Buddha yang Berpuasa (Bahasa Indonesia)
(Oleh Tsem Rinpoche)
Saya mengundang rupa Buddha yang Berpuasa setinggi tiga kaki ke rumah saya hari ini dan pada saat yang berbahagia ini, saya ingin berbagi informasi dengan kalian.
Berpuasa
Berpuasa adalah suatu tindakan sukarela untuk tidak mengkonsumsi beberapa macam atau semua jenis makanan dan/atau minuman dalam suatu periode. Kebiasaan ini dikenal pada banyak agama-agama besar di dunia. Contohnya, Puasa Lenten yang dilakukan oleh banyak Gereja Katolik dan Gereja Ortodoks Timur adalah puasa parsial selama empat-puluh hari untuk mengenang puasa yang dilakukan oleh Yesus Kristus pada saat menghadapi godaan di padang pasir. Berpuasa juga merupakan bagian penting dari agama Hindu. Para penganut agama Hindu berpuasa pada hari-hari tertentu yang terkait dengan dewa-dewi tertentu, sebagai contoh, pengikut Shiva cenderung berpuasa pada hari Senin. Penganut Hindu juga berpuasa pada hari raya keagamaan, seperti Maha Shivaratri yang didedikasikan bagi Shiva, dan Festival Navaratri atau “Festival Sembilan Malam” untuk menghormati berbagai rupa Dewi Durga.
Para penganut agama Islam di Malaysia dan di seluruh dunia juga merayakan Idul Fitri. Festival ini menandakan akhir dari Ramadan, bulan suci Islam dimana umat Muslim berpuasa dengan tidak makan dan minum sejak matahari terbit sampai terbenam. Umat Muslim berpuasa untuk mengembangkan kendali diri, dan ini adalah bukti keyakinan dan penghargaan mereka yang kuat akan ajaran agamanya.
Dalam agama Buddha, berpuasa dianggap sebagai metode pemurnian. Biksu Theravada berpuasa setiap hari setelah jam 12 siang sampai matahari terbit esok harinya. Praktik agama Buddha Nyungne, dimana penganutnya memegang teguh sumpah dan berpuasa telah mendapatkan banyak perhatian di wihara-wihara Amerika Utara. Berpuasa dalam agama Buddha adalah untuk mengendalikan kemelekatan sehingga memberi ruang dalam pikiran kita untuk mengembangkan kesadaran yang lebih tinggi. Berpuasa juga dapat dilaksanakan untuk menghindari kesenangan (makan) dan mendedikasikan pahala yang didapat untuk orang sakit, membutuhkan atau menjelang ajal. Pada dasarnya, mengurangi konsumsi makanan bertujuan untuk mengembangkan disiplin, kesadaran, kendali diri dan menghargai apa yang kita miliki.
Kesadaran Spiritual & Puasa Sang Buddha
Bangkitnya kesadaran spiritual sang Buddha berhubungan dengan puasa. Pangeran Siddharta meninggalkan istananya untuk mencari pencerahan dan berlatih selama enam tahun dalam kondisi yang berat dan konsentrasi mental yang luar biasa sehingga tubuhnya yang indah hanya tinggal kulit dan tulang. Pada saat itu, beliau hidup hanya dari sebutir nasi setiap harinya. Sang Buddha ingin memotong keterikatan pada indera perasa dimulai dari kenikmatan makanan dan lainnya. Tahap latihan ini dikenal dengan Buddha yang Berpuasa dan rupa yang digambarkan untuk tahap ini biasanya disebut Buddha yang Berpuasa.
Rupa suci Buddha yang Berpuasa mengingatkan kita mengenai besarnya kesulitan yang dilalui sang Buddha untuk mencapai pencerahan. Kasihnya untuk memberikan manfaat bagi mahluk lain sangatlah kuat sehingga beliau membiarkan tubuhnya mengalami banyak penderitaan untuk mencapai pencerahan. Walaupun tubuhnya melalui rasa sakit, kesulitan dan menjadi lemah karena puasa ketat, beliau tidak pernah menyerah. Beliau tidak pernah berhenti. Beliau tidak pernah membuat kesulitan yang dialami sebagai alasan untuk tidak melakukan latihan spiritualnya. Hal ini memberikan inspirasi pada kita untuk melakukan hal yang sama.
Kesulitan berperan dalam membangun kekuatan mental, memurnikan karma buruk, menanamkan rasa hormat pada diri sendiri, dan membantu kita untuk lebih menghargai apa yang kita miliki. Tidak ada yang diterima secara cuma-cuma. Melihat rupa suci ini memberkahi kita untuk mengingat bahwa kesulitan dalam jalan menuju pencerahan bukanlah hal yang negatif tetapi merupakan bagian dari perjalanan kita. Kita harus mengambil hikmah, belajar, mengerti dan berkembang dari kesulitan yang dialami. Keberhasilan mana dalam hidup yang tidak berasal dari kesulitan. Ketika kita melihat dan berjodoh dengan rupa suci ini, kita menciptakan karma untuk dapat bertahan, mentolelir, dan meningkatkan ketekunan dan keberanian dalam diri kita. Agar semua hal dapat berhasil, kita memerlukan keberanian dan ketekunan.
Seperti yang disadari Siddharta, keinginan adalah akar dari samsara, beliau berpikir bahwa salah satu cara untuk mengakhiri keinginan adalah dengan berpuasa. Pada suatu waktu, beliau tidak memiliki kekuatan untuk bermeditasi dan beliau menyadari bahwa beliau akan meninggal sebelum mencapai kebebasan karena ‘siksaan’ yang dialami tubuhnya.
Pada saat itulah, Sujata, putri seorang Brahmin, datang dan mempersembahkan sebuah mangkuk emas berisi nasi yang mengandung sari susu seribu sapi. Siddharta mendapatkan kembali kekuatannya, melanjutkan meditasinya, dan mencapai ke-Buddha-an. Siddharta baru mencapai pencerahan setelah menerima makanan dari Sujata, karenanya beliau mengajarkan mengenai “Jalan Tengah” jalan yang moderat jauh dari kenikmatan dan siksaan diri yang ekstrim. Ini adalah inti dari ajaran sang Buddha.
Kita sungguh beruntung karena dapat melihat dan mengerti makna yang terkandung dalam rupa Buddha yang Berpuasa ketika menapak jalan spiritual. Memiliki rupa Buddha yang Berpuasa, memberikan persembahan dan berdoa pada sang Buddha dalam bentuk ini memberkahi kita dengan keberanian, ketekunan, dan kekuatan mental untuk menghadapi kesulitan dan bertahan sampai berhasil. Buddha yang Berpuasa adalah salah satu rupa mahluk yang tercerahkan yang saya kagumi.
Tsem Rinpoche
Catatan: Dalam otobiografinya, Yang Suci Kyabje Trijang Rinpoche mengatakan bahwa Shakyamuni menerima nasihat yang salah yaitu beliau akan mendapatkan kebijaksanaan dengan berpuasa. Walaupun mengalami kesulitan yang amat sangat ketika berpuasa, beliau tetap tidak mendapatkan kebijaksanaan yang dicarinya. Setelah enam tahun berlalu, beliau menyadari bahwa menyiksa tubuh bukanlah jalan menuju pencerahan. Kemudian beliau meninggalkan puasanya dan berpindah ke Jalan Tengah.
Rupa Buddha yang Berpuasa yang Terkenal dari Seluruh Dunia
Rupa Buddha Berpuasa dari Pakistan
Pahatan rupang batu Buddha yang Berpuasa dari abad ke 2 atau ke 3 Masehi dan sekarang berada di Museum Lahore, Pakistan. Rupa ini dianggap sebagai salah satu karya seni terbaik dari kebudayaan Buddhisme Gandhara, Pakistan Barat Laut. Pahatan ini dipengaruhi budaya India dan Helenistik. Seni ini konon berasal dari Roma dan motifnya dari kebudayaan Buddhisme.
Rupa Buddha Berpuasa Lainya
Rupa Buddha Shakyamuni Lainnya
Untuk membaca informasi menarik lainnya:
- Pertanyaan Mengenai Rasa Cemburu (Bahasa Indonesia)
- 35 Buddha Pengakuan (Bahasa Indonesia)
- Ritus Berlian: Sadhana Harian Dorje Shugden (Bahasa Indonesia)
- Dorje Shugden – Pelindung Masa Kini (Bahasa Indonesia)
- Dorje Shugden Gyenze untuk Memperpanjang Umur, Meningkatkan Pahala dan Kekayaan (Bahasa Indonesia)
- Dorje Shugden Shize: Sebuah Praktik Untuk Penyembuhan dan Umur Panjang (Bahasa Indonesia)
- Dorje Shugden Wangze untuk Anugrah Daya Kuasa dan Pengaruh (Bahasa Indonesia)
- Dorje Shugden Trakze Untuk Menghalau Gangguan Ilmu Hitam & Makhluk Halus (Bahasa Indonesia)
- Proyek Pembangunan Stupa Relik Tsem Rinpoche (Bahasa Indonesia)
- ALBUM: Upacara Parinirwana Yang Mulia Kyabje Tsem Rinpoche (Lengkap) (Bahasa Indonesia)
- Parinirwana dari Yang Mulia Kyabje Tsem Rinpoche (Bahasa Indonesia)
- Dinasti Shailendra: Leluhur Buddhisme Mahayana di Indonesia (Bahasa Indonesia)
- Sebuah Doa Singkat Kepada Dorje Shugden (Bahasa Indonesia)
- Yang Mulia Dharmaraja Tsongkhapa (Bahasa Indonesia)
- Kyabje Zong Rinpoche: Kelahiran, Kematian & Bardo (Bahasa Indonesia)
Please support us so that we can continue to bring you more Dharma:
If you are in the United States, please note that your offerings and contributions are tax deductible. ~ the tsemrinpoche.com blog team
DISCLAIMER IN RELATION TO COMMENTS OR POSTS GIVEN BY THIRD PARTIES BELOW
Kindly note that the comments or posts given by third parties in the comment section below do not represent the views of the owner and/or host of this Blog, save for responses specifically given by the owner and/or host. All other comments or posts or any other opinions, discussions or views given below under the comment section do not represent our views and should not be regarded as such. We reserve the right to remove any comments/views which we may find offensive but due to the volume of such comments, the non removal and/or non detection of any such comments/views does not mean that we condone the same.
We do hope that the participants of any comments, posts, opinions, discussions or views below will act responsibly and do not engage nor make any statements which are defamatory in nature or which may incite and contempt or ridicule of any party, individual or their beliefs or to contravene any laws.
Please enter your details