Siapakah Tulku Drakpa Gyeltsen? (Bahasa Indonesia)
(Oleh Tsem Rinpoche)
Salam para praktisi Dharma dari seluruh dunia serta teman-teman yang terkasih,
Setelah ‘dilenyapkannya’ guru besar, meditator, ahli logika, yogi, siddha dan cendekiawan Tulku Drakpa Gyeltsen oleh pemerintah Dalai Lama ke-5 lebih dari tiga ratus tahun yang lalu di Tibet, garis reinkarnasinya (masih) dilarang sampai saat ini. Namun bukan berarti beliau berhenti bereinkarnasi, karena sampai saat ini Tulku Drakpa Gyeltsen tetap melanjutkan rangkaian hidupnya sebagai Lama yang agung serta bermanfaat, meskipun beliau tidak lagi diizinkan untuk menggunakan gelar dan namanya. Beliau memiliki inkarnasi pikiran utamanya dan banyak inkarnasi lain yang merupakan inkarnasi dari tubuh, ucapan dan aktivitasnya. Reinkarnasinya tentu saja berlanjut sebagaimana dikonfirmasi oleh para guru agung seperti Kyabje Pabongka Rinpoche, Trijang Rinpoche, Panchen Rinpoche, Cendekiawan Lobsang Tamdin, dan lainnya. Ladrang beliau dahulu berada di Biara Drepung dan dikenal sebagai Zimkhang Gongma. Pemerintah Tibet memang memiliki modus operandi standar sejak dulu, yakni melenyapkan saingan politik mereka dan ‘gaya’ ini masih dipakai hingga saat ini. Ketika seorang Lama atau pihak tertentu dirasa menjadi ancaman bagi pemerintahan, ketenaran atau kekuasaan mereka, maka mereka akan dilenyapkan dan garis inkarnasi mereka juga dilarang. Pada abad ke-20 hal yang sama dilakukan kepada Wali Negeri Tibet saat itu, Reting Rinpoche.
Meski Pemerintah Negeri Tibet memiliki identitas sebagai Pemerintahan ala Buddhisme, sudah menjadi rahasia umum di antara orang Tibet bahwa mereka akan menyingkirkan saingan mereka dengan berbagai cara, termasuk dengan tuduhan yang dibuat-buat. Reinkarnasi Tulku Drakpa Gyeltsen tidak lagi boleh dicari dan dinobatkan, sementara ladrang, status serta organisasinya tidak boleh berdiri lagi pasca pembunuhannya oleh Pemerintah Tibet di masa Dalai Lama ke-5. Ladrang (kediaman pribadi) dan barang-barang pribadi beliau disita seluruhnya sementara murid-muridnya – di bawah ancaman – menjadi terpencar-pencar. Semua karya tulis beliau yang gemilang namun masih ada di Tibet malah dihancurkan. Kebanyakan karya dan biografi beliau akhirnya harus dibawa ke Mongolia untuk dilestarikan. Karya-karya dan biografi beliau saat ini hanya tersedia di Mongolia. Tapi harus dicamkan bahwa bukan Dalai Lama ke-5 yang melakukan tindakan jahat ini melainkan para menterinya. Pada saat itu Dalai Lama ke-5 baru saja menguasai Tibet sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan sehingga para menterinya tidak ingin siapapun mengancam kekuasaan mereka. Beliau adalah Dalai Lama pertama yang memperoleh kendali baik sebagai pemimpin spiritual maupun sekuler secara mutlak di seluruh Tibet. Karena saat itu pemerintahan macam ini masih baru, basis kekuatan politik mereka rentan untuk goyah bahkan dengan sedikit gangguan politik. Dalai Lama sebelumnya (Dalai Lama ke-1 hingga ke-4) tidak memiliki kekuasaan sekuler atas Tibet meskipun mereka adalah guru spiritual yang terkemuka. Dalai Lama ke-5 didukung oleh kekuatan militer dan bangsa Mongol dan kaisar mereka (Khan) (Anda dapat membaca lebih lanjut tentang ini di buku Dalai Lama Keempatbelas: Warisan Sakral Sebuah Reinkarnasi, buku karya Glenn Mullin).
Para menteri saat itu ingin memastikan bahwa Dalai Lama ke-5 akan tetap berkuasa dan semua saingannya harus disingkirkan. Karena ketenaran Tulku Drakpa Gyeltsen yang luar biasa, mereka menganggap beliau harus disingkirkan. Pada saat itu, Tulku Drakpa Gyeltsen memiliki ribuan siswa, baik dari Tibet, Cina maupun Mongolia serta diyakini sangat suci dan menunjukkan banyak kemampuan supernatural. Tulku Drakpa Gyeltsen adalah murid yang sangat berbakti pada Gurunya yakni Yang Suci Panchen Lama ke-4 (Panchen Losang Chokyi Gyeltsen). Beliau sering bermeditasi di ratusan gua untuk menghindari perjumpaan dengan orang banyak karena beliau tidak menyukai ketenaran dan ingin melakukan retret dan meditasi pribadinya. Beliau telah melihat ratusan penampakkan istadewata pelindung, Buddha, Orang Suci, Yidam, dan pelindung Dharma. Beliau menyukai ketenangan pegunungan, hutan, danau dan keterlibatan dalam latihan spiritual yang mendalam. Beliau selalu menyendiri dan menyepi di pegunungan. Namun beliau sangat dicari oleh sejumlah Lama Agung serta puluhan ribu siswa. Keluarga kerajaan dari Mongol dan Tiongkok pun sering mencari beliau.
Karena Pemerintah Tibet telah melakukan banyak upaya untuk melenyapkannya, dikatakan bahwa Tulku Drakpa Gyeltsen ‘lelah’ dengan intrik, permainan, perebutan kekuasaan dan anggapan bahwa beliau adalah ancaman, sehingga beliau mengizinkan para menteri Pemerintah Tibet untuk melaksanakan rencana mereka untuk membunuhnya. Oleh karena kemampuan supernaturalnya yang luar biasa, semua upaya sebelumnya telah digagalkan dan beliau tahu rencana terakhir mereka. Menyadari bahwa kematiannya diperlukan saat itu juga supaya beliau bangkit sebagai pelindung dharma yang unggul, Tulku Drakpa Gyeltsen membangkitkan bodhicitta yang agung dan memasrahkan diri untuk meninggalkan tubuh duniawinya sesuai dengan rencana para pembunuhnya serta untuk memenuhi janjinya kepada Pelindung Dharma Nechung. Inkarnasi Tulku Drakpa Gyeltsen sebelumnya adalah Panchen Sonam Drakpa yang agung dan sebelum itu, dia adalah Dulzin Drakpa Gyeltsen yang terkenal yang merupakan salah satu dari delapan murid agung Je Tsongkhapa.
Saat hidup sebagai Dulzin Drakpa Gyeltsen, ketika Je Tsongkhapa sedang membabarkan dharma, tampak seekor burung putih (merpati) terbang di aula Gaden mengitari Tsongkhapa. Setelah Tsongkhapa usai memberikan khotbahnya dan mundur ke ruang pribadinya, Dulzin Drakpa Gyeltsen melalui kewaskitaannya mengetahui burung itu adalah Pelindung Nechung dan menanyakan apa yang dia inginkan karena selama khotbah harusnya dia tidak boleh terbang di sekitar Je Tsongkhapa dan mengganggu. Dari wujud seekor burung, Pelindung Nechung mewujudkan diri sebagai seorang anak laki-laki berpakaian putih. Dia berkata kepada Dulzin Drakpa Gyeltsen bahwa dia (Nechung) adalah pelindung dharma yang tugasnya adalah melakukan perlindungan dharma secara umum. Namun sesosok pelindung khusus sangat dibutuhkan untuk menjaga pandangan Je Tsongkhapa tentang kekosongan serta ajaran-ajarannya yang tidak konvensional. Jika mereka yang terbenam dalam samsara menerapkan ajaran Je Tsongkhapa dengan tekun, mereka akan memperoleh kebebasan dari samsara. Untuk ajaran berkah khusus tak biasa oleh Je Tsongkhapa yang satu ini, sesosok pelindung dharma khusus perlu dimunculkan. Sebelum Je Tsongkhapa, pelindung untuk ajaran semacam ini tidak diperlukan, tetapi sekarang hal ini diperlukan. “Apakah engkau bersedia menjadi sosok pelindung dharma tersebut?” Nechung bertanya pada Dulzin Drakpa Gyeltsen. Dulzin Drakpa Gyeltsen setuju. Nechung sangat gembira dan mengingatkan Dulzin Drakpa Gyeltsen untuk tidak melupakan janjinya.
Setelah pertemuannya dengan Nechung, Dulzin Drakpa Gyeltsen menjalani dua inkarnasi agung dan kemudian terlahir sebagai Tulku Drakpa Gyeltsen. Suatu hari, Beliau bertemu dengan Nechung melalui Biksu Penubuatnya. Nechung bertanya, “Apakah Anda ingat janji Anda?”, yang dijawab Tulku Drakpa Gyeltsen dengan tidak. Kemudian Nechung memberkati beberapa butir beras dan meminta Tulku Drakpa Gyeltsen untuk memakannya. Setelah mengunyah beras tersebut, Tulku Drakpa Gyeltsen langsung ingat pada janjinya kepada Nechung pada dua kehidupan lalu sebagai Dulzin. Nechung bertanya, “Apakah kamu siap?” dan Tulku Drakpa Gyeltsen mengatakan beliau siap namun beliau tidak memiliki kemarahan di dalam dirinya padahal beliau perlu membangkitkan amarah vajra untuk mewujudkan diri sebagai pelindung dharma yang ganas. Nechung berkata, dia akan menciptakan penyebab hal ini terjadi. Nechung akan menciptakan penyebab munculnya Tulku Drakpa Gyeltsen sebagai pelindung melalui intrik istana Dalai Lama ke-5.
Para menteri pemerintahan Dalai Lama ke-5 rutin menyaksikan ratusan orang datang untuk memberikan persembahan kepada Tulku Drakpa Gyeltsen. Hal ini menimbulkan kecemburuan dan ketakutan dalam diri mereka. Mereka melihat bagaimana Ladrang Zimkhang Gongma memiliki pengaruh lebih besar (daripada ladrang Dalai Lama) sehingga mereka merasa terancam. Mereka takut jika pengaruhnya dibiarkan terus tumbuh, Tulku Drakpa Gyeltsen akan melengserkan Dalai Lama ke-5 dan staff ladrangnya yang berjumlah besar akan merebut kekuasaan. Anda perlu tahu, Tulku Drakpa Gyeltsen saat itu sangat terkenal seperti Panchen Rinpoche saat ini. Meskipun Tulku Drakpa Gyeltsen tidak memiliki ambisi politik, para pemain politik saat itu merasa terancam karena popularitasnya yang luar biasa. Mereka pun berencana untuk berpura-pura ingin bertemu dengan Tulku Drakpa Gyeltsen guna meminta berkah dan ajaran darinya. Saat memasuki ruang pertemuan, mereka memasukkan khata (selendang persembahan) ke tenggorokan Tulku Drakpa Gyeltsen dan mencekiknya, lalu melarikan diri. Mereka telah membunuhnya. Mereka melanjutkan tindakan busuk mereka dengan menceraiberaikan ladrang, melengserkan pejabat-pejabat ladrang Sang Tulku, menyita barang-barang pribadi dan tempat tinggalnya, melarang namanya digunakan dan juga melarang seluruh upaya pencarian reinkarnasinya di masa mendatang. Mereka ingin menyembunyikan kejahatan mereka. Mereka ingin menghapus semua ingatan akan Lama suci yang satu ini agar mereka dapat mempertahankan kekuatan dan pamor mereka. Dengan demikian janji Nechung kepada Tulku Drakpa Gyeltsen terpenuhi.
Saat prosesi pemakaman, murid utama Tulku Drakpa Gyeltsen mencoba menyalakan tumpukan kayu kremasi dengan tubuh Tulku Drakpa Gyeltsen di atasnya. Namun api tidak kunjung menyala. Dalai Lama ke-5 yang akhirnya mendengar tentang kejahatan besar yang dilakukan terhadap saudara dharmanya Tulku Drakpa Gyeltsen, merasa amat berduka. Beliau segera menyusun permohonan maaf yang dipersembahkan bersama sebuah khata untuk dibaca dalam prosesi pemakaman di mana ribuan siswa dharma berkumpul. Setelah pesan ini dibacakan, murid tersebut memukul tumpukan kayu pemakaman dengan jubahnya dan berkata, “Orang-orang ini membunuh anda secara tidak adil dan anda tidak bisa berbuat apa-apa” Saat itulah, secara spontan tumpukan kayu pemakaman terbakar dan kremasi dimulai. Dari api timbulah spiral asap gelap pekat, menuju angkasa dan membentuk rupa sebuah tangan besar di atas kota Lhasa. Orang-orang pun langsung ketakutan.
Tulku Drakpa Gyeltsen memenuhi janji yang beliau kepada pelindung Nechung dan bangkit sebagai Pelindung Perdamaian Dunia Dorje Shugden untuk melayani ajaran Je Tsongkhapa dan semua makhluk. Diiringi gempa bumi, dengan menunggangi singa salju yang mengaum perkasa dan mengguncang Lhasa, mengenakan jubah layaknya biksu, mengenakan topi perjalanan bundar yang biasa dipakai para Lama Agung, memiliki tiga mata kebijaksanaan serta memegang pedang kebijaksanaan dan jantung musuh (samsara) dengan luwak pengabul kehendak yang memuntahkan permata dan bertahta di tengah angin kencang serta asap dan api gaib, Dorje Shugden akhirnya bangkit. Dorje Shugden yang merupakan pelindung pandangan dan ajaran khusus Manjunatha Je Tsongkhapa akhirnya mewujud seperti yang dijanjikan. Meskipun beliau muncul untuk secara khusus membantu pelestarian ajaran Tsongkhapa, karena beliau telah membangkitkan bodhicitta, beliau bersedia membantu semua orang yang memanggilnya tanpa memandang siapa mereka. Pikiran beliau telah menyatu dengan Manjushri sejak beberapa kehidupan yang lampau melalui latihan dan meditasi yang ketat sehingga Dorje Shugden pada hakikatnya adalah sama dengan Manjushri, Boddhisatva Kebijaksanaan.
Di sini kami melampirkan terjemahan biografi singkat Tulku Drakpa Gyeltsen oleh cendekiawan besar Mongolia – tepatnya biografi sebelum beliau muncul sebagai Pelindung Perdamaian Dunia Dorje Shugden. Sebelum bangkit sebagai pelindung Dharma, beliau adalah seorang sarjana, guru, dan master meditasi yang hebat bagi puluhan ribu orang. Oleh karena itu, ketika Dorje Shugden merasuk ke dalam penubuat-Nya selama empat ratus tahun terakhir ini, beliau mampu memberikan inisiasi, ajaran, dan melafalkan banyak petuah Dharma kepada para hadirin. Beliau muncul sebagai pelindung dharma, tetapi sebenarnya beliau adalah Manjushri. Makhluk Agung yang dapat Anda percayai dan jadikan tempat berlindung sepenuhnya.
Semoga Anda semua diberkati oleh makhluk suci ini dan kisahnya yaitu: Tulku Drakpa Gyeltsen dan silsilah inkarnasinya. Saya telah meminta cendekiwawan Geshe Cheme Tsering untuk menerjemahkan karya Lobsang Tamdin ke dalam bahasa Inggris. Kepada beliau saya berhutang banyak rasa terima kasih karena terjemahan ini akan bermanfaat bagi banyak orang. Saya sangat berharap ini akan berkontribusi pada pemahaman tentang inkarnasi Dorje Shugden sebelumnya.
Tsem Rinpoche
Daftar isi:
- Biography of Tulku Drakpa Gyeltsen
- Doa Silsilah Reinkarnasi kepada Tulku Drakpa Gyeltsen oleh Dorje Shugden
- Doa Silsilah Reinkarnasi kepada Tulku Drakpa Gyeltsen oleh Panchen Lama ke-4
Sumber
Lobsang Tamdin be bum mengekstrak biografi (rnam thar) Tulku Drakpa Gyeltsen dan silsilah inkarnasinya menjadi sebuah karya berjudul sprul sku grags pa rgyal mtshan gyi sngon byung ‘khrungs rabs dang bcas pa’i rnam thar (dza ya pandi ta blo bzang ‘phrin las kyi gsan yig nas zur du bkod pa bzhugs so).
Naskah aslinya juga dapat ditemukan langsung di katalog penerimaan ajaran (thob yig) karya Jaya Pandita yang diterbitkan oleh Prof. Lokesh Chandra, International Academy of Indian Culture (1981, vol. 4, halaman 43-60).
Riwayat ini berisi daftar silsilah inkarnasi panjang Tulku Drakpa Gyeltsen, disertai biografi singkat. Biografi Tulku Drakpa Gyeltsen sendiri memuat kisah hidupnya dari tahun ke tahun.
Biografi Singkat Pengarang
Lobsang Tamdin (1867 – 1937), adalah seorang sarjana Mongolia dan pemegang silsilah dari banyak praktik. Dia terutama dikenal karena mengoleksi banyak teks penting yang ditulis berbagai guru agung dari Mongolia dan Tibet. Lobsang Tamdin belajar dan menerima sumpah penahbisannya di Biara Ganden, Ulanbataar di Mongolia. Di sinilah beliau belajar secara ekstensif serta menguasai ajaran sutra dan tantra. Selain menghasilkan banyak karya ilmiah yang luar biasa, Lobsang Tamdin juga dikenang karena sejumlah keajaiban yang beliau lakukan semasa hidupnya, salah satunya termasuk perwujudan spontan dua stupa yang bertuliskan huruf-huruf mistis.
Di masa kini, Lobsang Tamdin dikenang dan dimuliakan terutama karena koleksi karya akademisnya yang tersusun menjadi 12 jilid. Banyak dari teks-teks ini mengandung informasi penting dari berbagai guru serta catatan sejarah dari berbagai biara, yang semuanya dapat ditelusuri kembali ke sumber aslinya yang merupakan komponen penting ketika belajar Dharma untuk memastikan materi yang dipelajari berasal dari sumber otentik.
Naskah Tibet, diikuti dengan terjemahan
Halaman 43
“Setelah itu, cendekiawan besar Kashmir Shakya Shri, calon Buddha Prabhakar, lahir pada tahun domba (api) (1127 M). Beliau menerima penahbisan pada usia dua puluh tiga. Pada tahun ke-78 dia datang ke Tibet. Tinggal selama sepuluh tahun di Tibet, beliau melakukan banyak pekerjaan untuk Dharma dan kebahagiaan makhluk hidup. Ketika melakukan perjalanan ke Kashmir, beliau melakukan pekerjaan ekstensif untuk kepentingan orang lain. Beliau meninggal di usia ke-99 (1225). Adapun Kunkhyen Choeku Woezer (1214-1292), sebagai seorang ahli besar dalam Praktik Guhyasamaja, menyebarkan Dharma dengan mengajar. Beliau memiliki murid yang luar biasa hebat seperti Kunkhyen Phag (pa)-woe (zer). Setelah itu, beliau lahir sebagai Buton Rinchen Drub (lahir 1290). Belajar di bawah bimbingan Tengpa Lotsawa, Phag-woe dan guru-guru lainnya, beliau menjadi ahli sutra dan tantra. Diakui sebagai guru Dharma yang berharga, beliau menulis banyak risalah sutra dan tantra. Beliau meninggal pada usia tujuh puluh lima (1364) di Zhalu. Meskipun kemudian beliau lahir kembali sebagai Drubwang Kunga Lodroe, saya tidak tahu sama sekali tentang kehidupannya. Setelah itu, beliau lahir sebagai Panchen Sonam Drakpa di Tsethang pada tahun anjing (bumi) (1478). Beliau ditahbiskan oleh Sonam Tashi di Tsethang dan menerima nama Sonam Drakpa. Beliau belajar di Nyimathang dan Sera Jhe. Mengabdi pada Lama Dhonyo Palden sebagai gurunya, beliau menjadi ahli di bidang sutra Buddhis dan mengikuti ujian drakor (setara ujian Doktor) di (tahta monastik) Tsethang. Dari Sangye Pal Sangpo, guru pembimbing dari (biara) Woena, beliau menerima sila sramanera (calon biksu) dan penahbisan penuh (biksu). Mengabdi kepada instruktur Gyuto Choeden Lodro sebagai gurunya, beliau …”
Halaman 44
“belajar tantra Buddhisme, lalu diangkat sebagai kepala biara Gyuto. Beliau mengajar di sana selama sebelas tahun. Beliau menerima banyak ajaran dari Gedun Gyatso (yang dikemudian hari sebagai Dalai Lama ke-2). Kemudian, atas nasihat Yang Maha Mengetahui (Gedun Gyatso), beliau mengajar di Loseling. Setelah (mengajar selama) sebelas tahun, beliau diundang untuk mengajar di Gaden Shar(tse). Pada usia lima puluh dua, beliau diundang untuk menjadi pemegang Tahta Gaden. Ajaran yang beliau berikan sangat ekstensif dan mendalam. Beliau menulis banyak risalah seperti Penjelasan Rinci Perihal Abhidharma, Penjelasan Tentang Tahap Dan Penyelesaian Praktik Guhyasamaja, Sejarah Tradisi Gelug, dll. Pada usia tujuh puluh tujuh beliau memasuki parinirvana. Meskipun dikatakan bahwa beliau lahir sebagai Tagtsab yang agung, saya tidak tahu kehidupannya yang satu ini. Setelah itu, beliau lahir (1556) sebagai Sonam Wangpo. Sonam Gyatso Yang Maha Tahu (kemudian dikenal sebagai Dalai Lama ke-3) memotong seberkas rambutnya; beliau memberinya nama Sonam Yeshe Wangpo. Beliau menjadi calon biksu pada usia tiga belas tahun. Pada usia sembilan belas tahun beliau menerima penahbisan penuh dari Je (master) Sonam Gyatso. Pada usia dua puluh dua beliau berkunjung, sebagai bagian dari rombongan (sangha), ke Mongolia. Beliau juga telah menulis banyak karya. Pada usia tiga puluh tujuh (1593), beliau memasuki parinirvana. Setelah itu, Ngawang Sonam Geleg Pal Sangpo lahir pada tahun kuda (kayu) (1594). Pada usia tiga tahun Paljor Gyatso, Gaden Tripa (ke-25) memotong jumbai rambutnya. Pada tahun yang sama, anak laki-laki itu berbicara tentang guru yoga dari singgasana pengajaran di Perkumpulan Doa Lhasa, membuat takjub semua orang dan memperteguh keimanan mereka. Beliau belajar di Tashijong. Di hadapan Paljor Sonam Lhundrub beliau menerima sila calon biksu dan …”
Halaman 45
“diberi nama Ngawang Sonam Geleg Pal Sangpo. Beliau termasuk di antara pihak panitia penyambutan Je Yontan Gyatso (kemudian dikenal sebagai Dalai Lama ke-4) yang kembali dari Mongolia. Pada usia sembilan belas tahun beliau menerima penahbisan penuh di bawah Panchen Rinpoche Choekyi Gyaltsan[1] dan, belajar di Tashi Lhunpo, kemudian menjadi seorang cendekiawan besar. Tongkhor Tulku Jamyang Gyatso dan banyak praktisi lainnya menerima ajaran dari beliau. Beliau kemudian ditugaskan memimpin perkumpulan doa Lhasa Monlam. Beliau meninggal tahun 1616 pada usia dua puluh dua di Lhasa. Dengan ini selesailah riwayat kehidupan lampau beliau. Sekarang saya akan berbicara sedikit tentang kehidupan beliau saat ini (sebagai Tulku Drakpa Gyaltsen). Adapun tempat kelahiran makhluk mulia ini adalah di Kyishod Ghekhasa (di Tibet Tengah). Beliau dilahirkan dengan pertanda luar biasa pada hari ke-8, Kamis pagi, di bawah konstelasi Saturnus, selama bulan Waisak (bulan keempat dari penanggalan lunar) di tahun domba bumi betina (1619) dari orang tuanya yang bername Jerig Namsé Norbu dan A-gyal. “Tepat setelah lahir” bayi yang baru lahir itu menoleh ke arah ibunya, tersenyum, dan mengoceh. Pada usia dua tahun, bertepatan dengan kunjungan Panchen Rinpoche Yang Maha Tahu ke Lhasa, orang tuanya membawa anak itu kepadanya;[2] Beliau menamai anak itu Choezang Gyaltsan[3], dan juga memberikan doa berkah umur panjang, serta berkah-berkah lainnya. Beliau memberi tahu dan menasihati bahwa anak mereka ini bukanlah makhluk biasa. Pada usia tiga tahun sejumlah Tentara Mongol menculik anak itu. Tak lama kemudian, melalui surat-surat dari Panchen Rinpoche dan utusan serta upaya diplomatik penguasa (kepala suku) setempat[4] Sonam Paljor, anak itu berhasil dibawa kembali. Saat pergi ke Sangphu … [5]”
Halaman 46
“Anak itu meninggalkan jejak di atas batu, yang kemudian disimpan oleh ibunya. Menolak bermalam di Sangphu, anak itu berkata bahwa mereka harus segera pergi ke Drepung. Pada saat yang sama, Guru Choekyong Lozang juga berangkat (ke Drepung) dari Wölkha. Oleh karena itu (keluarga) melanjutkan[6] ke Zimkhang Ghong (‘kediaman atas’, di Drepung). Setibanya di sana, anak itu langsung mengenali Guru Choekyong Lozang, ruangan di samping pilar dengan terakota yang menggambarkan Panchen Shakya Shri, mala rudraksha[7] (milik pendahulunya), di antara benda-benda lain di bangunan tersebut. Anak itu belajar membaca dan menulis tanpa kesulitan. Kemudian di Drepung, Panchen Rinpoche Yang Maha Tahu memotong kuncung rambut anak itu dan memberinya nama Drakpa Gyeltsen. Pada usia delapan, beliau mengambil sila calon biksu di bawah bimbingan Guru Konchog Choephel[8]; beliau juga meminta dan menerima sila niat dan melatih pikiran bodhisattva, serta menerima transmisi pemberdayaan Vajrabhairava serta pemberdayaan kembar Amitāyus dan Hayagrīva. Sang guru juga memberinya lukisan gulir Bhairava dalam wujud tunggal. Tahun berikutnya beliau menerima banyak pemberdayaan (wang), transmisi (lŭng) dan bimbingan instruksional (thrid) dari Panchen Rinpoche, beberapa di antaranya adalah Seratus Inisiasi Izin Narthang dan Siklus Latihan lengkap Berkaitan dengan Manjushri. Instruktur Sera Jha, Jhampa Monlam, kemudian diundang sebagai tutor pribadinya. Jhampa Monlam memulai pengajarannya dengan mengulang topik-topik terkait risalah utama dalam format dialektis dan tanya jawab. Sang tulku muda mempelajari aspek sutra agama Buddha selama tujuh tahun. Dari instruktur yang sama beliau menerima instruksi tentang Tahapan Jalan Menuju Pencerahan, Ringkasan Peristiwa Vinaya Agung[9], Kadam Bhuchoe (kisah kehidupan Dromtonpa yang diceritakan oleh Atisha) dll. Sesuai dengan keinginan Panchen Rinpoche, di usia delapan belas tahun beliau memimpin Perkumpulan Doa Monlam kecil dan menganugerahkan hadiah Dharma kepada umat awam dan kaum biksu tertahbis. Kemudian dia pergi ke Wölkha. Di sana beliau memberikan ajaran”
Halaman 47
“yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing individu dari berbagai lapisan masyarakat. Dari Lingmed Zhabdrung Konchog Choephel beliau juga menerima ajaran sutra dan Empat Komentar[10] dan menjadi cendekiawan yang ternama. Pada usia sembilan belas tahun, beliau menjadi kepala biara Kyormolung, (diperkirakan sekitar tahun 1169) tahta monastik dari ‘Arhat dari Belti’ (Wangchug Tsultrim); beliau memperkenalkan ajaran jalan menuju pembebasan bagi umat awam maupun biarawan. Pada usia dua puluh, dalam upaya untuk menghindari epidemi cacar, Tulku Drakpa Gyeltsen pergi ke Lhading dan tempat-tempat lainnya; beliau melakukan retret kepada sejumlah batara meditasi (yidam) dan melihat banyak tanda positif. Di tempat-tempat retret ini, dan kepada para dermawan, beliau memberikan ajaran yang disesuaikan dengan harapan mereka. Di Rinchengang, pada musim dingin itu, Tulku Drakpa Gyeltsen melakukan retret ketat selama tiga atau empat bulan. Kemudian beliau pergi ke biara Gaden. Bernaung di bawah Panchen Rinpoche, dan mengabdi Sang Pemenang Mulia sebagai seorang pelayan, beliau kemudian memohon dan menerima ajaran antara lain tentang Kehidupan dan lagu-lagu Milarepa, Komentar Agung Tentang Hevajra Tantra, kalajengking besi dan praktik lain dari tradisi Nyingma, empat pemberdayaan Shri Devi dan Ritus Latihan Seratus Dewa[11]. Pada usia dua puluh satu, di hadapan Sang Buddha (di Biara Utama Lhasa), dengan Panchen Rinpoche Choekyi Gyaltsan sebagai kepala biara, Choeje Konchog Choephel sebagai pembimbing ritus, dan Choeje Jhampa Monlam sebagai pembimbing kerahasiaan, dengan jumlah anggota sangha yang telah memenuhi persyaratan, dibuktikan dengan hadirnya guru Vinaya Lha-tsa-wa, ia menerima penahbisan penuh pada hari kedelapan penanggalan lunar ketika matahari melintasi langit kedelapan. Mereka yang hadir menyaksikan beliau layaknya sebagai Upāli kedua. Pada usia dua puluh dua beliau menghadap Yang Berjaya (Panchen Rinpoche) di Perkumpulan Doa Lhasa; kemudian beliau berada di Perkumpulan Doa Kyormolung, memberikan ajaran umum dari Kehidupan Sang Buddha dan pemberdayaan umum. Pada usia dua puluh tiga, dia memesan lukisan Je Tsongkhapa seharga tiga ratus koin perak; lukisan itu”
Halaman 48
“diberkati oleh Panchen Rinpoche. Tahun berikutnya beliau telah sembuh total dari sakit cacar. Pada usia dua puluh lima ia pergi ke wilayah É. Beliau menyelenggarakan upacara sebagai peringatan bagi para pendahulunya. Pada usia dua puluh enam, mengembangkan keinginan untuk hidup dalam kesendirian, beliau menghabiskan musim panas dan musim gugur tahun berikutnya di Tempat Retret Gephel. Beliau menghabiskan waktu dalam refleksi mendalam dan devosi spiritual. Setelah itu, sesuai dengan keinginan Sang Pemenang, beliau melakukan upacara tolak bala pada ratu Dragkha, yang sedang sakit, untuk meringankan rintangannya. Beliau pergi ke Chekar-zong (pusat distrik wilayah Chekar), dan memberikan berbagai ajaran dan transmisi. Pada usia dua puluh sembilan, di Tashi Lhunpo selama musim panas dan musim gugur, beliau menerima pemberdayaan, transmisi lisan dan instruksi seperti Vajramala, Praktik Aktualisasi Seratus Dewa dan Tahap Tantra dari Jalan Menuju Pencerahan dari Panchen Rinpoche, dengan sikap selayaknya sebuah vas kosong yang siap menerima sepenuhnya isi yang berharga milik vas lain. Saat kembali, ia mengunjungi Zhalu (tahta monastik biara Buton), Biara Wensa, Gyangtse dll. dan menjalin ikatan spiritual dengan para penghuninya. Pada usia dua puluh sembilan, di Kyormolung, beliau memesan rupang perak besar Je Tsongkhapa, serta sebuah stupa seharga lima ratus koin perak, lengkap dengan kapel dan set persembahan perunggu yang indah dan perlengkapan lainnya. Kegiatan ini diikuti dengan pemberkatan, persembahan makanan dan teh, dan persembahan uang kepada Sangha bersama dengan pengajaran dan pemberian materi kepada masyarakat umum, kegiatan yang memberi kepuasan besar baik kepada kaum monastik maupun umat awam. Pada tahun lembu bumi (1649), beliau mengunjungi Radreng untuk berziarah sebentar. Ketika beliau berdoa kepada ‘Jowo Jampal Dorje‘ —objek pemujaan utama di Radreng—”
Halaman 49
“Lukisan itu tiba-tiba hidup dan berkomunikasi dengan Tulku Drakpa Gyaltsen. Dari mantra enam suku kata yang tiba-tiba saja muncul, nektar mengalir; dan semua orang dalam rombongan tersebut mengecap nektar ajaib tersebut. Dari gambar Dromtonpa (1004-1065), dua relik, yang rupanya seperti kaca berkilau, tiba-tiba mendarat di tangan beliau. Saat menyaksikan situs retret rahasia Senghe Drag, beliau melihat sebuah relik muncul di sebuah rupa wajah karakter yang letaknya berdekatan dengan gambar Panchen Rinpoche—sebuah relik yang dapat dilihat (pada gambar itu) hingga hari ini. Sonam Paljor, keponakannya, meninggal; dan sang guru melakukan upacara pemakaman besar untuk mengenangnya dan, tergerak oleh pengalaman itu, beliau juga menulis beberapa lagu tentang realisasi kesadaran. Kemudian beliau pergi berziarah ke istana Potala dan Lhasa. Di Yerpa Lhari, dia membuat persembahan besar – baik aktual maupun visualisasi – serta memuaskan penduduk setempat dengan ajaran Dharma yang ekstensif. Pada tahun macan besi (1650), untuk mengenang keponakannya, ia memesan gambar Je Tsongkhapa dari 100 Ons perak, lengkap dengan singgasana dan latar belakangnya, kemudian diakhiri dengan pemasangan perhiasan emas serta permata dan, dikonsekrasi dengan sepatutnya, lalu dipajang di sanggar puja Maitreya di Drepung. Atas desakan Dharmapala (Nechung), beliau menyusun doa panjang umur dan, disertai dengan persembahan materi, mempersembahkannya kepada Dalai Lama pada kunjungannya ke Aula Pertemuan Drepung. Beliau mengundang Dalai Lama ke kediamannya, secara pribadi menaburkan bunga pada tamu terhormatnya—sebuah sikap yang disambut hangat oleh sang tamu terhormat—kemudian memberikan penghormatan yang sangat mendalam dan takzim. Konsekrasi, persembahan teh dan makanan kepada Sangha disertai dengan pemberian upah dan aneka hadiah kepada para pengrajin menyelesaikan acara tersebut. Setelah itu beliau pergi untuk menghadiri doa pemakaman Tashi, mempersembahkan doanya;”
Halaman 50
“beliau memberikan ajaran kepada para penguasa dan menteri; beliau menganugerahkan penahbisan untuk samanera dan calon biksu dari E’- serta Dhagpo; kepada biara-biara beliau memberikan ajaran yang diminta dilengkapi dengan sedekah dan persembahan teh. Saat kembali, beliau mengunjungi Chekar Zong, Zangri Yangon Tse, Samye, Dechen, Tsal dan beberapa tempat lainnya. Kepada semua orang dari berbagai lapisan masyarakat (di wilayah ini) misalnya di Zhabdrung Yizhin beliau memutar roda Dharma, setelah itu beliau kembali ke Lhasa. Paduka Raja dan segenap penghuni istana keluar untuk menyambut beliau. Beliau pun diundang masuk ke dalam kediaman pribadi raja, dan mendapat penghormatan tertinggi. Setelah itu beliau kembali ke Drepung. Hari berikutnya, pada pertemuannya dengan Dalai Lama, beliau memberikan persembahan yang lengkap. Musim dingin itu, bersama dengan komunitas monastik, di kaki Dalai Lama, beliau menerima (transmisi lisan) sebagian besar kumpulan karya Je Tsongkhapa. Pada tahun kelinci besi (1651), beliau memesan lukisan kain indah yang menggambarkan Je Tsongkhapa dengan banyak dewa di belakangnya dengan jumlah setara empat lantai, beliau juga memimpin proses konsekrasi yang rumit, berdasarkan praktik Bhairava para biksu senior biara Kyormolung. Itu adalah waktu ketika hujan jarang terjadi namun tiba-tiba terjadi hujan deras, umat awam dan kaum monastik langsung keheranan sekaligus gembira. Itu adalah sebuah pertanda baik. Beliau memberi pengormatan pada Sangha monastik dan pembuat lukisan kain dengan makanan yang luar biasa, teh serta persembahan dana, juga upah yang disertai hadiah mewah. Setelah selesai, beliau pergi ke Drepung. Di sana sejak hari kedua puluh lima Waisak, bersama dengan lebih dari seribu murid vajra, di kaki Vajradhara yang meliputi segalanya—yang namanya (nama pribadinya) disebutkan karena alasan tertentu—dan sang pemenang mahatahu Ngawang Lozang Gyatso, beliau menerima pemberdayaan yang berkaitan dengan”
Halaman 51
“empat puluh lima mandala, termasuk empat puluh dua mandala Vajramala dan tiga mandala yang diuraikan dalam Kriya tantra untuk mendatangkan keberuntungan. Selama pemberdayaan ini, beliau menghormati (sang guru) dengan persembahan mandala emas, seratus sang perak (setara dengan 1 Ons) dan sejumlah besar persembahan materi. Di akhir pemberdayaan, beliau mengundang Yang Berjaya beserta dengan rombongan dan donaturnya ke kediamannya untuk persembahan makanan yang sangat menyenangkan dan mewah disertai dengan persembahan materi yang luar biasa. Setelah itu, selama satu bulan di Gaden Phodrang, bersama dengan Nenying Zhabdrung dan Jamyang Tulku Rinpoche beliau menerima banyak ajaran termasuk transmisi Kumpulan Karya Gyalwa Gedun Gyatso (1476-1542). Kemudian dia beliau pergi ke Tashi Lhunpo, menerima banyak ajaran seperti ringkasan yang dikenal sebagai Seratus Umur Panjang Pemberdayaan dan Kumpulan Karya Lozang yang telah beliau cari selama beberapa waktu. Seperti yang direkomendasikan oleh Panchen Rinpoche, beliau menganugerahkan berbagai ajaran kepada semua rohaniwan serta para yogi dan yogini (pertapa) di wilayah Tsang seperti yang diinginkan oleh mereka semua. Dengan dipimpin Tulku Drakpa Gyaltsen, para pertapa mempersembahkan doa panjang umur kepada Panchen Rinpoche dan kemudian bertindak sebagai pelayan Panchen Rinpoche, beliau kemudian pergi ke Zhalu bersama Yang Mahatahu. Beliau mempersembahkan persembahan pada perayaan Yama dan Vaisravaṇa; ke semua biara besar dan kecil di Tsang termasuk Tashi Lhunpo; kepada Panchen Rinpoche juga beliau juga membuat banyak persembahan materi, dan juga menerima banyak ajaran. (Menanggapi pertanyaan beliau, Panchen Rinpoche menasihatinya bahwa) Panchen Rinpoche tidak melihat hambatan dalam kunjungan ke Tibet timur; bahwa dia harus memenuhi keinginan Sang Pemenang (Dalai Lama); dan Panchen Rincpoche memberinya banyak pil suci, bersama dengan relik Tara putih yang mampu memperbanyak diri sendiri (yang konon dipahat oleh) Atisha (?) serta sebuah Pänzha (topi sarjana). Tulku Drakpa Gyaltzen pun pergi ke Kyormolung dan saat kembali.”
Halaman 52
“Pada tahun naga air (1652), ketika Dalai Lama sedang berjalan menuju Tiongkok, beliau mengundang Sang Pemenang ke Kyormolung; Beliau menerima dan memberikan penghormatan dan persembahan kepada raja (Gushri Khan), kepala suku dan dermawan, tokoh keagamaan di Sera, Drepung dan Gaden, serta semua tokoh penting yang berkumpul dari berbagai tempat—di sela-sela penyambutan dan penghormatannya kepada Dalai Lama dan rombongannya. Beliau pun hadir ketika ‘Ayah dan anak Pemenang’[12] bertemu di Na-kar-mo (Na-kar-zong?). Di kaki Panchen Lama beliau kembali menerima banyak ajaran seperti ‘naskah besar pelatihan pikiran’. Dalam rangka mengiringi Dalai Lama melanjutkan perjalanan, beliau menyertai rombongan Dalai Lama ke Dechen Samdrub Ling. Untuk membalas keramahtamahannya, Dalai Lama memberikan nasihat komprehensif pada beliau tentang melayani tujuan makhluk hidup pada usulan kunjungannya ke Tibet Timur dan selain itu, Dalai Lama melakukan banyak ritual beliau di antaranya ritual perlindungan ka-go untuk menghilangkan rintangan dalam perjalanannya. Kembali di Drepung, sang raja dan seluruh penghuni istananya memberikan penyambutan yang mewah di Gaden Phodrang, memberinya persembahan yang sangat dermawan dengan diawali oleh tiga ratus sang perak yang diatasnamakan sebagai persembahan dari Dalai Lama. Tulku Drakpa Gyaltsen langsung menawarkan sang depa (Sonam Rabten) lima puluh sho emas[13] sebagai sumbangan untuk pelapis emas di atap Drepung. Pada hari kedelapan bulan itu, Dharmapala (Nechung) merasuki sang penubuat dan, melanjutkan ke Zimkhang Ghong, menyampaikan sejumlah hal di antaranya pengamatan tentang masa lalu, sekarang dan masa depan. Banyak kepala suku dan guru spiritual dari segala penjuru yang datang menemuinya merasa terpuaskan dengan pemberian Dharma dan sumber daya material. Saat berangkat dari Drepung, komunitas monastik datang untuk mengantar beliau. Ini membuatnya Sang Tulku terharu dan meneteskan air mata. Di Lhasa beliau memberi hormat kepada Sang Buddha di aula besar dan berangkat pada hari (bulan) pertama. Pejabat Kyishod“
Halaman 53
“menerimanya. Sesudah itu di Biara Gaden, beliau mengadakan upacara teh dan persembahan derma; memberi penghormatan kepada Stupa Mausoleum, beliau memanjatkan doa yang ekstensif. Dipimpin oleh Tri Rinpoche Chusang (ke-39) (1648-1655), seluruh pejabat dan masyarakat menerimanya dengan prosesi kehormatan. Kemudian beliau mengunjungi semua biara besar dan kecil di Wölkha. Di aula doa Rinchengang (Labrang?) beliau mempersembahkan ukiran Je Tsongkhapa yang dipahat dari 300 sang perak. Sesudah memuaskan umat awam dan kaum monastik yang telah berkumpul untuk acara itu, dengan Dharma dan hadiah materi, beliau melanjutkan menuju Dokham (wilayah Amdo dan Kham). Reinkarnasi Bawa, Depa Kanampa, Vihara Phulung, dll.—serta seluruh masyarakat (di wilayah ini) menerima dan menghormatinya; mereka juga berterima kasih atas pemberian beliau yakni Dharma, hadiah dan sumbangan materi. Beliau tinggal (di sana) sampai tujuh bulan. Tindakan positifnya dalam melayani Dharma serta makhluk hidup berkembang seperti laut musim panas. Pada hari ketujuh bulan kelima kedua tahun ular air (1653), ia memulai perjalanan pulangnya, dan meskipun perlahan namun rombongannya akhirnya sampai di Choezong. Mereka tinggal sampai satu bulan di sini, yang mana beliau memberikan ajaran yang ekstensif dan memberikan sejumlah penahbisan. Akhirnya para pengembara ini tiba di Gaden namun Sang Tulku langsung pergi mengasingkan diri selama sebulan, tidak menerima pengunjung kecuali untuk memberikan sejumlah (banyak) penahbisan. Saat melakukan pengasingan diri selama sebulan di Yulding, para utusan membawa kabar baik bahwa Dalai Lama telah tiba di U-tsang setelah kembali dari Tiongkok. Oleh karena itu, pada hari ketiga belas bulan kesepuluh Sang Tulku mulai menuju Tibet tengah. (Dalam perjalanan) dia melakukan konsekrasi vihara baru milik Depa Tashi Namgyal beserta dengan aula doanya dan berbagai objek pemujaan lainnya.”
Halaman 54
“Di biara Gaden Shedrubling beliau memberikan pemberdayaan Bhairava. Dia memberikan banyak penahbisan. Dari sana secara bertahap beliau tiba di Lhasa. Sejumlah besar umat awam dan kaum monastik yang tak terhitung banyaknya termasuk Tenzin Choekyi Gyalpo (Gushri Khan) keluar untuk menerimanya, Sang Tulku kemudian melanjutkan perjalanan ke Ladrang-nya. Sang Tulku beserta para penyokongnya kemudian duduk bersama pada jamuan besar makan siang. Setelah jamuan makan, beliau mengunjungi Gaden Phodrang, di mana beliau langsung diterima oleh Dalai Lama. Mereka berbagi pengalaman baru-baru ini dengan sangat rinci. Tentang perjalanan Sang Tulku ke wilayah Kham, yang dicatat secara rinci dalam jurnal perjalanan Thutop Gyaltsen. Pada Malam Tahun Baru tahun kuda kayu (1654) Sang Tulku melakukan persembahan torma (sepanjang malam) yang luar biasa kepada Shree Devi (Palden Lhamo). Di aula pertemuan Gaden Phodrang (pada hari yang sama), Sang Tulku mempersembahkan seratus sang perak bersama dengan hadiah lainnya kepada Dalai Lama-sebagai persembahan perdana dari perjalanannya baru-baru ini. Kemudian beliau turut serta dalam barisan penyambutan pejabat dari Kyormolung: Untuk majelis utama Drepung dan Kyormolung[14] masing-masing ada sebuah dre[15] besar bongkahan teh jangjha karsé. Setiap anggota monastik yang berpartisipasi dalam festival Doa Monlam Besar, berjumlah hampir sepuluh ribu, diberi satu sho koin perak. Melanjutkan ke Tsang pada hari ke-11 bulan kedua, Sang Tulku tiba di Tashi Lhunpo dan disambut rombongan penyambutan dari para tertahbis dan umat awam termasuk para guru senior dan Depa Norbu. Tepat setelah makan siang beliau mengunjungi Panchen Rinpoche. Di sana Sang Tulku menerima instruksi bimbingan tentang latihan perlindungan dan mahamudra, seratus pemberdayaan umur panjang dan lain sebagainya. Bersama dengan seratus pertapa dari daerah pedalaman Tsang, beliau menawarkan—dan Panchen menerima—ritus umur panjang yang resmi. Kepada Panchen Lama Sang Tulku membuat berbagai macam persembahan yang diawali oleh”
Halaman 55
“seratus sang perak; ke semua biara dan unit retret yang tersebar di seluruh Tsang, beliau juga mempersembahkan teh serta persembahan dana kepada seluruh hadirin. Pada malam keberangkatannya, Panchen Lama memberinya lonceng ritual miliknya sendiri, sebuah patung batu Shree Devi, dan wadah ‘persembahan dalam’ yang diisi dengan buah-buahan. Sang Tulku juga disarankan oleh Panchen Lama untuk melakukan retret Tara putih sebagai ritus tolak bala; Panchen Lama juga mengatur pertemuan mereka dalam waktu tiga tahun serta melakukan ritual perlindungan untuk Sang Tulku. Saat kembali, beliau diterima dengan baik dengan Rong Jhamchen (biara) sebagai tuan rumah. Setelah tiba di Kyormolung, pada hari kedelapan beliau memimpin persembahan torma bagi Shrināth-dan pasangannya. Nektar menetes dari torma. Setelah itu beliau duduk di hadapan Dalai Lama, yang mengamati bahwa Sang Tulku harus melakukan retret Tara putih. Sesuai dengan nasihat dari ‘Bapak dan Anak’, mulai malam itu beliau melakukan retret selama berbulan-bulan. Saat Sang Pemenang[16] berangkat ke Tsang, Sang Tulku datang ke Gaden Phodrang (‘kediaman bawah’) dan memberikan persembahan di kakinya, kemudian bergabung dengan rombongannya ke Ramagang untuk mengantarnya pergi. (Setelah itu) beliau melanjutkan retret. Pada saat itu, dengan ditemani Dalai Lama, Gushri Khan memberi tahu Dalai Lama bahwa dia ingin mengundang Sang Tulku untuk mengunjungi Oirat. Pada hari kedelapan bulan keenam, dengan merasuk ke penubuatnya, dharmapala (Nechung) mengatakan dia ingin membangun hubungan spiritual dengan Sang Tulku. Sebagai balasan, Sang Tulku memberikan sang pelindung dharma latihan guru yoga yang terperinci; Nechung kemudian berjanji bahwa atas nama Sang Tulku dia akan melaksanakan empat aktivitas bajik.”
Halaman 56
Setelah itu Sang Tulku mengalami beberapa mimpi yang samar dan kurang menyenangkan; oleh karena itu beliau kemudian mulai rutin melakukan pembacaan mantra dan sadhana secara rutin di depan Bhairava, serta membuat persembahan teh dan bersedekah ke semua biara besar dan kecil di Tibet tengah yang dimulai dengan Sera, Drepung dan Gaden. Pada saat itu beliau juga memberikan (transmisi lisan) seluruh karyanya termasuk (tulisan mengenai) Drubchen Losang Tengyal, selain itu beliau juga banyak memberi inisiasi yang membutuhkan izin. Kala Dalai Lama kembali dari perjalanannya, beliau pergi untuk bergabung dengan pertemuan penyambutannya. Beliau mengundang Dalai Lama bersama dengan Depa (Sonam Rabten) ke kediamannya untuk upacara sambutan yang mewah disertai persembahan yang luar biasa. Pada kesempatan ini, kepala suku Ochirthu (?) secara resmi mengajukan petisi kepada pemerintah Tibet agar Sang Tulku berkenan mengunjungi Oirat. Keesokan harinya, kepala suku, dengan memberikan banyak persembahan di hadapannya termasuk seribu sang perak, menjelaskan kepada Sang Tulku mengapa beliau harus mengunjungi Oirat. Beliau sebenarnya tidak setuju namun setelah itu, kepala pelayannya serta kedua penyokong dananya meminta agar beliau mengunjungi Oirat, Sang Tulku menolak tiga kali, namun setelah itu bertanya apakah beliau bisa menyelesaikan devosi spiritualnya di sekitar Wölkha sampai rintangan mereda. (Tidak jelas.)[17] Pada tanggal 29, bulan pertama Nyojhed (tahun domba kayu, 1655), beliau berangkat ke Wölkha. Dalam perjalananbeliau mengunjungi Lamo. Dharmapala (Tsangpa) kemudian turun ke penubuatnya kemudian datang menemuinya. Yeshe Wangdu dan yang lainnya memohon nasihat dan pengajaran mengenai masa lalu dan masa depan. Dengan selendang upacara nyendhar Sang Tulku menempatkan Tsangpa di bawah kuasanya, serta menerima jaminan, dan memberinya aneka hadiah. Beliau berterima kasih kepada semua yang datang menemuinya di jalan dengan hadiah Dharma yang luas. Para pelancong tiba di Zingchi Rinchengang dll.”
Halaman 57
“Sang Tulku melakukan banyak penahbisan dan memberikan aneka pengajaran. Pada saat itu, kepada hampir seribu hadirin, yang hanya terdiri dari para biksu, beliau memberikan pemberdayaan Guhyasāmāja Tantra. Kepada banyak aspiran tantra termasuk Kachen Namkha Gyal, dan mahasiddha Losang Namgyal dari Ngari, beliau menyampaikan transmisi lisan dari Tahapan Jalan Menuju Pencerahan. Ketika mengunjungi Chusang, beliau memberikan pemberdayaan Manjushrināmasamgiti kepada Sangha; kepada masyarakat umum beliau menganugerahkan inisiasi Yeshe Khyungthra. (Di Wölkha) beliau melanjutkan retret. Beliau memimpin pertemuan monastik pada ‘Persembahan hari ke-25’—peringatan paranirwana Je Tsongkhapa; beliau juga mengumumkan piagam baru. Mempersembahkan enam belas jilid sutra Prajnaparamita kepada komunitas monastik—yang sebelumnya diterima sebagai persembahan dari guru pembimbing Gephel: Konchog Gyaltsan—para peserta pun tampak berbunga-bunga dan dengan antusias membaca kitab-kitab tersebut. Pada saat yang sama Tulku Losang Tenzin dan sekretaris pribadi Ngawang Chozang bersama-sama dengan hati-hati menyusun tulisan-tulisan Sang Tulku ke dalam urutan yang benar dan menyusunnya ke dalam wujud kitab. Pada saat itu chiso[18] dari Kyomolung muncul bersama dengan utusan kerajaan khyizug gyalpo membawa undangan (kepada ……); Sang Tulku bersedia untuk datang tahun depan. Di Gyasog, Lhading dan (biara) Ghangnang beliau mengadakan retret musim hujan. Di ketiga biara ini serta Lhathogtoed, selain mempersembahkan sehelai kain wol dan sebongkah besar teh padat, dilakukan pula tiga kali persembahan teh setiap harinya didirikan selama satu tahun penuh yang didekasikan bagi Sang Tulku. Terdapat pula persembahan teh dan sedekah ke semua biara. Kepada biara ibu dan anak di Rinchengang, beliau mengadakan persembahan teh dan bubur sepanjang tahun. Beliau kemudian mulai memprakarsai upacara ritual tolak bala tahunan di Laye untuk masyarakat umum. Komunitas monastik menerima persembahan emas, perak, biji-bijian,”
Halaman 58
“garam (bongkahan besar) teh dan lainnya sebanyak sepuluh kali lebih. Mengenai upaya ini, kami mendengar pernyataan dari Sang Tulku: “Asisten saya telah melakukan semua ini sebagai ritual tolak bala bagi saya. Yang bisa saya lakukan adalah mendedikasikan ritual ini agar semua makhluk mencapai Kebuddhaan demi kebahagiaan semua makhluk hidup yang jumlahnya tak terbatas bagai semesta”. Kata-kata ini mengungkapkan (kedalaman praktiknya) menukar diri sendiri dengan makhluk lain. Pada tahun kera (api) (1656), upacara (Tahun Baru) seperti tsetor[19] Srisum Dagmo dll. dilakukan dalam skala yang kompleks; para dermawan baik awam maupun yang ditahbiskan disuguhi oleh kemurahan hati rohani maupun jasmani; beliau tiba di Zimkhang Ghong dalam keadaan sehat. Namun perintah datang dari pemerintah yang meminta Sang Tulku harus mengunjungi Oirat pada bulan ketujuh tahun monyet. (Mengenai peristiwa-peristiwa yang kemudian terjadi sebelum itu,) banyak juga yang bertanya-tanya apakah makhluk-makhluk di negeri itu telah menghabiskan jasa pahala mereka; sebab, makhluk-makhluk agung dapat memilih kapan mereka ingin hidup atau mati, beliau tidak ingin pergi; bahkan beliau mungkin telah memilih untuk mengubah situasi negeri tersebut. Apa pun itu, sejak tanggal 25 bulan keempat tahun itu Sang Tulku mengalami peradangan. Lingtoed Zhabdrung dan Jhang-ngoe merawat tuan mereka hingga sembuh total. Namun, pada pertengahan pagi tanggal 13 beliau meninggal dunia di Dharmakaya. Saya tidak tahu bagaimana upacara pemakaman dilakukan. Ada banyak kisah tentang master seperti ini antara lain: Gambar Khedrub Norzang Gyatso (1423-1513) memanifestasikan relik untuknya; ketika melakukan retret umur panjang di Ghekhasa, relik muncul dari patung Buddha Amitāyus; Dikisahkan bahwa ketika beliau melihat ruang emas atas Kyormolung, relik muncul dari beberapa gambar, dan Shri Nāth yang berwajah empat memenuhi keinginan Sang Guru. Kepada orang lain yang membaca ini, catatan rinci tentang guru yang mengalami pertemuan penglihatan dengan banyak Buddha, dewa meditasi baik yang berwujud damai maupun murka, dan sebagainya, hal ini harus yang harus dipelajari dari kehidupan Sang Guru itu sendiri adalah tentang pencapaian spiritualnya.[20]”
Halaman 59
“Guru mulia yang menunjukkan keagungan dengan cara ini juga telah meninggalkan sejumlah karya tulis untuk anak cucu. Ini adalah karya-karya beliau yang telah saya terima sebagai transmisi lisan: Hujan Nektar Berkah: Panduan Guru Yoga Yang Berfokus pada Je Tsongkhapa (Vol. Tsa); Peti Emas, catatan pribadi tentang realisasi spiritual dari guru yang bereinkarnasi (Tsa); Mengembangkan Apresiasi untuk Ajaran (yang berbeda) (Tsa); Intisari Nektar dari Jalan Mendalam (Tsa); Hujan Berkah – pujian untuk Je Tsongkhapa, serta Sinar Matahari Keyakinan, dan pujian untuk Guru Agung Buton (Tsa); doa silsilah reinkarnasi dari Sang Guru sendiri, yang ditulis atas permintaan para dakini (Dho); doa silsilah reinkarnasi lainnya (Dho); Riwayat Realisasi Pemuda Mig-ghi-gaton (nama jilid tidak jelas); Buku pedoman Manjushri dengan sarana kacang polong (Dho), dan catatan berbagai pengalaman mimpi yang luar biasa. Di antaranya, silsilah karya dengan tanda Tsa adalah sebagai berikut: Tulku Drakpa Gyeltsen, Lama Drungpa Rinpoche Tsondu Gyaltsan, dan ditransmisikan kepada saya (oleh Lama Drungpa). Garis keturunan untuk karya yang ditandai dengan Dho adalah: Tulku Drakpa Gyeltsen, Lama Drungpa Tsondu Gyaltsan, Lopon Rinpoche Losang Dhondrub, dan ditransmisikan oleh (Lopon Rinpoche) kepada saya. Adapun silsilah transmisi untuk pertanda mimpi ajaib: Tulku Drakpa Gyeltsen, Lopon Rinpoche Losang Dhondrub, dan diberikan kepada saya olehnya.
Meskipun Anda telah mencapai tiga bentuk phunsum [21],
Demi menjadi payung pelindung warisan Buddha kedua,
Engkau sengaja datang sebagai penegak tertinggi.
saya berdoa di kakimu, guru spiritual yang mulia.
Halaman 60
Silsilah reinkarnasi dari Guru Agung Jetsun Losang Tenpai Gyaltsan—yang layak mendapatkan pujian dan pemujaan tertinggi—tidak dapat dibayangkan. Namun saya akan menyebutkannya di sini sesuai dengan doa reinkarnasi (nya) yang ditulis oleh Panchen Rinpoche yang mahatahu[22]:
Pemapar utama dari kebenaran hakiki,
Dan ahli waris agung daripada Nagarjuna dan putra-putra (spiritualnya)
Yang dikenal sebagai Buddha kedua di kalpa ini.
Kepada pemimpin di antara para murid ini saya berdoa[23].
Objek dari penghormatan ini adalah cendekiawan Nāth Kumār. Lahir tak jauh dari Universitas monastik Nalanda, Nāth Kumār tak butuh waktu lama untuk dikenal orang karena penguasaannya terkait topik tiga keranjang ajaran (Vinaya Pitaka, Sutra Pitaka dan Abhidhamma Piṭaka) serta lima cabang ilmu / pancavidya (bahasa, logika, pengobatan, seni rupa serta kerajinan tangan, serta ilmu spiritual). Pada masa itu terdapat seorang bernama Cakarvati, seorang sarjana sesat yang selalu membawa tongkat serta botol labu (calabash) dan selalu membawa buku-buku miliknya dengan mengikatnya pada rambutnya yang kusut. Ia berasal dari sekolah filsafat sesat Ashawaghōsh, dan tiba-tiba muncul di Nalanda lalu langsung menantang para cendekiawan Nalanda untuk berdebat secara terbuka. Oleh karena sangat kuatnya keyakinannya akan ajaran Buddha serta ketekunannya menekuni aneka bidang ilmu dalam waktu lama, Kumār (langsung) menerima tantangan itu. Beliau dengan cepat membakar habis hutan lebat pandangan dan kata-kata keliru Cakarvati.”
Catatan kaki
[1] Panchen Rinpoche ke-4. Seluruh kurung siku, cetak miring, dan catatan kaki adalah tambahan penerjemah.
[2] Versi lain menyatakan: Orangtuanya mengundang Sang Panchen Rinpoche”. Versi asli Tibetnya : “….Panchen Thamchad Khyen Lhasar Phebpa yab yum ghyis chen dhrang…”
[3] Dalam adat tradisional ketika seorang anak diberi nama, nama daripada pemberi nama si anak biasanya memberi nama belakangnya pada si anak. Dalam kasus ini, Panchen Rinpoche (Lozang Choegyan—-‘Pikiran Benar dan Panji Kemenangan Bagi Dharma’), seorang cendikia ternama , memberi nama yang tak lain adalah nama panjangnya(Lo-zang Choekyi Gyaltsan) tapi disusun ulang secara puitis (‘Victory Banner of the Good Dharma’). Beberapa waktu kemudian beliau menyusun doa umur panjang baginya dengan mengambil nama-nama dari para pendahulu Panchen Lama. Silahkan lihat kumpulan karya Lozang Choegyan, Jilid Ca (5), hal. 35; Lama Mongolia Guru Deva, 1973
[4] Tib. Ponpo: kepala pemerintahan wilayah kecil atau kepala suku.
[5] Salah satu dari enam tahta monastik di Tibet tengah pada abad pertengahan
[6] Kemungkinan besar sebagai bagian dari ziarah ke Drepung karena Zimkhang Ghong, kediaman Panchen Sonam Drakpa dan lainnya, pada waktu itu akan menjadi tempat yang terkenal untuk dikunjungi.a name=”tdg8″>
[8] Yang dimaksud adalah Choeje (guru spiritual) Konchog Choephel dan Nenying Zhabdrung Konchog Choephel.
[9] Ada dua karya Tibet yang punya judul sama : Ringkasan Peristiwa Besar Vinaya oleh Je Gedun Drub (1391-1474) dan (2) yang satu lagi, dengan judul sama, ditulis Dulzin Drakpa Gyeltsen (1374- ), keduanya adalah murid yang hidup sezaman dengan Je Tsongkhapa (1357-1420). Disusun berdasarkan empat kitab Vinaya Pitaka (Jilid 1-12 di Kagyur), kitab-kitab menceritakan kejadian-kejadian di mana Sang Buddha menetapkan syarat-syarat yang berbeda tentang etika bagi mereka yang meninggalkan kehidupan rumah tangga dan keluarga.
[12] Panchen Rinpoche (diyakini sebagai emanasi Buddha Amitabha, ayah spiritual) dan Dalai Lama (diyakini sebagai emanasi Avaloketeshwara, putra spiritual Amitabha).
[13] Koin emas yang digunakan sebagai mata uang di beberapa bagian Tibet pada saat itu.
[14] Anggota Sangha umum dari sebuah vihara besar atau universitas monastik secara keseluruhan.
[15] Sebuah ukuran volume untuk benda padat (20 dre = 1 khal atau ukuran standar).
[16] Sebutan lain bagi Sang Buddha namun juga diterapkan bagi para Dalai Lama.
[17] “Gyalpo shegpai gongpa zogthab kyang mang dhu nang”.
[18] Pejabat biara penting, atau universitas monastik secara keseluruhan sebagai lawan kata dari perguruan tinggi monastik di institusi itu.
[19] Tse: kependekan dari tse-cig, hari pertama; Tor: persembahan torma. Secara tradisional, pujian yang berlangsung sepanjang malam dimulai pada malam tahun baru dan berpuncak pada persembahan torma kepada Shree Devi pada pagi hari berikutnya.
[20] Lihat Shugden Bheubum (Kumpulan karya mengenai Dharmapala Shugden), Vol. 1, folio 70-72; hal. 134-39
[21] Tiga tubuh atau bentuk Buddha. Secara tradisional diterjemahkan sebagai keberuntungan, Phunsum (seperti pada ucapan ‘Tashi deleg phunsum tsog‘) menunjukkan kombinasi dari sebab positif, hasil yang menyehatkan dan kenikmatan dari hasil tersebut.
[22] Panchen Lozang Chogyan, Kumpulan Karya, Vol. Ca (5), Mongolian Lama Guru Deva, New Delhi (1973), folio 34-35; hal. 83-85 dan cetakan kayu Tashi Lhunpo, Vol. Ca (5) Evam, folio 34-35; hal. 83-85
[23] Versi ini sedikit berbeda dari yang ditulis Panchen Lozang Chogyan.
Doa Silsilah Reinkarnasi Kepada Guru Yang Bereinkarnasi Dragpa Gyaltsan
Doa ini ditujukan kepada Sang Guru Yang Bereinkarnasi Dragpa Gyaltsan serta para reinkarnasinya. Doa ini diucapkan demi kepentingan semua makhluk yang tengah mengembara dalam samsara oleh Vajra Shugden yang melindungi Dharma suci, di kediaman suci Choling, sebagai tanggapan atas permintaan dari banyak biksu dan biksuni yang saleh serta para perumah tangga. Bertindak sebagai juru tulisnya adalah Gedun Choejor. Semoga hal ini menjadi penyebab bagi semua makhluk pengelana secepat mungkin mencapai keadaan Vajradhara dalam satu masa hidup.
Semoga terjadilah hal-hal yang baik!
Hyang Manjushri, ayah dari semua pemenang yang baik hati
Guru Tsongkhapa, yang kemasyhurannya memenuhi dunia ini
Hyang Yamantaka yang bangkit untuk menaklukan kedegilan
Berkahilah kami dengan pencapaian yang biasa maupun yang tidak biasa!
Yang Mulia Sambhota, yang terbaik di antara kaum cendikia
Loden Sherab, pakar agung karya-karya klasik
Yang Mulia Naropa dan Khyungpo Naljor:
Berkahilah kami dengan pencapaian yang biasa maupun yang tidak biasa!
Ralo Dorjedrag dan Guru Agung Khutoen
Guru Agung Sakya Shri dan Choeku Woezer,
Dan kepada Sang Maha Tahu Yang Mulia Buton:
Berkahilah kami dengan pencapaian yang biasa maupun yang tidak biasa!
Kepada Guru Yang Menguasai Segala Cabang Ilmu : Tsarchen dan Sonam Dragpa;
Sonam Yeshe, yang terunggul di antara penolong semua makhluk;
Sonam Deleg, yang pahala dan kebajikannya bersinar layaknya matahari:
Berkahilah kami dengan pencapaian yang biasa maupun yang tidak biasa!
Dragpa Gyaltsan, guru agung yang membimbing makhluk di zaman kemerosotan (nyig-dhue1) menuju pembebasan,
Yang dengan hanya mendengar namanya, membebaskan makhluk dari kelahiran alam rendah,
Yang membimbing siapapun yang berdoa dengan sepenuh hati ke kebebasan sejati:
Kepada Sang Pelindung Ajaran dan Makhluk di Tiga Alam, kami memohon.
Ngawang Jinpa, emanasi berjubah safron, dan
Ngawang Tenzin, penopang panji kemenangan ajaran Dharma,
Serta Jetsun Losang Geleg, sang guru terpandang:
Berkahilah kami dengan pencapaian yang biasa maupun yang tidak biasa!
Losang Tenzin, panji kemenangan Dharma yang datang
Sebagai raja, menteri, dan bhiksu demi semua makhluk dan Dharma,
Dalam suksesi tanpa henti layaknya riak dalam arus air:
Kepada emanasi dari masa lampau maupun yang akan datang kami memohon.
Dengan kekuatan kebenaran dari Tiga Permata (Triratna),
Dengan tindakan tercerahkan dari para dharmapala yang luasnya bak samudra,
Seperti Dewa Berwajah Empat dan Dorje Shugden,
Semoga semua makhluk hidup dalam keberuntungan dan kebahagiaan.
Karena engkau adalah perwujudan Tiga Akar2,
Bagi kami yang masih mengembara di masa kini, masa depan, dan dalam Alam Bardho3,
Di saat senang maupun susah kami tak memiliki siapapun selain dirimu:
Mohon dekap kami erat dengan kasih sayang layaknya ayah-ibu kami sendiri, jangan biarkan kami terpisah darimu.
Ketika di masa depan engkau melakukan perbuatan tercerahkan,
Seperti di antaranya mencapai Pencerahan sebagai Buddha Rabsal,
Semoga kami dan semua makhluk yang terhubung dengan kami,
Menjadi yang pertama merasakan nektar dari kata-katamu yang luas dan mendalam.
Semoga kami, dan semua makhluk, dalam semua kehidupan,
Terhubung dengan ajaran Buddha Kedua (Je Tsongkhapa),
Semoga kami semua mampu melangkah maju, dan mampu
Menyeberangkan semua makhluk hidup melintasi samudra samsara.
Catatan Kaki
[1] ‘Zaman kemerosotan’ yang dicirikan oleh “lima kemerosotan dalam hal umur, waktu, delusi, pandangan, dan makhluk hidup.” Sumber: Komentar tentang Abhidharmakosh oleh Chim Namkha Drag, juga dikenal sebagai ‘Chim Jampalyang’ (1210-1285); folio 181 (hal. 371); Edisi balok kayu, 1893; Jumlah folio 430 (hal. 869)
[2] Guru spiritual, istadewata meditasi, serta daka dan dakini.
[3] Keadaan peralihan antara kematian dan kelahiran berikutnya.
Doa Silsilah Reinkarnasi Kepada Tulku Dragpa Gyaltsan
Pujian untuk silsilah reinkarnasi dari Dragpa Gyaltsan Yang Agung ini telah disusun oleh Biksu Losang Choekyi Gyaltsan (Panchen Lama ke-4) di aula doa Tashi Lhunpo oleh karena permintaan yang tulus dari Legpa Gyaltsan dan banyak abdi ajudan beliau.
Semoga terjadi hal-hal yang baik!
Pribadi yang kemasyhurannya menyusup ke seluruh penjuru bumi;
Makhluk Agung yang memegang tinggi-tinggi panji-panji kemenangan,
Dari Buddha Kedua, sumber kebahagiaan dan kesejahteraan:
Di kaki Guru Agung itu kami berdoa.
Di kaki Guru Dunia yang memiliki sepuluh kekuatan,
Engkau menggunakan kekuatan kebenaran dengan niat murni nan unggul,
Menyebabkan bunga-bunga jatuh seperti hujan.
Kami berdoa di kaki Guru Agung tersebut.
Pemandu makhluk-makhluk pengelana baik manusia ataupun dewa;
Perbendaharaan semua pengetahuan dan pencapaian dalam dharma;
Pahlawan besar yang berjuang untuk pembebasan tertinggi:
Kami berdoa di kaki Choekyi Jhangchub.
Orang yang dikenal kebesarannya karena doa-doanya yang suci,
Layaknya Buddha kedua;
Pemandu maha agung bagi orang-orang yang beruntung di India maupun Tibet:
Kami berdoa di kaki Sang Makhluk Agung.
Di langit kebahagiaan agung Dharmakaya,
Bola bercahaya dari tiga tubuh Buddha yang adalah lingkaran penuh,
Memancarkan sejuta sinar aktivitas tercerahkan: Kami berdoa di kaki
Makhluk pembuka sejuta teratai manfaat dan kesejahteraan.
Kami berdoa di kaki Guru Buton, yang tak tertandingi
Di antara semua orang yang berilmu serta tercerahkan,
Dalam menegakkan dan menyebarkan ajaran Buddha,
Dengan memberi teladan dalam mengajar dan berlatih.
Dengan kecerdasan yang sangat terlatih sejak kehidupanmu di masa lampau,
Pikiranmu mekar penuh kegembiraan di semua jalan filsafat mendalam.
Dengan upaya penuh kesungguhan engkau mencapai realisasi tertinggi.
Kami berdoa di kaki Guru Tertinggi dan Tercerahkan itu.
Dari taman teratai yang luas dari jasa phuntsog*,
Segudang teratai, dengan ratusan kelopak, hasil dari belajar dan berlatih (dharma), mekar.
Aroma harum dari nama dan perbuatan baik menghilangkan semua penyakit dan kutuk
Yang menghinggapi makhluk-makhluk pengelana: Di kaki Guru tersebut kami berdoa.
Dengan permata pengabul keinginan dari kebajikan dan kebijaksanaan,
Engkau menjadi permata mahkota bagi manusia maupun dewa,
Seratus sinar perbuatan baik menghilangkan ketidaktahuan yang gelap
Dari semua makhluk pengelana: Di kakimu kami berdoa.
Rumah megah di alam suci yang dibangun oleh akumulasi kebajikan,
Dipenuhi dengan permata dari jalan yang baik dari tiga latihan.
Kami berdoa di kaki, penghuninya─pembimbing semua makhluk─
Yang berbusana keagungan dari perbuatan yang tercerahkan.
Dengan mengangkat tinggi-tinggi panji-panji kemenangan
Ajaran sutra dan tantra daripada Buddha Kedua:
Menjadikan Engkau tak tertandingi di tiga dunia.
Kami berdoa di kaki guru yang mulia ini.
Sumber semua ketenaran, kesejahteraan serta kebahagiaan,
Adalah ajaran Sang Buddha. Semoga pemimpin semua makhluk yang menjunjung tinggi panji ini
Berumur panjang demi semua makhluk yang tak terhitung banyaknya dan perlu dijinakkan!
Semoga perbuatan tercerahkan – phuntsog* – beliau menyebar ke sepuluh penjuru!
Dengan pahala yang kami kumpulkan melalui pujian ini, semoga kami takkan pernah
Terpisah dari perlindungan guru spiritual yang mulia!
Mampu melaju cepat di jalur kendaraan tertinggi,
Semoga kami segera mencapai keadaan trikaya!
Catatan Kaki
Dari Koleksi Karya Panchen Losang Chogyan, Vol Ca (5), folio 34a-35a (hal. 83-85), Cetakan Balok Kayu dari Tashi Lhunpo, Tibet.
*phuntsog: kata majemuk dalam bahasa Tibet (dari kata phun sum tsog) yang berarti kombinasi ideal dari ketiga elemen yakni sebab yang baik serta akibat dan kenikmatan dari hasil sebab yang baik tersebut.
Tambahan:
Silsilah reinkarnasi Tulku Drakpa Gyeltsen sangatlah panjang, mencakup guru agung dari Tibet dan India, dan ilustrasi berikut ini direproduksi dari lukisan dinding asli di kapel Trode Khangsar yang dibangun oleh Dalai Lama ke-5, di Lhasa-Tibet. Ilustrasi ini dengan jelas menggambarkan inkarnasi mulia Tulku Drakpa Gyeltsen sebelumnya menjadi pelindung perdamaian dunia Dorje Shugden. Klik pada gambar untuk memperbesarnya ke ukuran aslinya.
Dorje Shugden (figur utama)
Tulku Drakpa Gyeltsen (kiri atas), Buddha Shakyamuni (tengah atas), Manjushri (kanan atas), Mahakala Brahmanarupa (kiri bawah), Setrap Chen (kanan bawah)
Lama Agung Tulku Drakpa Gyeltsen hidup sezaman dengan Dalai Lama Kelima Yang Agung dan murid utama daripada Panchen Lobsang Chokyi Gyeltsen. Beliau adalah seorang biksu murni dalam tradisi monastik yang dilembagakan oleh Buddha Shakyamuni dan beliau juga diakui oleh Panchen Lama sebagai inkarnasi Panchen Sonam Drakpa. Dengan demikian, garis panjang inkarnasinya dapat ditelusuri sampai ke Bodhisattva Manjushri. Karena aspirasi di kehidupan sebelumnya, kala Tulku Drakpa Gyeltsen meninggalkan tubuh fananya, beliau bangkit sebagai Pelindung Dharma Dorje Shugden. Mahakala Brahmanarupa dan Setrap Chen adalah dua sosok dewa pelindung yang dipraktikkan oleh Tulku Drakpa Gyeltsen semasa hidupnya dan diyakini bahwa merekalah yang pertama menobatkan Dorje Shugden sebagai Pelindung Dharma.
UPDATE BULAN DESEMBER 2018
Di bawah ini adalah beberapa foto Trode Khangsar yang baru-baru ini dikirimkan kepada kami oleh teman-teman yang mengunjungi Lhasa, Tibet. Trode Khangsar adalah kapel yang didedikasikan untuk Pelindung Dharma Dorje Shugden. Kapel itu dibangun oleh Yang Mulia Dalai Lama ke-5 di tempat kremasi sahabatnya, saudara Dharma sederajat spiritual, Tulku Drakpa Gyeltsen.
Setelah Tulku Drakpa Gyeltsen dibunuh oleh para abdi Dalai Lama ke-5 yang merasa cemburu, beliau bangkit dan pertama kali ditahtakan oleh penganut Sakya sebagai Pelindung Dharma. Kemudian, praktik Dorje Shugden masuk ke dalam tradisi Gelug dan disebarkan secara luas dan dipromosikan oleh para lama agung seperti Yang Mulia Kyabje Pabongka Rinpoche. Sampai hari ini, Dorje Shugden terus dipraktikkan secara intensif di Trode Khangsar. Silakan nikmati foto-foto indah terbaru dari kapel, dengan patung Dorje Shugden yang megah, dari abad ke-17 ini.
Untuk mengetahui lebih jauh mengenai Trode Khangsar, kunjungi https://www.tsemrinpoche.com/?p=92148
Untuk membaca informasi menarik lainnya:
- Biografi Singkat Tsem Rinpoche Dalam Foto (Bahasa Indonesia)
- Pertanyaan Mengenai Rasa Cemburu (Bahasa Indonesia)
- 35 Buddha Pengakuan (Bahasa Indonesia)
- Ritus Berlian: Sadhana Harian Dorje Shugden (Bahasa Indonesia)
- Dorje Shugden – Pelindung Masa Kini (Bahasa Indonesia)
- Dorje Shugden Gyenze untuk Memperpanjang Umur, Meningkatkan Pahala dan Kekayaan (Bahasa Indonesia)
- Dorje Shugden Shize: Sebuah Praktik Untuk Penyembuhan dan Umur Panjang (Bahasa Indonesia)
- Dorje Shugden Wangze untuk Anugrah Daya Kuasa dan Pengaruh (Bahasa Indonesia)
- Dorje Shugden Trakze Untuk Menghalau Gangguan Ilmu Hitam & Makhluk Halus (Bahasa Indonesia)
- Proyek Pembangunan Stupa Relik Tsem Rinpoche (Bahasa Indonesia)
- ALBUM: Upacara Parinirwana Yang Mulia Kyabje Tsem Rinpoche (Lengkap) (Bahasa Indonesia)
- Parinirwana dari Yang Mulia Kyabje Tsem Rinpoche (Bahasa Indonesia)
- Dinasti Shailendra: Leluhur Buddhisme Mahayana di Indonesia (Bahasa Indonesia)
- Sebuah Doa Singkat Kepada Dorje Shugden (Bahasa Indonesia)
- Yang Mulia Dharmaraja Tsongkhapa (Bahasa Indonesia)
- Kyabje Zong Rinpoche: Kelahiran, Kematian & Bardo (Bahasa Indonesia)
Please support us so that we can continue to bring you more Dharma:
If you are in the United States, please note that your offerings and contributions are tax deductible. ~ the tsemrinpoche.com blog team
DISCLAIMER IN RELATION TO COMMENTS OR POSTS GIVEN BY THIRD PARTIES BELOW
Kindly note that the comments or posts given by third parties in the comment section below do not represent the views of the owner and/or host of this Blog, save for responses specifically given by the owner and/or host. All other comments or posts or any other opinions, discussions or views given below under the comment section do not represent our views and should not be regarded as such. We reserve the right to remove any comments/views which we may find offensive but due to the volume of such comments, the non removal and/or non detection of any such comments/views does not mean that we condone the same.
We do hope that the participants of any comments, posts, opinions, discussions or views below will act responsibly and do not engage nor make any statements which are defamatory in nature or which may incite and contempt or ridicule of any party, individual or their beliefs or to contravene any laws.
Please enter your details