gaden di Lhasa, Tibet. Biara Gaden merupakan institusi perbiaraan skala besar pertama bagi aliran Gelug dalam Buddhisme Tibet. Duldzin Drakpa Gyaltsen mempersembahkan biara ini pada Je Tsongkhapa, dengan tujuan supaya gurunya yang sudah berumur tidak harus bepergian ke tempat-tempat jauh untuk mengajar. Di saat salah satu pengajaran ini berlangsung Duldzin Drakpa Gyaltsen mengucap janjinya untuk menjadi pelindung bagi Pandangan Tengah Nagarjuna, seperti yang diajarkan oleh Je Tsongkhapa, dalam inkarnasi selanjutnya.
Setelah mangkatnya Je Tsongkhapa, Duldzin Drakpa Gyaltsen diminta untuk menjadi Gaden Tripa sebuah posisi tertinggi dalam aliran Gelug. Namun, beliau dengan rendah hati menolak permintaan tersebut dan mengusulkannya untuk murid dekat lain Je Tsongkhapa, yaitu Gyaltsab Je. Duldzin Drakpa Gyaltsen kemudian mendedikasikan sisa hidupnya untuk mengembangkan dan menyebarkan ajaran gurunya di luar Biara Gaden.
Tulku Drakpa Gyaltsen (1619 – 1656)
Tulku Drakpa Gyaltsen adalah guru spiritual yang terakhir dalam silsilah inkarnasi Dorje Shugden sebelum beliau bangkit sebagai Pelindung Dharma. Disebutkan bahwa sejak usia dini, Tulku Drakpa Gyaltsen bisa mengingat kehidupan-kehidupan lampaunya secara jelas. Pertanda ini diartikan bahwa dalam kehidupan sebelumnya beliau telah mencapai tingkatan spiritual yang tinggi. Saat berumur enam tahun, beliau diakui sebagai sosok tulku dan diberi nama Tulku Drakpa Gyaltsen, oleh Panchen Lama saat itu, Lobsang Chokyi Gyaltsen.
Tulku Drakpa Gyaltsen merupakan murid Panchen Lama dan juga diakui sebagai inkarnasi cendekiawan Panchen Sonam Drakpa, yang karya-karya tulisnya sekarang digunakan untuk mendidik para biksu di beberapa biara pilihan. Lebih lanjut, Tulku Drakpa Gyaltsen telah mewarisi Kamar Atas di biara Drepung dari, inkarnasi beliau yang sebelumnya. Beliau juga belajar baik-baik bersamaan dengan Yang Suci Dalai Lama ke 5, Ngawang Lobsang Gyatso, yang tinggal di Kamar Bawah, dan mereka berdua dikatakan sejajar dalam pencapaian spiritual.
Ada tertulis bahwa Tulku Drakpa Gyaltsen sudah mengajar pada umur sembilan dan seiring dengan bertambahnya usia, pencapaian spiritualnya membuat dirinya terkenal seantero Tibet, bahkan sampai China dan Mongolia. Namun, beliau dikenal menghindari ketenaran dan perhatian dan lebih sering ditemukan bermeditasi sendirian dalam berbagai gua di Tibet daripada mengajar di biara. Orang-orang biasanya berusaha menemukan dirinya dalam gua tapanya untuk memberikan persembahan dan menerima pemberkatan. Tetapi karena beliau mementingkan privasinya, begitu ditemukan, beliau akan segera pindah tempat dengan harapan bisa bermeditasi dalam kesendirian.
Janji Dorje Shugden
Tiga inkarnasi yang telah dibahas di atas secara khusus sangat relevan dalam cerita asal usul Dorje Shugden. Sosok Manjushri menunjukkan tidak hanya statusnya sebagai murid langsung Buddha Shakyamuni, tapi juga tingkat praktik yang beliau capai dalam kehidupannya, yang memberinya keabsahan yang kuat untuk silsilah inkarnasinya sendiri. Duldzin Drakpa Gyaltsen dan Tulku Drakpa Gyaltsen berdua adalah inkarnasi kunci bagi Dorje Shugden untuk menjadi Pelindung Dharma. Seperti yang telah secara singkat disinggung, pada masa hidupnya sebagai Duldzin Drakpa Gyaltsen, sebuah janji telah dibuat berkaitan dengan Dorje Shugden menjadi Pelindung Dharma untuk ajaran Je Tsongkhapa tentang Pandangan Tengah Nagarjuna.
Suatu hari, ketika Je Tsongkhapa sedang memberi pengajaran, seekor merpati putih masuk ke dalam ruangan dan terbang berkitar sekeliling aula pengajaran. Saat sang merpati sedang terbang berputar, Duldzin Drakpa Gyaltsen bisa mengenalinya sebagai Pelindung Dharma Nechung dalam samaran. Setelah pengajaran selesai dan para biksu lainnya telah meninggalkan tempat, Duldzin Drakpa Gyaltsen tinggal dan bertanya pada Nechung kenapa dirinya dengan sengaja menganggu pengajaran gurunya.
Nechung kemudian menjelma menjadi seorang bocah laki-laki berjubah putih dan memberitahu Duldzin Drakpa Gyaltsen bahwa ajaran Je Tsongkhapa akan memerlukan sosok Pelindung Dharma di masa depan. Karena Nechung sudah ditugaskan untuk melindungi Buddhisme Tibet secara umum, beliau tidak bisa mengambil peran ini. Nechung kemudian meminta Duldzin Drakpa Gyaltsen untuk bangkit sebagai Pelindung Dharma untuk ajaran Je Tsongkhapa tentang Pandangan Tengah Nagarjuna. Karena dirinya sangat berdedikasi pada gurunya, Duldzin Drakpa Gyaltsen menerima permohonan ini dan berjanji pada Nechung.
Duldzin Drakpa Gyaltsen bereinkarnasi sebagai Tulku Drakpa Gyaltsen beberapa kehidupan kemudian. Di saat beliau sudah menjadi seorang biksu yang terkenal, Tulku Drakpa Gyaltsen berbicara pada Nechung melalui seorang penubuat. Nechung bertanya padanya apakah dirinya ingat akan janjinya menjadi Pelindung Dharma karena waktunya telah tiba. Tulku Drakpa Gyaltsen menjawab dirinya tidak ingat, karena itu Nechung memberinya beras yang telah diberkati untuk dimakan dan memintanya untuk bermeditasi. Setelah meditasinya usai, Tulku Drakpa Gyaltsen mengingat kembali janjinya tapi berkesimpulan bahwa dirinya tidak memiliki bibit murka yang cukup untuk menjadi Pelindung Dharma. Nechung menjawab untuk meyakinkannya, bahwa beliau akan membantu dengan menciptakan kondisi bagi Tulku Drakpa Gyaltsen untuk merasakan murka.
Setelah pembicaraannya dengan Nechung, Tulku Drakpa Gyaltsen menjadi semakin terkenal daripada sebelumnya. Semua orang, dari kalangan bangsawan maupun rakyat miskin, berbagai orang dari latar belakang berbeda melakukan perjalanan dari seluruh Tibet dan negara-negara tetangga untuk menemui beliau dan memberinya persembahan. Di saat berumur 38, popularitas beliau sepertinya telah melampaui Dalai Lama ke 5, suatu hal yang membuat pejabat-pejabat yang dekat dengan Dalai Lama tidak senang hati. Dibutakan oleh rasa cemburu yang teramat sangat, mereka bersekongkol untuk membunuh Tulku Drakpa Gyaltsen. Awalnya mereka mencoba dengan cara meracuninya dan kemudian menusuknya dengan belati, tapi karena tingkat spiritual beliau yang tinggi dan tidak adanya karma beliau untuk dicelakai dengan cara-cara tersebut, upaya ini semua gagal.
Hal ini membuat Tulku Drakpa Gyaltsen sadar bahwa untuk merasakan murka yang diperlukan bagi dirinya untuk bangkit kembali sebagai Pelindung Dharma, beliau harus membiarkan dirinya dibunuh terlebih dahulu. Untuk mencapai tujuan ini, beliau memberitahu para musuhnya bahwa mereka harus menyebabkan dirinya tidak bisa bernafas jika mereka mau membunuhnya. Karena itu mereka mengambil selendang sutra (khata) dan menyumpalkannya ke dalam mulutnya, sehingga beliau tak bisa bernafas dan meninggal. Saat dirinya sedang disumpal selendang, Tulku Drakpa Gyaltsen merasakan sedikit energi kemurkaan. Digabungkan dengan keinginannya untuk melindungi ajaran Je Tsongkhapa, hal ini membuatnya mampu bangkit kembali sebagai sosok Pelindung Dharma, sehingga berhasil menepati janjinya pada Nechung.
Dorje Shugden Bangkit
Disebabkan ketenaran dan reputasi Tulku Drakpa Gyaltsen yang tinggi, ribuan orang termasuk para muridnya dan berbagai guru spiritual jauh dekat berdatangan untuk memberi penghormatan di upacara kremasinya yang diadakan di Lhasa, Tibet. Tetapi ketika tumpukan kayu kremasinya akan dinyalakan, api tidak bisa menyulutnya, bahkan setelah dicoba berkali-kali.
Di saat inilah Dalai Lama ke 5, yang sebelumnya menganggap Tulku Drakpa Gyaltsen meninggal akibat sakit, berhasil mengetahui bahwa penyebab sesungguhnya adalah dibunuh. Merasa menyesal karena dirinya tidak bisa mencegah pembunuhan tersebut Dalai Lama ke 5 menuliskan sebuah permintaan maaf pada Tulku Drakpa Gyaltsen dalam bentuk doa.
Doa permintaan maaf tersebut dibacakan dengan keras di samping tempat kremasi oleh salah satu asisten Tulku Drakpa Gyaltsen. Setelah doa selesai dibacakan, tumpukan kayu secara spontan menyala sendiri.
Setelah mengetahui apa yang telah terjadi sesungguhnya, salah satu asisten Tulku Drakpa Gyaltsen lainnya membuka suara lantang tidak setuju dengan apa yang telah tuannya ijinkan terjadi. Asisten tersebut menggunakan jubah biksunya untuk memukuli tumpukan kayu kremasi karena frustasi. Hal ini menyebabkan munculnya awan besar asap hitam dari pembakaran jasad suci. Awan besar asap hitam hitam tersebut menyebar di atas langit, menutupi kota Lhasa dalam bentuk sebuah telapak tangan, yang dianggap oleh banyak orang sebagai pertanda dari roh Tulku Drakpa Gyaltsen yang ingin balas dendam.
Setelah kejadian ini, muncul berbagai bencana alam di sekitar Lhasa, termasuk gempa bumi, kelaparan dan kemarau. Banyak orang percaya bencana-bencana ini disebabkan oleh roh Tulku Drakpa Gyaltsen yang penuh dendam kesumat. Namun hal tersebut tidak benar karena kejadian-kejadian tersebut adalah manifestasi karma buruk dari pembunuhan seorang lama luhur. Sebagai upaya untuk mengatasi semua energi negatif yang muncul setelah upacara pemakaman Tulku Drakpa Gyaltsen, ritual-ritual besar oleh guru-guru spiritual ternama diadakan. Ritual-ritual ini dikenal sebagai puja api murka, bertujuan untuk menetralisir “roh” yang dianggap sebagai penyebab energi negatif. Mereka mencoba menaklukkan ‘roh’ menggunakan ritual api beberapa kali tapi selalu gagal. Disebutkan bahwa selama melakukan puja api, banyak dari guru spiritual mendapatkan penglihatan emanasi berbagai Buddha, tapi tidak melihat adanya ‘roh jahat’.
Setelah berbagai ritual tersebut gagal mencapai tujuannya, Dalai Lama ke 5 akhirnya berkesimpulan bahwa ‘roh’ yang tak bisa terkalahkan, Dorje Shugden, merupakan Tulku Drakpa Gyaltsen yang terlahir kembali sebagai Pelindung Dharma. Karena itu sang Dalai Lama ke 5 menuliskan sebuah proklamasi resmi dan doa untuk mengakui Dorje Shugden sebagai Pelindung Dharma yang sah.
Menggabungkan Konsep-konsep dalam Buddhisme dengan sosok Dorje Shugden
Proses visualisasi rupa Buddha adalah bagian integral dari banyak praktik dalam Buddhisme Tibet. Bagian ini akan membahas konsep mandala dan ikonografi Dorje Shugden, di mana keduanya digambarkan dalam rupa-rupa yang menjadi pondasi bagi praktiknya.
Rupa-rupa Buddha
Istilah ‘Rupa Buddha’ dapat terkesan luas artinya, tapi secara mendasar istilah tersebut mengacu pada segala penggambaran visual akan sosok Buddha. Rupa-rupa Buddha dapat mengambil berbagai bentuk seperti patung, gambar tangan atau digital. Rupa Buddha juga bisa secara gaya dipengaruhi oleh budaya dimana rupa tersebut diciptakan. Sebuah rupa Buddha dari satu budaya tidaklah lebih superior daripada rupa satunya dari budaya lain karena sosok Buddha dapat muncul dalam berbagai cara dan rupa. Hal ini membuat sebuah sosok Buddha lebih mampu untuk menarik lebih banyak manusia dari berbagai budaya untuk lebih dekat dengan Dharma dan dalam prosesnya mengembangkan lingkupnya untuk membawa manfaat pada lebih banyak mahluk sadar.
Rupa Buddha telah menjadi salah satu pilar penyokong penting bagi berbagai praktik Pelindung Dharma dan yidam dalam Buddhisme Tibet. Seringkali kita dianjurkan untuk memvisualisasikan sosok Buddha tertentu pada berbagai kesempatan dalam menjalankan praktik. Jika kita membayangkan sebuah rupa Buddha secara akurat dan mengerti perlambang-perlambang yang terkandung di dalamnya, kemauan kita untuk mengembangkan sifat-sifat khusus dari sosok Buddha tersebut akan dikuatkan. Alhasil, praktik Pelindung Dharma atau yidam akan membuahkan hasil yang lebih memuaskan dalam waktu yang lebih singkat melalui visualisasi rupa Buddha yang relevan dibanding tanpa proses visualisasi.
Mandala Dorje Shugden
Istilah ‘mandala’ dapat mempunyai makna spesifik yang berbeda tergantung pada konteks penggunaan kata tersebut. Dalam konteks dimana kita mempersembahkan sebuah mandala pada sebuah sosok Buddha, ia adalah perlambang seluruh semesta yang mengandung semua hal yang indah dan menawan dalam Samsara. Dalam konteks Dorje Shugden, mandala mewakili sifat-sifat beliau yang tercerahkan dan cara-cara yang beliau gunakan untuk membantu mahluk sadar sebagai Pelindung Dharma.
Mandala Dorje Shugden secara umum terdiri dari 32 dewata yang masing-masing melambangkan sifat spesifik tercerahkan beliau. Penggambaran mandala Dorje Shugden juga bisa termasuk sosok menonjol lain seperti Pelindung Dharma Setrap, atau Buddha Amitabha. Meskipun mandala Dorje Shugden dapat digambarkan dalam berbagai cara, ke 32 dewata utama seharusnya ada dalam variasi apapun. Hal ini dikarenakan para dewata tersebut dipercayai sebagai emanasi atau pancaran dari pikiran tercerahkan Dorje Shugden, yang berarti bahwa secara keseluruhan mereka mewakili identitas Dorje Shugden.
Catatan:
- Duldzin Dorje Shugden
- Vairochana Shugden (Shize)
- Ratna Shugden (Gyenze)
- Pema Shugden (Wangze)
- Karma Shugden (Trakze)
- Kesembilan Bunda
- Kedelapan Biksu Pembimbing
- Kesepuluh Pendamping Muda dan Murka
Dorje Shugden Rig Nga – Kelima ‘Agregat’ Dorje Shugden
Istilah ‘Dorje Shugden Rig Nga’dapat juga diterjemahkan sebagai ‘Lima Anggota Keluarga Dorje Shugden’ atau ‘Lima Tipe Dorje Shugden’. Istilah ini mengacu pada kelima ‘agregat’ yang bisa diambil oleh Dorje Shugden untuk mencerminkan ke lima agregat semua mahluk sadar. Sang Buddha menjelaskan bahwa setiap mahluk sadar memiliki kelima sisi atau agregat ini dan kelimanya memungkinkan kita untuk mengalami lingkungan di sekitar kita, baik fisik maupun non-fisik.
Kelima agregat tersebut adalah:
- Kesadaran
- Bentuk
- Perasaan
- Diskriminasi
- Komposisi Mental
Secara umum, alasan bagi para mahluk sadar untuk hidup dalam Samsara adalah karena kelima agregat kita dalam keadaan tidak murni, tercemar karma buruk. Ketidakmurnian ini memicu tindakan fasik, yang pada gilirannya akan melahirkan semakin banyak karma buruk, menyebabkan penderitaan kita bertambah. Sosok tercerahkan seperti Dorje Shugden telah memurnikan kelima agregat mereka dan ketika kita melakukan praktik mereka, kita memulai proses memurnikan kelima agregat kita sendiri seperti yang telah mereka lakukan sebelumnya. Dalam hal ini, kelima agregat atau bentuk Dorje Shugden memungkinkan kita untuk memurnikan satu sisi spesifik lebih cepat daripada yang lainnya. Karena itu, berdasarkan kondisi kita masing-masing, kita dapat memilih bentuk apa yang kita praktikkan karena hasil karma dari pemurnian suatu sisi secara spesifik dapat dirasakan dalam waktu jauh lebih singkat daripada melakukan praktik pemurnian pada umumnya.
Duldzin Dorje Shugden – Agregat Kesadaran
Duldzin Dorje Shugden diyakini sebagai bentuk utama Dorje Shugden karena dalam bentuk inilah beliau muncul pertama kali sebagai Pelindung Dharma. Di sini beliau dinamakan sesuai inkarnasi pertamanya, Duldzin Drakpa Gyaltsen, yaitu ketika beliau berjanji untuk merelakan dirinya menjadi Pelindung Dharma.
Duldzin Dorje Shugden memiliki penampilan mirip dengan seorang biksu manusia memakai jubah biara, dengan sebuah topi kubah keemasan di kepalanya yang menandakan dirinya adalah seorang lama sedang melakukan perjalanan. Beliau menggenggam sebuah pedang bengkok di tangan kanannya dan di tangan kiri beliau memegang sebuah permata hati di samping kait penjinak dan seekor luwak pemuntah permata. Tunggangannya adalah seekor singa salju yang garang, sering dianggap sebagai hewan maskot Tibet.
Sebagai perwakilan sisi kesadaran, Duldzin Dorje Shugden dipercayai bisa mengatasi kemarahan dan rasa benci yang muncul akibat ketidaktahuan dalam pikiran kita. Oleh sebab itu, Duldzin Dorje Shugden secara khusus menganugrahkan pada praktisi hadiah kebijaksanaan, yang membantu menyingkirkan rintangan dalam dan luar dalam hidup mereka.
Vairochana Shugden – Shize – Agregat Bentuk
Vairochana Shugden, juga dikenal sebagai Shize, diyakini sebagai bentuk Dorje Shugden sebagai pembawa kedamaian. Bentuk ini dibuktikan telah membantu praktisi untuk mengatasi rintangan yang dihadapi dengan cara-cara penuh damai menggunakan daya menenangkan.
Shize memiliki penampilan sebagai seorang pangeran berkulit putih yang mengenakan jubah sutra putih yang dihiasi berbagai warna cerah. Beliau juga mengenakan hiasan lainnya seperti sebuah penutup kepala keemasan. Beliau menggenggam sebuah anak panah yang dihiasi dengan sutra dalam lima warna dan sebuah cermin ramalan di tangan kanan dan sebuah jerat di tangan kiri. Tunggangannya adalah sebuah gajah berperangai lembut berwarna putih yang berhiaskan ornamen-ornamen yang sama indahnya.
Sebagai perwakilan sisi bentuk, Shize sangat manjur untuk menangkal karma buruk yang menyebabkan kita mengalami penyakit fisik maupun batin, serta halangan dalam lingkungan kita. Karena itu, Shize secara khusus mengabulkan permintaan praktisi untuk hidup yang lebih panjang, bahagia dan sehat, disertai dengan kemampuan untuk menenangkan energi kekerasan di sebuah wilayah. Dalam kasus yang ekstrim, Shize mampu membantu praktisi untuk terhindar dari bencana alam. Secara umum, kemanjuran ini membuat waktu yang diperlukan praktisi untuk mengumpulkan pahala menjadi lebih singkat, sehingga akan sangat membantu mereka dalam melakukan perjalanan spiritual.
Ratna Shugden – Gyenze – Agregat Perasaan
Ratna Shugden, juga dikenal dengan nama Gyenze, diyakini sebagai bentuk keberlimpahan Dorje Shugden. Bentuk ini ampuh membantu praktisi untuk menaklukkan rintangan yang ada dengan menggunakan metode yang memperkaya dan energi keberlimpahan.
Gyenze tampil sebagai pangeran surgawi berkulit kuning yang mengenakan jubah sutra kuning berhiasakan banyak warna terang. Sama seperti Shize, beliau juga mengenakan berbagai hiasan seperti tutup kepala keemasan. Di tangan kanannya, beliau memegang sebuah guci umur panjang berwarna emas yang penuh dengan nektar serta membawa sebuah ranting dari pohon pengabul permintaan. Di tangan kirinya, beliau memegang sebuah mangkuk penuh permata pengabul permintaan dan dalam beberapa penggambaran, beliau memegang sebuah bendera kemenangan di samping sebuah kait vajra. Tunggangannya adalah seeekor kuda keemasan (palomino) yang berperangai setengah giras dihiasi dengan ornamen yang mirip tuannya.
Sebagai perwakilan sisi perasaan, Gyenze manjur dalam menangkal karma buruk yang menyebabkan kita untuk merasa gelisah, gundah gulana dan menghilangkan kesempatan kita untuk merasa senang. Karena itu, Gyenze secara khusus mengabulkan permohonan praktisi akan kekayaan luar dan dalam. Hal ini bisa terjadi dengan mengurangi keterikatan mereka pada perasaan puas dan menghindarkan praktisi dari perasaan gundah. Keterikatan inilah yang menyebabkan beberapa tipe kesengsaraan, seperti rasa kikir yang berakhir dengan kemiskinan. Secara umum, keampuhan sosok ini membantu praktisi dengan meringankan beban mereka yang berkaitan dengan kekayaan sepanjang perjalanan spiritual mereka.
Pema Shugden – Wangze – Agregat Diskriminasi
Pema Shugden, atau juga dikenal sebagi Wangze, diyakini sebagai bentuk Dorje Shugden sebagai pengendali. Bentuk ini efektif dalam membantu praktisi untuk mengatasi rintangan yang dihadapi dengan menggunakan cara-cara mempengaruhi pihak lain dan menggunakan energi penaklukkan.
Wangze berpenampilan sebagai pangeran surgawi berkulit merah darah yang menyeringai setengah marah. Beliau mengenakan jubah sutra merah yang dihiasi bunga, dan seperti Shize dan Gyenze, beliau juga memakai penutup kepala berwarna emas dan hiasan elok lainnya. Beliau memegang sebuah kait vajra untuk menjinakkan di tangan kanannya dan sebuah jerat bertahtakan permata di tangan kiri. Tunggangannya adalah seekor naga biru kehijauan (gaya Timur) yang garang, seringkali dianggap sebagai simbol kekuatan dan kekuasaan.
Sebagai perwakilan sisi yang mampu membedakan, Wangze ampuh dalam menangkal karma buruk yang menyebabkan kita selalu memandang dunia dengan pikiran yang tertutup dan menghakimi. Karena itu, Wangze secara khusus membantu praktisi untuk mengendalikan dan mendisiplinkan pikiran mereka sendiri sehingga mereka bisa melihat dunia dengan lebih obyektif. Dengan berkurangnya persepsi yang salah, penderitaan kita dari perasaan marah dan akibat depresi dapat juga diminimalisir. Selain itu, melalui ucapan dan tindakan kita, orang lain dapat terpengaruh dan terpikat dengan tingkat disiplin dan kendali yang terlihat jelas. Secara umum, kemanjuran sosok ini bisa membantu praktisi untuk sukses dalam mempengaruhi orang lain dan merubah situasi negatif menjadi positif.
Karma Shugden – Trakze – Agregat Komposisi Pikiran
Karma Shugden, juga dikenal sebagai Trakze, adalah bentuk Dorje Shugden yang paling murka. Bentuk ini sering dipanggil untuk menangkis delusi hebat dan energi negatif yang kuat seperti ilmu sihir hitam.
Trakze berpenampilan sebagai sosok pangeran berkulit merah tua dengan ekspresi yang sangat murka. Beliau mengenakan pakaian ringan terbuat dari sutra hitam dan sebuah mahkota di atas kepalanya dari mana lidah-lidah api menyeruak menyala. Beliau menggenggam sebuah pedang besar di tangan kanannya, dan sebuah jantung berdarah di tangan kiri serta sebuah kait penjinak yang kadang-kadang hadir di sampingnya. Kendaraan beliau adalah seekor burung raksasa yang mirip elang yang dikenal dengan nama Garuda, seringkali digambarkan dengan seekor ular di antara cakar dan paruhnya.
Sebagai perwakilan sisi kondisi/kesehatan mental, Trakze terbukti manjur untuk menangkal karma buruk yang menyebabkan kita mengalami serangan energi negatif dari sumber fisik maupun non-fisik. Karena itu, Trakze mengkhususkan diri memberi praktisi perlindungan terhadap hadangan yang berbahaya sehingga mengancam keselamatan secara fisik dan mental. Sebagai bentuk Dorje Shugden yang paling murka, Trakze mampu membantu praktisi mengatasi rintangan yang bersifat ekstrim secara cepat dan efektif. Secara umum, keampuhan beliau akan mengurangi kekhawatiran praktisi dalam menghadapi rintangan yang berpotensi mengalihkan perjalanan spiritual mereka, sehingga bisa terus terfokus secara konsisten pada praktik spiritual mereka.
Rombongan Dorje Shugden
Para dewata utama yang tersisa dalam mandala Dorje Shugden dianggap sebagai rombongan pendamping beliau. Secara individu, mereka masing-masing tidak memiliki kekhususan yang setingkat dengan kelima sisi agregat Dorje Shugden. Namun, secara kolektif, mereka masih memberi manfaat khusus bagi para praktisi yang sangat membantu dalam praktik spiritual kita. Penting untuk mengingat bahwa para dewata dalam rombongan Dorje Shugden adalah hasil emanasi dari pikiran beliau yang tercerahkan. Hal ini berarti bahwa mereka juga mahluk tercerahkan yang bisa diandalkan untuk membantu para praktisi menggunakan kemampuan mereka melihat ke depan dan kekuatan lainnya yang tak terbatas.
Kesembilan Bunda
Kesembilan Bunda dalam rombongan pengiring Dorje Shugden tampak sebagai gadis-gadis surgawi yang cantik jelita dan mengenakan pakaian yang terbuat dari sutra indah. Mereka memakai dan memegang seperangkat benda yang melambangkan unsur-unsur alam dan benda-benda yang biasanya diingini orang. Kesembilan Bunda melambangkan kemampuan Dorje Shugden untuk membantu para praktisi melindungi kelima indera mereka dan mengembangkan kemampuan untuk mengendalikan keempat unsur yang terkandung dalam tubuh mereka. Ini sangat bermanfaat khususnya bagi para praktisi yang menjalankan meditasi tantra tingkat lanjut.
Kedelapan Biksu Pembimbing
Kedelapan Biksu Pembimbing dalam rombongan Dorje Shugden berpenampilan sebagai biksu yang telah ditahbiskan secara penuh dan mengenakan jubah yang berwarna safron. Mereka mengenakan berbagai penutup kepala yang memiliki makna berbeda seperti topi kubah emas yang melambangkan perjalanan, dan topi kuning, yang melambangkan aliran Gelug seperti diturunkan oleh Je Tsongkhapa. Mereka juga memegang berbagai benda yang biasa ada di biara seperti kitab Dharma, tongkat biksu dan alat-alat ritual lainnya.
Kedelapan Biksu Pembimbing mewakili kemampuan Dorje Shugden untuk membantu para praktisi dengan menyingkirkan rintangan dan menciptakan kondisi yang tepat untuk tetap menjaga sumpah dan komitmen spiritual mereka secara baik. Dalam makna yang lebih luas, sederet manfaat ini akan menjadi sebuah pengaruh yang positif dalam pertumbuhan Dharma. Orang pada umumnya akan lebih cenderung mendengarkan dan belajar dari praktisi yang berbicara dan bertindak penuh integritas.
Kesepuluh Pengawal Muda dan Murka
Kesepuluh Pengawal Muda dan Murka dalam rombongan Dorje Shugden tampil sebagai prajurit yang berasal dari berbagai negara seperti Tibet, Mongolia dan China. Beberapa dari mereka memiliki ekspresi damai sedangkan lainnya murka. Mereka memegang berbagai senjata yang melambangkan kesiapan mereka untuk melindungi para praktisi dengan menyapu bersih rintangan luar dan dalam yang dihadapi. Hal ini terutama berlaku bagi rintangan yang membuat para praktisi menyimpang dari janji dan komitmen mereka pada sang guru.
Para Menteri Dorje Shugden
Dorje Shugden juga memiliki beberapa menteri dalam rombongannya yang tugasnya membantu menyingkirkan rintangan bagi para praktisi. Para menteri ini terkadang digambarkan dalam sebuah rupa mandala Dorje Shugden. Meski mereka ini tidak termasuk dalam ke 32 dewata utama dalam mandala Dorje Shugden, mereka dalam setiap pribadi mereka masih dipercayai sebagai Pelindung Dharma yang ampuh.
Kache Marpo
Menteri utama Dorje Shugden bernama Kache Marpo. Beliau dianggap sebagai Pelindung Dharma yang muncul secara mandiri dengan rangkaian doanya sendiri tapi setelah bangkitnya Dorje Shugden beliau menawarkan diri untuk menjadi menteri Dorje Shugden. Hal ini menunjukkan kerendahan hati Kache Marpo dan pemahamannya bahwa praktik Dorje Shugden akan menjadi andalan pada masa yang akan datang.
Kache Marpo berpenampilan sangat murka sebagai prajurit dengan kulit berwarna merah tua, memiliki tiga mata dan taring menonjol keluar yang senantiasa digunakannya untuk menggigiti bibir bawahnya. Beliau mengenakan baju zirah di tubuhnya dan menggenggam sebuah tombak panjang merah di tangan kanannya dan sebuah jerat di tangan kiri. Beliau mengenakan sebuah helm yang dihiasi banyak bendera kemenangan terbuat dari sutra dalam sembilan warna. Tunggangannya berupa kuda garang yang berhiaskan sadel indah dengan berbagai aksesoris.
Namkar Barzin
Menteri Dorje Shugden lainnya bernama Namkar Barzin. Beliau diyakini sebagai sosok Pelindung Dharma yang tidak tercerahkan, meski mempunyai rangkaian doa dan mantranya sendiri. Namkar Barzin asal usulnya merupakan seorang biksu Mongolia yang berubah menjadi roh penuh dendam setelah mati sebelum waktunya dan secara mengenaskan. Namun, rohnya tidak lama kemudian diikat sumpah menjadi Pelindung Dharma oleh Yang Mulia Domo Geshe Rinpoche pada tahun 1920an. Kemudian beliau ditawarkan kepada Dorje Shugden yang memasukkannya ke dalam rombongan beliau sebagai menteri.
Namkar Barzin berpenampilan sebagai biksu yang murka dengan kulit berwarna merah tua, tiga mata dan taring menonjol keluar yang digunakannya untuk mengigiti bibir bawahnya. Beliau mengenakan jubah biksu, menggenggam sebilah pedang di tangan kanan dan di kiri sebuah cawan dari tengkorak yang penuh darah. Tunggangan beliau adalah seekor hewan mistis yang berasal dari Asia Timur bernama Kilin, yang seringkali digambarkan sebagai mahluk berkaki empat dengan kaki kuda, tanduk rusa dan kulit bersisik.
Ikonografi Dorje Shugden
Dalam pengertian rupa Buddha, ikonografi secara umum mengacu pada berbagai simbol dalam penggambaran sosok Buddha yang biasanya mewakili sifat-sifat khusus Buddha tersebut. Jika kita menguraikan ikonografi Dorje Shugden, kita akan menyadari bahwa setiap simbol menggambarkan suatu sifat tercerahkan yang khusus. Tapi dalam pengertian keseluruhannya, ikonografi Dorje Shugden melambangkan sebuah jalur yang lengkap menuju pencerahan. Karena itu, bermeditasi pada bentuk Dorje Shugden (dengan pengertian yang akurat tentang ikonografinya) akan menghasilkan pahala yang menjadi energi tambahan bagi perjalanan spiritual seorang praktisi. Berikut ini adalah ikonografi bentuk utama beliau, Duldzin Dorje Shugden.
Catatan:
- Api Kebijaksanaan
- Topi Kubah Emas
- Pedang Kebijaksanaan
- Mata Ketiga
- Kait Penjinak
- Permata Jantung
- Luwak Pemuntah Permata
- Jubah Biksu
- Sepatu Bot Kulit Harimau
- Singa Salju
- Sang Musuh
- Teratai dan Bantal Matahari
Api Kebijaksanaan
Terdapat nyala api agung yang muncul dari dalam tubuh Dorje Shugden dan mengelilingi beliau dalam terang yang menyeruak. Api ini melambangkan pencapaian Bodhicitta, oleh Dorje Shugden, yang berarti bahwa tubuh, perkataan dan pikiran beliau berjalan dengan fungsi welas asih yang sempurna untuk kepentingan setiap mahluk sadar.
Selain itu, api ini juga melambangkan kemampuan Dorje Shugden untuk membakar habis semua rintangan dan ketidaktahuan yang menyebabkan penderitaan bagi seorang mahluk sadar. Para praktisi yang berhasil mengembangkan hubungan yang lebih dekat dengan Dorje Shugden akan melihat sendiri bahwa rintangan yang ada dapat diatasi dengan lebih cepat, seperti halnya api akan membakar dengan lebih efektif jika kita dekat dengannya.
Topi Kubah Emas
Dalam Buddhisme Tibet, ketika seorang lama melakukan perjalanan, mereka menuruti tradisi akan memakai topi bentuk kubah untuk perlindungan. Topi kubah Dorje Shugden menandakan bahwa beliau selalu bergerak aktif dan siap memberi perlindungan bagi mahluk sadar yang memohon padanya. Topi beliau juga melambangkan janji Dorje Shugden untuk selalu melindungi Pandangan Tengah Nagarjuna yang diajarkan oleh Je Tsongkhapa.
Pedang Kebijaksanaan
Dorje Shugden menggenggam sebilah pedang di tangan kanannya, yang mirip dengan pedang kepunyaan Buddha Kebijaksanaan, Manjushri. Pedang ini melambangkan kemampuan beliau untuk melibas habis ketidaktahuan yang menjadi akar penyebab mahluk sadar untuk terjebak dalam karma negatif dan karenanya menderita. Karena itu, Dorje Shugden menganugrahkan kebijaksanaan kepada para praktisi yang tidak hanya menyingkirkan ketidaktahuan, tapi ketika ketidaktahuan sudah sirna, kebijaksanaan bisa tumbuh berkembang.
Bentuk pedang ini, yaitu cukup pendek dan bengkok, melambangkan dua hal. Pertama, pendeknya pedang mewakili kesediaan Dorje Shugden untuk melindungi praktisi secar cermat dalam melawan ketidaktahuan dan karma negatif. Yang kedua, bentuknya yang bengkok melambangkan ampuhnya Dorje Shugden sebagai Pelindung Dharma karena pedang bengkok berkemampuan merusak lebih daripada pedang yang lurus.
Mata Ketiga
Di samping memiliki sepasang mata seperti lazimnya, Dorje Shugden juga punya mata ketiga yang ada di dahinya. Mata ketiga ini melambangkan kemampuan cenayang Dorje Shugden yang sempurna, yaitu kemampuan beliau untuk mencerna masa lampau, kini dan masa depan pada saat yang bersamaan dan tanpa batas.
Dalam pengertian lain, mata ketiga juga mewakili kemampuan Dorje Shugden untuk mengerti sifat realita dengan persepsi tajam yang menembus ketidaktahuan dan delusi. Hal ini menjadi atribut yang penting untuk sosok Pelindung Dharma, karena Dorje Shugden mampu bertindak dalam caranya yang membantu mahluk sadar, jangka pendek maupun panjang.
Kait Penjinak
Pada satu sisi, kait penjinak yang ditopang lengan kiri Dorje Shugden, melambangkan kemampuan beliau untuk mengendalikan pikiran negatif dari seorang praktisi. Dorje Shugden ampuh dalam mengendalikan pikiran yang liar dan negatif, penyebab utama ucapan dan tindakan buruk, yang menghasilkan penumpukan karma negatif bagi mahluk sadar.
Di sisi lain, kait penjinak melambangkan kemampuan Dorje Shugden untuk menciptakan kondisi yang kondusif bagi praktisi untuk mencapai kemajuan secara lancar pada jalur spiritual yang mereka tapak. Kondisi seperti itu bisa berupa kekayaan materi, hubungan dengan sesama yang sehat atau bahkan keberuntungan dalam mendapatkan guru spiritual yang mumpuni.
Permata Jantung
Dorje Shugden menggenggam sebuah permata jantung di tangan kirinya yang dapat melambangkan beberapa hal yang berbeda. Satu pengertian adalah bahwa jantung tersebut adalah milik “sang musuh”, yaitu ketidaktahuan mahluk sadar. Dalam hal ini, Dorje Shugden bertindak sebagai Pelindung Dharma yang mencabik dan menghancurkan intisari penderitaan sang praktisi, yaitu ketidaktahuan.
Permata jantung juga melambangkan potensi awal mahluk sadar untuk mencapai pencerahan, juga keinginan mereka untuk memenuhi potensi tersebut. Dalam hal ini, Dorje Shugden tampil untuk mendukung potensi ini dan melindungi praktisi yang bertujuan mencapai pencerahan.
Luwak Pemuntah Permata
Sang luwak pemuntah permata, yang bertengger di lengan kiri Dorje Shugden, adalah sebuah simbol tradisional akan kemakmuran dan kemurahan hati. Dalam hal ini, kemakmuran mengacu pada kekayaan batin maupun materi. Permata yang keluar dari luwak ini juga dikenal sebagai permata pengabul permintaan, jadi bukan sekedar permata duniawi. Permata pengabul permintaan ini muncul dari pikiran tercerahkan Dorje Shugden yang bisa membantu dan memberi manfaat pada kita. Permata semacam ini tentunya berbeda dengan permata duniawi yang seringkali menciptakan penderitaan karena menjadi obyek kemelekatan dan keinginan bagi mahluk sadar.
Kekayaan materi dinilai secara berbeda antar satu sama lain dan dapat berupa berbagai bentuk seperti uang yang bertambah dan kesehatan, hubungan antar sesama yang harmonis dan koneksi kerja yang menguntungkan. Namun, apapun bentuknya, tanpa harus khawatir tentang tidak cukupnya materi, para praktisi dengan pasti bisa lebih berfokus pada praktik spiritual mereka. Dengan logika yang sama, setiap orang memiliki kebutuhan spiritual yang berbeda; beberapa orang bisa jadi suka cemburu, dan orang lain gampang marah. Kekayaan spiritual dapat berupa pengurangan emosi negatif, atau dalam bentuk menggapai pencapaian spiritual sebagai hasil dari praktik yang konsisten.
Karena itu, sang luwak pemuntah permata mewakili kemampuan Dorje Shugden untuk menyediakan kekayaan materi dan batin bagi praktisi dalam jumlah yang berlimpah, supaya lingkungan yang kondusif bagi praktik spiritual bisa tercipta.
Jubah Biksu
Dorje Shugden tampil sebagai seorang biksu yang sepenuhnya tertahbiskan dengan jubah tiga lapisnya. Penampakannya sebagai seorang biksu melambangkan banyak kehidupan lampau beliau sebagai guru spiritual dengan pencapaian tingkat tinggi. Secara khusus, dalam kedua kehidupan lampau dimana beliau berjanji akan menjadi Pelindung Dharma, dan ketika beliau akhirnya bangkit sebagai Pelindung Dharma, beliau saat itu adalah biksu yang sangat dihormati pada tingkat yang tertinggi.
Jubah biksu tiga lapis beliau mewakili tiga rangkaian sumpah Buddhis. Hal ini menunjukkan disiplin diri tak tergoyahkan yang melekat pada Dorje Shugden, yang merupakan inspirasi bagi praktisi spiritual untuk mencontohnya.
Sepatu Bot Kulit Harimau
Dorje Shugden memakai sepasang sepatu bot yang terbuat dari kulit harimau, yang melambangkan kedekatan beliau dengan mahluk sadar yang memiliki nafsu keduniawian. Hal ini berarti tingkat pahala yang diperlukan seorang mahluk sadar untuk menerima bantuan Dorje Shugden jauh lebih rendah, dibandingkan dengan para Pelindung Dharma lainnya yang tidak menyatakan diri dalam bentuk duniawi. Lebih jauh, ini berarti bahwa hasil dari memohon bantuan Dorje Shugden biasanya dapat dirasakan jauh lebih cepat dibanding dengan Pelindung Dharma lainnya.
Singa Salju
Kendaraan Dorje Shugden, berupa seekor singa salju, adalah hewan surgawi Tibet. Singa salju menurut tradisi bersifat garang dan kuat, dan di sini ia berupa representasi dari pikiran Dorje Shugden yang tak kenal takut. Rasa takut hanya muncul ketika kita penuh ketidaktahuan, karena itu pikiran pemberani Dorje Shugden adalah sebuah bukti akan kemampuannya meyingkirkan ketidaktahuan dan menanam kebijaksanaan pada pikiran mahluk sadar lainnya.
Dalam pengertian lainnya, singa salju juga mewakili kemampuan Dorje Shugden dalam menjinakkan pikiran yang liar dan garang. Selain itu, kemurkaan singa salju menandakan kecepatan yang dimiliki Dorje Shugden dalam membantu mahluk sadar dan kuasa yang dimilikinya dalam menaklukkan berbagai rintangan besar yang bisa muncul pada jalur spiritual.
Sang Musuh
Terkadang singa salju tunggangan Dorje Shugden digambarkan sedang menginjak-injak sosok manusia. Sosok ini adalah cerminan bentuk manusia kita sendiri dan melambangkan tiga racun pikiran; ketidaktahuan, kemelekatan dan rasa benci. Ketiga racun ini adalah musuh sejati yang menyebabkan mahluk sadar mengalami penderitaan di Samsara. Oleh sebab itu, Dorje Shugden dan singa saljunya menginjak-injak sang musuh melambangkan kemampuannya menaklukkan dan mengalahkan ketiga racun pikiran. Selain itu, sang musuh seringkali juga digambarkan sedang diinjak ke dalam sebuah bantal matahari, yang melambangkan pengenyahan sang musuh melalui pemahaman akan kekosongan atau sunyata.
Teratai dan Bantal Matahari
Bunga teratai adalah sebuah simbol umum dalam Buddhisme dan dapat ditemukan dalam berbagai rupa Buddha. Bunga ini tumbuh dalam air yang keruh tapi merekah di atas permukaan air dan tampak bersinar dan penuh warna. Karena itu bunga teratai melambangkan kemurnian pikiran tercerahkan yang tidak tercemar oleh penyebab penderitaan dalam Samsara.
Lebih jauh, terdapat berbagai interpretasi tentang apa yang dilambangkan oleh sekuntum teratai, berdasarkan warna bunganya. Tapi dalam ikonografi Dorje Shugden, pikiran beliau yang tercerahkan dan bahwa tindakan beliau didasarkan atas welas asih yang murni untuk mahluk sadar lainnya.
Pada akhirnya, bantal matahari melambangkan pemahaman sempurna Dorje Shugden tentang sunyata. Hal ini membuktikan kemampuannya membimbing para praktisi menuju tingkatan pengertian yang sama tentang sunyata, yang pada gilirannya menjadi penyebab dihilangkannya ketiga racun pikiran.
Persiapan Untuk Praktik Dorje Shugden
Sebelum memulai praktik Dorje Shugden, akan sangat membantu untuk memahami bagaimana dan mengapa kita (sebagai Buddhis) dianjurkan untuk menyusun sebuah altar. Dalam bagian ini, kita akan membahas pengetahuan dasar tentang berbagai altar dalam tradisi Buddhisme Tibet serta sejumlah saran yang praktis tentangnya. Hal ini akan termasuk komponen-komponen utama sebuah altar Buddhis Tibet dan saya akan memberi anda beberapa ide untuk persembahan yang dianjurkan. Khususnya dalam tradisi Buddhisme Tibet, altar sangat membantu dalam memaksimalkan manfaat dari praktik yang tengah kita jalani.
Apa yang dimaksud dengan Altar?
Sebuah altar adalah tempat spesifik dimana persembahan dibuat kepada suatu subyek terkhusus. Ini menjadi alasan mengapa altar dapat ditemukan di kebanyakan agama besar juga di sekte-sekte kecil lainnya. Bahkan dalam Buddhisme Tibet, altar dapat didirikan bagi mahkluk tak tercerahkan, seperti kepada Pelindung Dharma tak tercerahkan, Namkar Barzin. Tetapi dalam bagian ini kita akan fokus pada cara-cara membuat sebuah altar Buddhisme Tibet untuk Dorje Shugden, sosok mahluk yang tercerahkan.
Sebuah altar dapat didirikan di berbagai tempat seperti di kantor, kamar tidur atau ruang keluarga. Dengan alasan rasa hormat dan untuk praktisnya, dianjurkan tidak membuat sebuah altar di dekat kaki ranjang, dalam kamar mandi atau tempat yang ramai atau sibuk seperti di dapur. Persembahan pada altar dapat berupa barang-barang seperti air, dupa, buah dan bunga segar. Ini menjadi pertanda keinginan kita untuk memperlakukan sosok tujuan altar tersebut seakan-akan beliau adalah tamu yang sangat kita hormati dan muliakan.
Tidak ada batas minimum maupun maksimum dalam ukuran sebuah altar tapi secara umum dianjurkan untuk memiliki sebuah altar sebesar dan sebagus mungkin sesuai kemampuan kita. Secara keseluruhan yang penting untuk altar Buddhisme Tibet adalah gampangnya akses kita pada altar itu sendiri, oleh karena itu sebaiknya tidak terlalu tinggi letaknya maupun terlalu rendah.
Fungsi sebuah Altar Buddhis Tibet
Dalam Buddhisme Tibet, sebuah altar secara umum menyediakan sebuah ruang khusus bagi seseorang untuk melakukan berbagai aktivitas spiritual seperti meditasi, menyiapkan persembahan dan membaca doa. Melalui praktik semacam ini, sebuah altar berfungsi sebagai sarana untuk praktisi memurnikan karma buruk mereka dan menciptakan pahala untuk memantapkan jalur spiritual mereka.
Sebuah altar seharusnya memiliki sebuah rupa Buddha, dan rupa ini hendaknya merupakan Buddha khusus yang kita sembah. Sebagai contoh, jika kita menyembah Dorje Shugden, kita hendaknya memiliki setidaknya satu rupa Dorje Shugden pada altar kita. Hal ini dikarenakan altar juga berfungsi sebagai alat bantu visual bagi praktisi selama bermeditasi atau berdoa.
Biarpun kita diperbolehkan membuat altar pada mahluk yang belum tercerahkan, secara umum kita dianjurkan untuk memisahkan altar kita yang ditujukan pada mahluk tercerahkan. Hal ini untuk mengingatkan kita akan tujuan akhir Buddhisme, yaitu mencapai pencerahan. Penting bagi kita untuk menyadari bahwa kita bukanlah berdoa pada mahluk tercerahkan itu sendiri tapi pada pencapaian mereka akan sifat-sifat tercerahkan. Karena itu, sebuah altar mengingatkan sang praktisi akan tujuan spiritualnya untuk mengembangkan sifat-sifat sosok yang tercerahkan.
Secara umum, altar ada untuk memberi manfaat bagi para praktisi, bukanlah memberi manfaat pada subyek altar itu sendiri. Altar kita jangan disalah artikan sebagai sarana untuk menyogok sosok yang tercerahkan untuk memenuhi permintaan kita yang egois. Karena mahluk tercerahkan tidak memiliki kemelekatan maupun nafsu, upaya untuk menyogok mereka tidak akan pernah berhasil. Mereka hanya akan mengabulkan permintaan kita selama hal tersebut bisa membantu kita dalam perjalanan spiritual kita. Karena itu altar hanya memberi manfaat bagi orang yang melakukan praktik spiritual mereka secara tulus, dengan kerinduan untuk mengubah pikiran mereka secara positif untuk memberi manfaat mahluk sadar lainnya.
Komponen-komponen Utama Sebuah Altar
Dalam Buddhisme Tibet, kita dianjurkan memiliki tiga komponen utama pada altar kita.
- Tubuh Sang Buddha
- Ucapan Sang Buddha
- Pikiran Sang Buddha
Salah satu fungsi utama sebuah altar adalah untuk membantu proses pemurnian karma buruk dan penciptaan pahala. Tubuh, ucapan dan pikiran kita adalah sarana yang kita miliki untuk mengumpulkan karma buruk atau baik serta untuk menciptakan pahala. Karena itu, ketiga komponen utama pada sebuah altar mengingatkan sang praktisi untuk berfokus dan mengendalikan tubuh, ucapan dan pikiran mereka. Lebih lanjut, ketika kita menyiapkan persembahan untuk tubuh, ucapan dan pikiran Sang Buddha, kita menciptakan pahala untuk diri kita sendiri untuk mencapai sifat-sifat tercerahkan di masa depan.
Tubuh Sang Buddha
Tubuh Sang Buddha biasanya diwakili oleh sebuah rupa Buddha yang bisa dalam berbagai bentuk seperti patung, gambar digital atau lukisan. Rupa-rupa sang Buddha biasanya digunakan untuk mewakili tubuh Sang Buddha karena menunjukkan banyak sifat tercerahkan yang menjadi tujuan para praktisi untuk mencapainya. Rupa Buddha seringkali ditempatkan di tengah sebuah altar karena ini menyimbolkan bahwa praktik spiritual kita bersumber pada Sang Buddha. Tubuh Sang Buddha juga menyediakan praktisi dengan sebuah acuan visual yang berguna selama meditasi.
Ucapan Sang Buddha
Ucapan Sang Buddha biasanya diwakili oleh sebuah teks Dharma, yang dapat mengambil berbagai bentuk seperti sebuah buku edukasi atau sebuah buku kecil berisikan doa. Kita dianjurkan untuk menempatkan sebuah teks Dharma pada sisi kiri altar kita karena mewakili semua ajaran Sang Buddha dalam bentuk tertulis. Teks Dharma sangatlah dihargai karena menyediakan jalan bagi praktisi untuk menerima ajaran Sang Buddha dengan cara yang mudah diakses. Teks Dharma manapun bisa digunakan tanpa melihat tingkat kesulitannya atau ukurannya, selama teks tersebut mengandung intisari ajaran Sang Buddha. Selain itu, kita bisa menggunakan teks dalam bahasa apapun karena tidak masalah selama kita bisa mengerti isi dari buku atau teks tersebut.
Pikiran Sang Buddha
Pikiran Sang Buddha biasanya diwakili dengan sebuah stupa, yaitu sebuah struktur berbentuk kubah yang seringkali berisi relik suci dan juga sering menjadi pusat ritual untuk dikelilingi. Dalam Buddhisme Tibet, terdapat berbagai macam stupa tapi untuk altar kita, kita bisa memakai stupa kecil tipe apapun. Stupa merupakan alat bantu ingat bahwa setiap mahluk sadar memiliki potensi untuk mencapai pikiran yang tercerahkan, dan menjadi bebas dari ketidaktahuan, sekaligus menjadi penuh welas asih secara sempurna. Karena itu, sebuah stupa ditempatkan di sisi kanan altar untuk melambangkan tekad tulus praktisi untuk mengendalikan dan mengembangkan pikiran mereka menuju pencerahan.
Rupa Guru (Komponen Tambahan)
Perlu diperhatikan bahwa di samping ketiga komponen utama, kita juga dianjurkan untuk memiliki rupa guru kita pada altar. Hal ini untuk mengingatkan kita bahwa kita bisa menerima ajaran berharga Sang Buddha karena guru kita telah menghabiskan waktu dan usaha untuk mengajarkannya pada kita. Perkembangan spiritual kita tentunya menjadi lebih lama dan tidak konsisten jika kita hanya belajar dari membaca teks Dharma, tanpa adanya seorang guru untuk meluruskan salah pengertian dan salah praktik kita. Namun, ini hanya sebuah komponen pilihan untuk diadakan atau tidak, supaya praktisi yang tidak memiliki guru masih bisa membuat altarnya masing-masing secara lengkap.
Altar Yidam dan Pelindung Dharma
Secara garis besar terdapat dua tipe altar dalam Buddhisme Tibet, yaitu altar yidam dan altar Pelindung Dharma. Umumnya perbedaan utama antara altar yidam dan Pelindung Dharma terletak pada rupa Sang Buddha yang dipakai untuk mewakili Tubuh Sang Buddha. Seperti yang tersirat dalam namanya, sebuah altar yidam menggunakan rupa Sang Buddha dalam bentuk dewata meditasi tercerahkan seperti Manjushri. Sebuah altar Pelindung Dharma menggunakan rupa sosok Pelindung Dharma yang dituju seperti Dorje Shugden.
Dalam tradisi yang ada, pada kuil-kuil Buddhis Tibet, altar yidam dan altar Pelindung Dharma terletak pada ruangan atau bangunan yang berbeda. Hal ini dikarenakan bahwa beberapa Pelindung Dharma dilarang dilihat atau dipraktikkan tanpa inisiasi dari seorang guru. Ritual inisiasi kadangkala diperlukan karena sosok Pelindung Dharma dapat memiliki penggambaran visual yang ekstrim seperti terdapatnya kepala yang terpenggal atau tubuh yang telanjang, sesuatu yang mungkin membingungkan dan mengagetkan bagi mereka yang tidak mengerti tentang makna-makna dari penggambaran tersebut.
Jika untuk suatu alasan kita tidak bisa memisahkan altar yidam dan Pelindung Dharma, kita diperbolehkan meletakkan rupa Pelindung Dharma kita di sisi kanan altar, di samping stupa, atau satu tingkat di bawah landasan utama altar kita. Yang perlu diperhatikan, rupa yidam kita tetap ada di tengah altar dan rupa Buddha tambahan yang bukan Pelindung Dharma dapat diletakkan di sisi kiri altar, di samping teks Dharma.
Persembahan Altar bagi Pemula
Bagian berikut ini akan mengandung perkenalan singkat pada tipe-tipe persembahan yang dengan mudah dapat disiapkan oleh pemula dan relevan terhadap praktik Dorje Shugden. Pada umumnya kita dianjurkan untuk menyiapkan sebanyak mungkin persembahan tapi untuk ini kita juga harus bersikap pragmatis karena situasi pribadi kita masing-masing tidak sama. Sebagai contoh, jika kita hanya mampu mempersembahkan semangkuk air, maka sebaiknya kita lakukan itu karena hal tersebut lebih baik daripada membiarkan altar kita kosong. Praktik menyiapkan persembahan adalah cara untuk memaksimalkan fungsi sebuah altar yang pada pokoknya adalah memurnikan karma buruk dan memperbanyak pahala. Sebagai contoh, karena emas lebih berharga daripada kayu, kita seharusnya menyiapkan persembahan kita dalam mangkuk berwarna emas daripada kayu. Ini dapat membantu menurnikan karma buruk yang menyebabkan kekikiran dan ketika menjadi lebih murah hati, kita akan mendapatkan pahala untuk membantu kita meringankan rintangan finansial di masa depan.
Kita juga disarankan untuk prepare and replace the recommended offerings on a consistent basis (seperti setiap hari atau minggu). Hal ini kita terapkan untuk memupuk stabilitas yang lebih baik dalam pikiran kita seiring dengan berjalannya praktik spiritual kita. Membuang barang bekas persembahan juga harus dilakukan dengan rasa hormat, sebagai contoh, kita tidak patut membuang air bekas persembahan ke dalam toilet. Selain itu, mangkuk persembahan yang sedang tidak dipakai harus dicuci bersih dan dibalik atau disimpan. Adalah tidak baik meninggalkan mangkuk persembahan kosong pada altar kita, karena ini mirip dengan memberi tamu makan malam kita hanya piring yang kosong.
Persembahan Air
Sebuah tipe persembahan yang umum dilakukan pada sebuah altar Buddhis Tibet adalah persembahan air. Persembahan air adalah sebuah cara yang sederhana tapi ampuh untuk memurnikan karma buruk dan membekali diri dengan pahala karena air sangat mudah didapatkan. Persembahan ini paling umum disiapkan menggunakan air bening untuk melambangkan sifat-sifat pikiran yang tercerahkan. Tetapi, jika kita mau (sebagai bagian dari menghiasi persembahan), kita bisa memasukkan ke dalam air rempah-rempah atau bunga seperti kelopak bunga krisan atau rempah safron. Lebih dari itu, mempersembahkan air pada altar kita membuat praktisi menerima beberapa manfaat yang berbeda.
- Kejernihan Pikiran Bak Kristal – Berkembangnya pikiran yang jernih dan waspada
- Ketenangan batin – Berkembangnya moral yang murni dan penuh disiplin
- Rasa Manis – Tersedianya makanan dan minuman yang nikmat di kehidupan-kehidupan selanjutnya
- Keringanan Beban – Lahir kembali dalam tubuh fisik yang kuat dan lengkap
- Kelembutan – Berkembangnya sebuah pikiran yang tenang dan lembut
- Bebas dari ketidakmurnian – Purifikasi karma buruk yang ampuh
- Menenangkan Perut – Berkembangnya kesehatan yang baik, tanpa penyakit
- Menjernihkan Tenggorokan – Berkembangnya ucapan yang memikat dan berwibawa
Disarankan bahwa persembahan air disiapkan dalam mangkuk-mangkuk yang diisi penuh dan ditempatkan berjarak sedikit satu sama lain berjejer pada satu garis lurus. Mangkuk-mangkuk persembahan secara tradisi ditata secara khusus dari sisi kiri ke kanan di atas altar. Sebaliknya ketika sedang tidak dipakai, mangkuk-mangkuk ini disimpan, ditata dari kanan ke kiri. Jika kita memang hanya memiliki mangkuk dalam jumlah terbatas untuk melakukan persembahan, kita bisa menyiapkan air dalam mangkuk yang ada, kemudian mengosongkannya dan mengulang proses pengisian sampai dirasa cukup.
Persembahan dupa
Persembahan dupa seringkali disiapkan dalam bentuk stik dupa yang dapat dibakar, terbuat dari campuran beberapa bahan seperti daun wangi, kayu dari berbagai pohon, mentega, gula dan rempah-rempah obat lainnya. Secara keseluruhan, dupa yang kita persembahkan hendaknya memiliki aroma yang kita sukai dan bersifat menenangkan, karena fungsi utamanya adalah menyingkirkan bau-bau tidak sedap dari lingkungan sekitar. Karena itu kita harus berusaha memastikan bahwa bahan-bahan yang digunakan murni dan tidak tercemar oleh polutan seperti bawang putih dan bombay.
Persembahan dupa melambangkan sifat memiliki moral yang murni dan membantu praktisi untuk memicu diri mengembangkan disiplin kuat yang diperlukan untuk menjaga nilai-nilai moral tersebut. Dalam arti yang sekuler, kita juga akan lebih mudah menepati janji kita pada keluarga, teman dan kolega kita. Dalam konteks spiritual, kita akan lebih mampu menjaga sumpah spiritual yang kita buat pada guru kita, yang mungkin termasuk menyelesaikan tugas yang diberikan atau lebih konsisten dalam usaha kita mentransformasi tubuh, ucapan dan pikiran kita.
Persembahan Cahaya
Secara tradisi, persembahan cahaya diberikan dalam bentuk lentera mentega dan lilin. Namun, dalam masa modern ini, kita juga dianjurkan menawarkan cahaya artifisial sebagai sebuah alternatif. Lilin elektrik atau lampu listrik sangat bisa dipakai karena sifatnya yang mudah didapat, cocok ditempatkan pada altar dan mencerminkan persembahan cahaya yang lebih tradisional. Tipe-tipe lampu lainnya juga bisa dipersembahkan seperti lampu LED kecil atau lampu sorot.
Persembahan cahaya memiliki beberapa manfaat untuk para praktisi seperti menciptakan penyebab tubuh yang sehat, kekayaan yang langgeng dan berkembangnya kemampuan cenayang. Tapi, seringkali ada penekanan khusus pada bagaimana persembahan cahaya menyebabkan praktisi untuk memiliki pikiran yang jernih sehingga kebijaksanaan yang besar lebih mudah ditumbuhkan serta pemahaman akan Dharma.
Karena cahaya menyingkirkan kegelapan dan memungkinkan kita untuk melihat hal-hal yang tanpanya akan tersembunyi, persembahan cahaya menjadi simbol pengenyahan ketidaktahuan yang dapat disamakan dengan kegelapan yang menyelimuti pikiran kita. Ketidaktahuan dianggap sebagai penyebab utama mahluk sadar tidak menyadari potensi masing-masing untuk mengembangkan sifat-sifat tercerahkan. Karena itu, persembahan cahaya merupakan sebuah sarana penangkal kuat dan langsung bagi penyebab utama penderitaan kita.
Serkym (Persembahan Teh Hitam)
Persembahan Serkym umumnya diasosiasikan dengan praktik Pelindung Dharma karena persembahan ini merupakan permohonan untuk pertolongan yang cepat untuk menghadapi rintangan kita. Kata ‘ser’ berarti keemasan dan kata ‘kym’ memiliki arti minuman. Karena itu ‘serkym’ biasanya diterjemahkan sebagai ‘minuman keemasan’. Teh sering dipersembahkan sebagai serkym karena warnanya yang mirip, dan oleh sebab itu persembahan serkym sering disebut juga sebagai ‘persembahan teh hitam’. Lebih lanjut, kita dianjurkan untuk menyiapkan serkym dalam keadan sepanas mungkin karena panasnya teh mewakili energi bagi Sang Pelindung Dharma untuk datang membantu dengan cepat. Kita juga dapat menyiapkan persembahan serkym dengan jenis minuman pengganti lainnya, seperti susu atau minuman berkarbonasi seperti cola.
Persembahan Serkym seringkali disiapkan menggunakan tempat penyaji dua tingkat, yang terdiri dari bagian yang lebih panjang di atas dan lebih lebar di bawah sebagai landasan. Kita dianjurkan untuk menggunakan set serkym yang terbuat dari bahan tradisional seperti kuningan, perunggu atau perak, tetapi jika hal tersebut tidak memungkinkan kita bisa juga menggunakan bahan pengganti seperti kaca, kristal atau kayu. Untuk menyiapkan sebuah persembahan serkym, bagian atas seharusnya ditaruh di bagian bawa dan minuman serkym sebaiknya dituangkan ke dalam cawan atas sampai meluber turun ke cawan bawah. Tumpahnya serkym mengalir ke bawah melambangkan melimpahnya pahala yang diciptakan untuk mendukung praktik spiritual kita. Yang terakhir, persembahan serkym dapat dituangkan secara bertahan beriringan dengan pembacaan doa tetapi bisa juga dituang sebelum pembacaan doa.
Membersihkan dan Merawat Altar
Kita perlu mengingat suatu aturan standar ketika mengganti atau menyiapkan persembahan kita; yaitu bahwa yang kita siapkan adalah persembahan simbolis untuk tamu agung. Tapi, karena tamu agung kita adalah sosok mahluk tercerahkan yang bersedia dan mampu membantu kita dengan masalah duniawi maupun spiritual yang sedang dihadapi, kita sebaiknya berusaha semaksimal mungkin untuk tidak pelit dalam menyiapkannya. Hal ini supaya kita bisa menjalin hubungan karma yang lebih dekat dengan mahluk tercerahkan di altar kita sehingga kita juga bisa dengan cepat menerima bantuan mereka. Karena itu, dengan segala kemampuan kita, kita seharusnya memastikan bahwa persembahan kita ditaruh pada tempat saji yang dalam kondisi baik, persembahan kita diganti secara teratur dan kita tidak meninggalkan nampan kosong di altar. Lebih lanjut, kita juga harus secara teratur membersihkan permukaan dan komponen-komponen utama altar kita dari debu dan kemudian mengelapnya dengan kain bersih.
Seperti halnya dengan hal-hal yang kita gunakan dalam hidup kita, manfaat fisik yang didapat dari membersihkan dan merawat altar kita sangat penting adanya. Tapi ada juga manfaat spiritual yang bisa didapat dari kegiatan ini. Telah ditulis bahwa dengan membersihkan dan merawat altar atau tempat manapun yang menjadi rumah bagi tubuh, ucapan dan pikiran Sang Buddha, kita sedang memurnikan karma buruk dan mengumpulkan pahala. Khususnya, kita dapat memurnikan karma buruk yang menyebabkan pikiran kita keruh dan tidak terfokus. Oleh sebab itu, dengan membersihkan dan merawat altar kita, kita menciptakan sebab supaya pikiran kita menjadi jernih dan terfokus. Hal ini dapat membantu kita mencapai kesuksesan duniawi, dan dengan dukungan pahala juga sukses di tingkatan spiritual sehingga kita lebih bisa memahami dan mempraktikkan Dharma.
Penjelasan Tentang Praktik Dorje Shugden
Akibat irama kehidupan era modern yang cepat dan tersedianya banyak hal yang bisa menarik perhatian kita, kita mungkin kesulitan untuk meyisihkan waktu hanya untuk menyiapkan persembahan dan praktik kita. Untungnya, praktik Dorje Shugden dapat dijalankan pada jumlah dan tingkatan yang berbeda-beda untuk setiap praktisi. Untuk kepentingan pengenalan pemula ini, bagian ini akan memberikan versi praktik yang cepat dan mudah dilaksanakan, dengan fokus pada bentuk beliau yang utama, Duldzin Dorje Shugden. Praktik ini dapat dilakukan tanpa inisiasi dari seorang guru. Dapat juga dilakukan oleh siapapun dari agama maupun bangsa manapun.
Ritual Awal dan Aktivitas Dharma
Ritual Awal adalah seperangkat pembacaan doa singkat yang menurut tradisi meneguhkan motivasi kita menjadi murni dan positif sebelum memulai aktivitas Dharma. Secara umum, aktivitas Dharma tidak hanya membantu menurnikan karma negatif dan menghasilkan pahala, tapi juga menggeser cara pandang kita yang cenderung egois menjadi lebih memikirkan orang lain. Hal ini berarti aktivitas Dharma yang dilakukan dapat berupa berbagai macam dan bentuk karena setiap orang memerlukan aktivitas yang sifatnya unik sesuai pribadi masing-masing. Sebagai contoh, dalam beberapa kasus, sebuah aktivitas Dharma bisa berupa menjadi relawan di sebuah dapur umum atau di sebuah penampungan hewan. Melalui pemikiran dan tindakan kita, aktivitas Dharma sering menunjukkan rasa terimakasih, cinta kasih dan kemurahan hati pada mereka yang dekat dengan kita, juga pada mereka yang tidak dekat. Menjalankan praktik Dorje Shugden dapat dianggap sebagai aktivitas Dharma karena menciptakan sebab untuk mengembangkan dan mencapai tubuh, ucapan dan pikiran yang tercerahkan, yang merupakan cara terbaik dan tertinggi untuk memberi manfaat bagi makhluk sadar lainnya.
Mencari Perlindungan
Dalam Buddhisme Tibet, istilah ‘mencari perlindungan’ mengacu pada kondisi terlindungi dari Samsara. Dengan kata lain, mencari perlindungan merupakan sebuah cara untuk menangkal penyebab mendasar dari penderitaan kita. Kita dianjurkan untuk mencari perlindungan pada ‘Tiga Permata’, yang terdiri dari Sang Buddha, Dharma dan Sangha. Dalam konteks ini, Sang Buddha mengacu pada sosok historis Sang Buddha Shakyamuni; Dharma bermakna ajaran Sang Buddha; dan Sangha mengacu pada semua praktisi yang telah memilih hidup didasarkan atas sumpah Pratimoksha yang diajarkan oleh Sang Buddha. Ke Tiga Permata, sebagai tempat berlindung, dapat memproteksi kita dari Samsara karena mereka berasal dari sosok mahluk tercerahkan. Jadi ketika kita melakukan aktivitas Dharma di hadapan mereka, kita akan menghasilkan pahala dengan tubuh, ucapan dan pikiran.
(Pengulangan yang dianjurkan – 3 kali)
Saya berlindung pada Guru
Saya berlindung pada Buddha
Saya berlindung pada Dharma
Saya berlindung pada Sangha
Menghasilkan Bodhicitta
Selanjutnya Bodhicitta dihasilkan sebagai tingkat motivasi yang paling murni bagi kita untuk melakukan aktivitas Dharma. Bodhicitta menggambarkan tubuh, ucapan dan pikiran bertindak dengan welas asih yang sempurna untuk kepentingan semua mahluk sadar. Menghasilkan Bodhicitta akan melipatgandakan manfaat yang kita terima dari karya kita melalui aktivitas Dharma apapun. Hal ini sama dengan bagaimana informasi seringkali lebih cepat diingat dan dipelajari jika kita memang tertarik dengan topik tertentu. Karena itu, ketika kita menciptakan Bodhicitta di sini, kita tidak diharapkan menjadi sempurna seperti sosok Buddha atau Bodhisattva, melainkan kita akan menumbuhkannya, sebab bagi kita untuk mencapai tingkat welas asih dan motivasi mereka bagi kepentingan semua mahluk sadar.
(Pengulangan yang dianjurkan – 3 kali)
Pada Sang Buddha, Dharma, dan Sangha
sampai masaku tercerahkan, aku berlindung.
Dengan memberi dan kesempurnaan lainnya,
Untuk menolong semua, semoga aku menjadi Buddha!
Empat Hal yang Tak Terukur
‘Keempat Yang Tak Terukur’ mengacu pada prosedur meditasi yang terdiri dari keinginan, doa, pemikiran tanggung jawab dan permohonan yang tak terukur. Meditasi Keempat Yang Tak Terukur didasarkan atas ide bahwa setiap mahluk sadar secara karma terhubung satu sama lain dan pada akhirnya ingin menjadi bahagia. Namun, karena kebahagiaan sejati tidak dapat digapai melalui pikiran yang mementingkan diri sendiri, Keempat Yang tak Terukur membantu untuk mengembangkan pikiran dengan cinta kasih, welas asih, rasa bersyukur dan sikap tenang terhadap setiap mahluk sadar. Oleh sebab itu, Keempat Yang tak Terukur biasanya membantu menciptakan pikiran yang pantang mementingkan diri sendiri, sehingga ikut menguatkan motivasi untuk tercapainya Bodhicitta.
Semoga semua mahluk berbahagia dan punya alasan untuk bahagia!
Semoga semua mahluk bebas dari penderitaan dan alasan untuk menderita!
Semoga semua mahluk tidak pernah dipisahkan dari kebahagiaan tanpa penderitaan!
Semoga semua mahluk hidup dalam ketenangan, bebas dari prasangka, keterikatan dan kebencian!
Permohonan Harian untuk Keberlimpahan, Kedamaian dan Perlindungan
Doa berikut ini disusun oleh Yang Mulia Tsem Rinpoche ke 25, bagi praktisi yang memiliki banyak tanggung jawab duniawi dan yang tidak memiliki waktu yang cukup untuk menjalankan versi yang lebih menyeluruh dari praktik Dorje Shugden.
Di alam-alam suci ada manifestasi ilahi yang tak terhingga banyaknya. Semua manifestasi ini secara spesifik menampakan kepada kita berbagai aspek keilahian1 guna memberikan manfaat bagi semua makhluk hidup. Semua wujud rupakaya ilahi memiliki kasih sayang, cara yang cakap, dan kebijaksanaan.2 Kita memohon kepada mereka ketika kita bahagia, sedih, jatuh, tersesat, puas, bingung, hampa, dan rangkaian emosi lain yang selalu kita rasakan karena pikiran yang tak terlatih.
Karena mengerti sifat kami, Entitas Kebijaksanaan Dorje Shugden, rangkulah kami di dadamu seperti orang tua yang merangkul anak tunggalnya.
Walaupun manifestasi ilahi tidak memerlukan persembahan dan hadiah, kami memberikan kepadamu Manjushri persembahan teh, dupa dan mantra dan memohon kepadamu agar memberkati kami, menjadi bagian dari diri kami, tinggal di rumah kami, dan memberikan kami pertanda, firasat, dan pelajaran mengenai hal yang baik dan buruk. Ketika negativitas muncul, padamkanlah dengan segera. Tingkatkanlah hal-hal positif dalam pikiran saya yang lelah dan usang karena saya menyandarkan harapan kepada dirimu.
Ketika kesulitan, masalah dan kekacauan timbul, kami memohon kepadamu, yang merupakan kulminasi dari semua hal yang ampuh, suci, dan maha-tahu untuk memberkati diri, keluarga, orang-orang tercinta, lingkungan, dan bahkan hewan peliharaan kami. Semoga saya melihat kebijaksanaan, menemukan harapan, dan berada dalam kedamaian.
Saya memohon kepadamu, O Pelindung Ilahi Dorje Shugden, yang mengenakan topi berkubah bundar dan tiga jubah biksu , berwarna safron, yang memegang pedang kebebasan, keadilan, dan kebijaksanaan, dan menggenggam permata pengabul harapan, yang mengendarai singa penakluk semua hal negatif, untuk mengabulkan permintaan saya. Saya mengerti harapan saya mungkin bukanlah yang terbaik, jadi saya menyerahkan hasilnya kepada kebijaksanaanmu walaupun hal ini mungkin bukanlah apa yang ada dalam pikiran saya. Berkatilah saya dan semua orang sehingga kami dapat tiba di kota kebebasan yang agung.
Pelindung Agung Dorje Shugden, saya memohon kepadamu dengan tulus dari lubuk hati yang terdalam, jadilah bagian dari hidup saya, berkatilah rumah saya, berikanlah saya kebijaksanaan, ketenangan, dan kenyamanan, sehingga saya dapat melayani makhluk lain tanpa pamrih, dan semoga saya dapat berfokus keluar dan tidak hanya terpaku pada diri sendiri, dan menciptakan masalah bagi mereka yang saya sayangi.
Berkatilah saya agar menjadi lebih baik, bijaksana, pengasih, toleran, dan sangat pemaaf bagi mereka yang telah menyakiti dan mencintai saya. Guna menjadi lebih dekat denganmu, Dorje Shugden, kami harus menyerahkan semua yang hal yang dangkal. Kami harus meninggalkan cara pandang yang tetap, proyeksi, dan kekakuan. Pada akhirnya, ketika saya meninggalkan pesawat keberadaan ini, hanya hal positif yang pernah saya lakukan yang berperan karena setiap hal dan setiap orang akan saya tinggalkan. Tolonglah agar saya menyadari dan bertindak berdasarkan pengertian ini sekarang! Pada masa krusial ini, tolonglah agar saya dapat melihat dirimu, Dorje Shugden yang agung dan pengasih, untuk membawa saya ke jalan manapun di langit3, guna melanjutkan perjalanan saya dalam mengembangkan spiritualitas diri.
Saya mempersembahkan teh berwarna safron dan keyakinan agar doa saya dikabulkan, dan saya mendapatkan siddhi4. Dengan melafalkan mantramu5, semoga kesembuhan, kedamaian, cinta, umur Panjang, perlindungan dan pandangan sempurna mengenai sunyata bangkit.
Mantra Untuk Menciptakan Penggenapan, Kedamaian dan Kebijaksanaan
OM BENZA WIKI BITANA SOHA
(Pengulangan yang dianjurkan – setidaknya 108 kali)Ku persembahkan doa agung penuh ketulusan ini kepada Pelindung Surgawi Tertinggi yang maha tahu Dorje Shugden, dengan harapan ku dapat secepatnya menjadi mahluk cahaya, welas asih, cinta kasih dan pencerahan.
Catatan kaki:
1. ‘Aspek ilahi’ di sini mengacu pada sifat-sifat sosok mahluk tercerahkan seperti bodhicitta dan kebijaksanaan.
2. Rupakaya mengacu pada berbagai emanasi dari sesosok mahluk tercerahkan, seperti seorang guru.
3. ’Langit’ disini bisa mengacu pada kehidupan masa depan yang kaya secara spiritual dan/atau tanah suci kediaman sosok tercerahkan surga Tushita..
4. Pencapaian (siddhi) di sini bisa termasuk ketenangan batin dan kemampuan supernatural seperti kemampuan mempengaruhi cuaca, menaklukkan arwah jahat dan kemampuan cenayang. Sebaliknya, pencapaian yang lebih tinggi termasuk bodhicitta dan penampakan sempurna akan kekosongan (sunyata) karena hal-hal tersebut lebih penting untuk melampaui Samsara.
5.Ini juga dikenal sebagai mantra Duldzin Dorje Shugden untuk aktivitas pada umumnya.
Visualisasi Sederhana
Jika kita hendak melakukan sebuah visualisasi yang tepat dan cukup sederhana saat membaca mantra, kita bisa membayangkan sosok Duldzin Dorje Shugden ada di depan kita. Kemudian kita bisa membayangkan sinar cahaya putih keluar dari jantung beliau dan menerangi kita. Ketika ini terjadi, kita hendaknya berpikir bahwa karma buruk dan rintangan yang kita hadapi sedang dimurnikan dan disingkirkan oleh beliau. Lebih lanjut, kita bisa memvisualisasikan Duldzin Dorje Shugden membantu kita dalam mencapai target duniawi kita, menyembuhkan kita dari penyakit dan menciptakan sebab bagi kita untuk mengembangkan sifat-sifat tercerahkan beliau.
Sebagai gantinya, kita juga bisa membayangkan sinar terang putih beliau menimpa bukan kita melainkan orang lain, seperti kerabat dekat kita. Ketika hal ini terjadi kita juga hendaknya percaya bahwa karma buruk dan rintangan mereka sedang dimurnikan dan diatasi oleh Duldzin Dorje Shugden, dan mereka akan mendapatkan suntikan energi positif lewat manfaat dari ritual visualisasi ini.
Serkym
Fungsi persembahan serkym adalah untuk memohon Sang Pelindung Dharma untuk memberikan bantuan yang cepat dalam mengatasi rintangan kita. Untuk alasan ini, persembahan serkym sangat dianjurkan untuk para praktisi yang sedang atau akan menjalankan tugas-tugas besar Dharma dimana banyak rintangan bisa muncul. Untung menyegarkan ingatan, persembahan serkym disiapkan menggunakan teh panas dan meski kita dianjurkan untuk menyajikan teh sepanas mungkin, kita diperbolehkan menggunakan minuman pengganti lain seperti susu atau cola.
Bagaimanapun kita memilih untuk menyajikan persembahan serkym, kita juga bisa melakukan visualisasi saat membacakan doa serkym. Jika kita ingin melakukannya, hendaknya kita membayangkan serkym sebagai sesuatu yang mirip dengan sebuah samudra luas penuh nektar surgawi yang terus meluas. Samudra penuh minuman dewata tersebut mewakili semua hal yang indah dan memikat dalam semesta, hal-hal yang kita ingini melalui kelima indera kita. Kita juga awalnya bisa membayangkan semua masalah dan rintangan yang kita hadapi dihancurkan dengan cepat dan disingkirkan, kemudian dilanjutkan dengan visualisasi tentang bagaimana rintangan di masa depan akan dicegah oleh kekuatan Dorje Shugden sebagai Pelindung Dharma kita.
Pada akhirnya, jika kita tidak memiliki waktu untuk melaksanakan doa persembahan serkym secara penuh, kita dapat hanya membaca ayat yang utama (ayat ketiga) paling tidak tujuh kali. Sebaliknya jika kita punya waktu, dan kita sedang membutuhkan bantuan secepatnya dengan masalah kita, kita bisa membaca ayat utama lebih banyak lagi untuk menciptakan energi positif dalam jumlah besar.
HUM!
O para Guru yang selalu menurunkan akumulasi kebajikan untuk menggenapi karya kami dan lainnya,
Dan para Yidam yang mengabulkan semua pencapaian, baik untuk hal-hal kecil maupun besar,
Melalui persembahan minuman bak amrita ini yang membawa kebahagiaan, (Tuangkan serkym)
Semoga diriMu, setelah mencicipi, dengan segera mengabulkan keinginan kami!O semua pahlawan dan dakini dari tiga alam,
Dan lautan berbagai Pelindung Dharma yang penuh kuasa dan teguh pada sumpah,
Melalui persembahan minuman bak amrita ini yang membawa kebahagiaan, (Tuangkan serkym)
Semoga diriMu, setelah mencicipi, dengan segera mengabulkan keinginan kami!(Ini adalah ayat utama dari doa ini dan kita dianjurkan untuk membaca ayat ini setidaknya 7 kali)
Dan yang terutama, yang maha tinggi, maha surgawi Dharmapala,
Penuh kuasa tiada tara, tegas dan trengginas, Hyang Dorje Shugden,
Melalui persembahan minuman bak amrita ini yang membawa kebahagiaan, (Tuangkan serkym)
Semoga diriMu, setelah mencicipi, dengan segera mengabulkan keinginan kami!O lima marga yang selalu memberi kami,
berkat damai, sejahtera, berdaya dan murka tanpa batas,
Melalui persembahan minuman bak amrita ini yang membawa kebahagiaan, (Tuangkan serkym)
Semoga diriMu, setelah mencicipi, dengan segera mengabulkan keinginan kami!O Sembilan Pendamping yang elok, delapan biksu penuntun,
Dan sepuluh penjaga muda yang garang dan seterusnya,
Melalui persembahan minuman bak amrita ini yang membawa kebahagiaan, (Tuangkan serkym)
Semoga diriMu, setelah mencicipi, dengan segera mengabulkan keinginan kami!HRI
Yang utama, Penjaga Utama ajaran Para Penakluk,
Setrap Chen yang di rombongan pengiringMu
Minuman keemasan yang penuh dengan segala kenikmatan kami haturkan; (Tuangkan serkym)
Jangan pernah lengah dalam perlindunganMu!O Kache Marpo yang garang, penunggu yang tegas,
Juru Penggal bagi mereka dengan samaya yang terpuruk,
Melalui persembahan minuman bak amrita ini yang membawa kebahagiaan, (Tuangkan serkym)
Semoga diriMu, setelah mencicipi, dengan segera mengabulkan keinginan kami!Darah jantung para pelanggar sumpah yang telah dimurnikan bagai emas,
Minuman ini, serkym yang mendidih,
Aku haturkan pada Namkar Bardzin dan pengiring (Tuangkan serkym)
Terimalah dan wujudkan keinginan sang yogi!(Tuangkan semua sisa serkym sepanjang ayat berikut)
Juga segenap jelmaan yang sulit dibayangkan dan segenap emanasi mereka,
Para dewa pendamping dan roh kasar yang mengguncang tiga ribu dunia,
Melalui persembahan minuman bak amrita ini yang membawa kebahagiaan,
Semoga diriMu, setelah mencicipi, dengan segera mengabulkan keinginan kami!Dengan kekuatan persembahan ini dan permohonan kami,
Semoga diriMu memberi kami berkat selama enam waktu
Dan, tanpa ragu, selalu lindungi diriku
jagalah aku seperti ayah kepada anaknya!Dan segenap penungguMu yang garang,
Ingatlah sumpah janji pada Hyang Duldzin
Dan wujudkan dengan segera, tanpa tertunda,
Aksi apapun yang telah aku mohonkan!
Dedikasi
Dedikasi adalah bagian yang penting dalam mengakhiri aktivitas Dharma apapun dalam Buddhisme Tibet. Seperti yang telah saya sebutkan sebelumnya, ketika kita melakukan aktivitas Dharma, kita mengumpulkan pahala yang akan membantu kita dalam perjalanan spiritual kita, bahkan jika tujuan kita saat ini masih bukan pencerahan. Tapi, ketika kita mendedikasikan pahala yang kita dapatkan pada pencapaian pencerahan, kita pada dasarnya sedang mengarahkan energi positif ke dalam pikiran kita, dimana ia akan mengkristal dan akan membawa manfaat bagi kita sampai kita tercerahkan. Hal ini berarti pahala yang telah kita ciptakan tidak akan terpadamkan oleh karma buruk yang tanpa bisa kita hindari akan kita sebabkan melalui tubuh, ucapan dan pikiran kita.
(Pengulangan yang dianjurkan – sekali)
Pikiran Bodhi tertinggi dan berharga,
Jika dalam keadaan belum terlahirkan, bangkitlah,
Dan, jika sudah lahir, jangan pernah terpuruk,
Tapi berkembanglah senantiasa!Pandangan berharga di alam sunyata
Jika dalam keadaan belum terlahirkan, bangkitlah,
Dan, jika sudah lahir, jangan pernah terpuruk,
Tapi berkembanglah senantiasa!Semoga pahala apapun yang telah kukumpulkan di sini,
Membawa kebaikan bagi semua mahluk dan Dharma,
Dan semoga hal itu membuat inti ajaran
Losang Drakpa bersinar selamanya!Dalam semua kehidupanku, janganlah diriku terpisah
Dari Guru-Guru yang sempurna dan semoga kurasakan keindahan Dharma.
Dengan menyempurnakan cara dan tingkatan yang harus kutempuh,
Semoga dengan cepat kuraih kondisi Vajradhara!Melalui kebajikan ini semoga diriku segera
menggapai status Guru Deva,
Dan membawa setiap mahluk,
Tanpa kecuali, mendapatkan kondisi tersebut!Semoga semua rintangan disingkirkan
Dan semua kondisi bagus selesai
Untuk sistem Dharma yang murni
Dari Raja Dharma, Tsongkhapa, berkembang selalu!Karena dua akumulasi
Diriku dan yang lain di tiga jaman,
Semoga ajaran Sang Penakluk Tsongkhapa
Losang Drakpa, berkobar selamanya!Biarlah semua membawa keberuntungan, siang dan malam!
Biarlah keberuntungan meningkat siang dan malam
Seperti matahari yang naik ke titik tertinggi di angkasa!
Tri Ratna tempatku bernaung, mohon berkatilah kami!
Tri Ratna tempatku bernaung, mohon berikan pencapaian!
Semoga keberuntungan dari Tri Ratna bersama kita!Biarlah Guru yang terhormat hidup dalam kestabilan,
Biarlah tindakan murni menyebar ke sepuluh arah mata angin,
Dan biarlah cahaya lampu ajaran Lama Tsongkhapa
Selalu bersinar, menyingkirkan kegelapan tanpa pencerahan semua mahluk!
Untuk membaca informasi menarik lainnya:
- Pertanyaan Mengenai Rasa Cemburu (Bahasa Indonesia)
- 35 Buddha Pengakuan (Bahasa Indonesia)
- Ritus Berlian: Sadhana Harian Dorje Shugden (Bahasa Indonesia)
- Dorje Shugden – Pelindung Masa Kini (Bahasa Indonesia)
- Dorje Shugden Gyenze untuk Memperpanjang Umur, Meningkatkan Pahala dan Kekayaan (Bahasa Indonesia)
- Dorje Shugden Shize: Sebuah Praktik Untuk Penyembuhan dan Umur Panjang (Bahasa Indonesia)
- Dorje Shugden Wangze untuk Anugrah Daya Kuasa dan Pengaruh (Bahasa Indonesia)
- Dorje Shugden Trakze Untuk Menghalau Gangguan Ilmu Hitam & Makhluk Halus (Bahasa Indonesia)
- Proyek Pembangunan Stupa Relik Tsem Rinpoche (Bahasa Indonesia)
- ALBUM: Upacara Parinirwana Yang Mulia Kyabje Tsem Rinpoche (Lengkap) (Bahasa Indonesia)
- Parinirwana dari Yang Mulia Kyabje Tsem Rinpoche (Bahasa Indonesia)
- Dinasti Shailendra: Leluhur Buddhisme Mahayana di Indonesia (Bahasa Indonesia)
- Sebuah Doa Singkat Kepada Dorje Shugden (Bahasa Indonesia)
- Yang Mulia Dharmaraja Tsongkhapa (Bahasa Indonesia)
Please support us so that we can continue to bring you more Dharma:
If you are in the United States, please note that your offerings and contributions are tax deductible. ~ the tsemrinpoche.com blog team
DISCLAIMER IN RELATION TO COMMENTS OR POSTS GIVEN BY THIRD PARTIES BELOW
Kindly note that the comments or posts given by third parties in the comment section below do not represent the views of the owner and/or host of this Blog, save for responses specifically given by the owner and/or host. All other comments or posts or any other opinions, discussions or views given below under the comment section do not represent our views and should not be regarded as such. We reserve the right to remove any comments/views which we may find offensive but due to the volume of such comments, the non removal and/or non detection of any such comments/views does not mean that we condone the same.
We do hope that the participants of any comments, posts, opinions, discussions or views below will act responsibly and do not engage nor make any statements which are defamatory in nature or which may incite and contempt or ridicule of any party, individual or their beliefs or to contravene any laws.
Please enter your details