Pertanyaan Mengenai Rasa Cemburu (Bahasa Indonesia)
Rasa cemburu membuat anda merasa tidak tenang, tidak damai, tidak bahagia, juga biasanya mendorong kita melakukan tindakan yang mengakibatkan suasana hidup semakin suram, sehingga kita akhirnya sendirian. Bagaimana bisa anda cemburu dengan orang lain yang sukses karena mereka bekerja keras? Hasil mereka sebanding dengan usaha yang mereka lakukan tapi mereka rupanya “membuat” anda tidak senang hati karena mereka mengingatkan anda akan apa yang tidak siap anda lakukan, yaitu bekerja keras. Bagaimana anda sampai secara sengaja mempersulit orang lain untuk melakukan tugasnya karena anda tidak menikmati hasil kerja yang sama? Pastinya sebuah cara pandang yang salah. Akibatnya malah tidak ada seorangpun yang suka pada anda maupun hasil kerja anda. Anda akan sendirian, getir dan tidak disukai. Rasa cemburu adalah maling yang merampas kedamaian, pertemanan, rasa hormat dan potensi perkembangan diri dari anda. Perangilah rasa cemburu anda, bukan orang lain yang sukses. Perangilah rasa cemburu anda dan bukan mereka yang sebenarnya mau jadi teman anda.
Tsem Rinpoche
Sebagai jawaban terhadap pertanyaan Plinio Tsai di Facebook:
Rinpoche, apa yang harus kita lakukan untuk menghentikan pikiran kita sendiri yang suka membandingkan diri sendiri dengan orang lain dan kemudian malah merasa tidak senang? Bagaimana kita bisa merasakan rasa sukacita ketimbang merasa perlu membandingkan hidup kita dengan yang lain?
Jawaban saya melalui video:
Transkrip dari video ‘Rasa Cemburu’
Saya merekam pesan ini sebagai lanjutan dari “post” saya di Facebook – saya baru saja membahas tentang “Rasa Cemburu”, dan ini akan muncul di blog saya dalam beberapa menit lagi, dan anda bisa melihat jawabannya di sana, tapi Plineo Tsai (sic) – dan saya harap saya mengucapkan nama anda dengan benar, dan jika tidak saya minta maaf – bertanya, “Rinpoche, apa yang harus kita lakukan untuk menghentikan pikiran kita sendiri yang suka membandingkan diri sendiri dengan orang lain dan kemudian malah merasa tidak senang? Bagaimana kita bisa merasakan rasa sukacita ketimbang merasa perlu membandingkan hidup kita dengan yang lain?”
Saya tidak akan membahas topik ini secara bertele-tele tapi saya akan memberikan sebuah tanggapan yang akan saya unggah langsung. Rasa cemburu adalah sebuah emosi yang kita rasakan ketika kita melihat orang lain melakukan sesuatu dan mereka mendapatkan hasil yang bagus, mungkin berupa pujian, atau bisa jadi keuntungan materi atau pengakuan dari orang lain. Dan di dalam lubuk hati kita, kita tidak suka melihatnya. Kita merasa tidak bahagia, kita merasa resah dan kita mulai melihat orang itu dengan sinis karena prestasi mereka, dan bagaimana hal itu berdampak pada kebahagiaan kita. Dan ini bukan soal bagaimana orang tadi berpengaruh pada hidup kita, tapi soal apa yang mereka lakukan dan dapatkan, sedangkan kita sendiri tidak mendapatkan hal yang sama. Inilah hal yang membuat perasaan kita bergejolak. Jadi rasa cemburu sebenarnya bukan soal sosok orang lain itu, tapi lebih tentang apa yang mereka lakukan dan hal itu membangkitkan atau memicu atau mempertegas pada kita bahwa kita telah gagal melakukan sesuatu atau karena memang kita tidak ingin menjalaninya, atau sesuatu tidak bisa kita lakukan dengan baik.
Jadi yang penting untuk diingat dalam hal ini adalah konsep Kedelapan Dharma Duniawi dan juga karma, ini penting sekali. Dan ini menjadi alasannya; ketika orang lain bekerja keras untuk mencapai sesuatu, ketika mereka mati-matian berusaha dan mengorbankan banyak hal, kita harus menyadari bahwa mereka telah bekerja keras, mengorbankan waktu mereka, dan lainnya. Tingkat usaha mereka melampaui apa yang kita sendiri lakukan atau memang kita tidak mampu berusaha seperti mereka. Jadi ketika mereka mendapatkan hasilnya, kita harus merasa senang untuk mereka. Kita harus bersukacita untuk mereka. Mengapa? Karena dunia ini diatur oleh kekuatan karma yang demokratis.
Sebuah dunia yang diatur oleh kekuatan karma yang demokratis. Apa yang saya maksud dengan istilah ini? Yang saya maksud adalah jika anda menciptakan satu set penyebab karma, anda akan mendapat hasil yang sama. Jadi jika orang lain menciptakan penyebab karma, mereka akan menuai hasilnya. Nah jika kita percaya sepenuhnya pada filosofi universal tentang karma, kita harus bersukacita. Mengapa bersukacita? Sangat sederhana. Mereka menciptakan karma; mereka mendapatkan hasil yang sesuai. Jika kita sendiri melakukan sesuatu yang baik dan mendapatkan hasil yang baik pula – tidakkah kita juga ingin melihat orang lain senang melihat kita berhasil? Tidakkah kita ingin orang lain ikut bersukacita? Ketika kita melakukan hal-hal yang baik, hal-hal yang positif, dan kita lihat orang lain malah tidak senang, kita pasti merasa sedih. Kita akan berkata, lho saya kan sudah mengorbankan begitu banyak, melakukan segala sesuatu, tapi tetap saja saya tidak mendapat pengakuan. Saya tidak dihargai. Tidak ada yang berterimakasih pada saya dan mereka malah mengata-ngatai saya; mereka cemburu.
Nah, sebaliknya juga sama. Jika kita berlindung pada karma dengan sepenuh hati, maka rasa cemburu akan berkurang. Kenapa bisa begitu? Karena secara karma, orang tadi sudah menciptakan penyebab untuk mendapatkan apa yang mereka dapat. Dan pada tingkat universal, kita selalu mendapatkan apa yang sesuai dengan usaha kita. Jadi jika orang tadi sudah bekerja tiga atau empat jam ekstra setiap harinya di kantor, misalnya, dan hasilnya mereka mendapat pengakuan, hasil kerja mereka dikenal luas atau mereka dihormati rekan-rekan, sementara anda tidak bersedia jika harus bekerja lebih. Anda tidak mau bekerja tiga atau empat jam lebih banyak karena anda mungkin mau melakukan hal-hal yang lain, anda ingin punya waktu luang yang banyak, “me time” atau apapun namanya. Nah, jika kemudian anda tidak mendapatkan pengakuan yang sama dengan orang tadi, jangan cemburu. Mereka sudah bekerja ekstra, bisa jadi 21 jam seminggunya kalau dihitung, dan anda tidak melakukan itu. Jadi kesimpulannya jika anda sendiri telah bekerja 21 jam lebih banyak dari yang lain, dan anda mendapat pengakuan dan penghargaan, bukankah anda juga ingin orang lain ikut senang?
Jadi perhitungannya secara karma adalah begini: jika mereka menciptakan karma itu, dan mereka mendapatkan hasilnya, anda harus menerima hal itu pada tingkatan yang dalam dari diri anda. Tingkatan dalam di sini berarti bahawa secara karma mereka memang telah menciptakan hasil yang didapat. Jadi jika anda cemburu akan hal itu, jika anda tidak senang hati, maka itu berarti anda menafikkan karma. Anda tidak mau menerima proses alami yang terjadi. Singkatnya, anda tidak mau menghabiskan waktu, berkeringat atau berkorban, tapi anda ingin menikmati hasilnya saja. Secara logika pasti tidak mungkin. Jadi ketika kita melihat orang lain mendapat hasil yang baik, mereka mendapatkan rasa hormat dan pujian; mereka dihargai dan orang menyukai apa yang mereka lakukan, kita seharusnya bersukacita. Ketika kita bersukacita dan merenungkan karma dan buahnya; ketika kita bersukacita, apa yang terjadi? Kita telah menciptakan karma untuk mulai mengendalikan rasa cemburu kita.
Perubahan tak akan terjadi langsung. Rasa cemburu tak akan hilang begitu saja. Tidak akan sirna seperti itu saja. Tapi pasti akan mulai memudar karena kita mulai belajar menata cara berpikir kita. Jadi, jika kita berlindung pada Sang Buddha, Dharma dan Sangha, dari ketiganya, yang paling penting adalah Dharma, karena Dharma lah yang sebenarnya menyelamatkan kita. Dharma lah yang menyelamatkan orang-orang terdekat dari sifat terburuk kita. Dialah yang mencegah kita untuk mencederai orang-orang yang kita cintai. Jadi ketika kita berlindung pada Dharma, mau tidak mau kita harus mengakui karma.
Jika anda mengakui karma, anda akan selalu bisa menerima fakta ketika orang lain bisa lebih baik dari anda karena usaha mereka lebih daripada anda. Jika anda secara psikologis selalu diliputi ketakutan, anda tidak akan mau ambil resiko karena khawatir membuat orang lain marah. Akibatnya anda tidak akan berusaha memaksa diri untuk berbuat lebih karena anda enggan membuat orang lain tidak senang hati. Rasa takut anda akan membuat orang lain marah malah akhirnya membuat mereka tidak suka pada anda. Kok bisa? Karena pada akhirnya anda tidak akan melakukan apa yang menjadi tugas anda, anda tidak mengutarakan apa yang ada dalam pikiran anda, anda berhenti memaksa diri untuk terus maju. Karena khawatir membuat satu atau dua orang tidak suka, anda malah gagal membawa manfaat bagi 10 atau 20 orang lainnya, meski sebenarnya anda bisa; andai anda berani. Jadi sebenarnya jika anda khawatir membuat orang lain marah, anda khawatir tentang hal yang salah, sehingga anda malah tidak bisa menjadi berguna bagi lebih banyak orang.
Jadi dengan logika yang sama, jika seseorang berani berbicara, mereka blak-blakan, terbuka dan jujur, dan karena itu mereka menuai pujian, karena itu mereka dihargai, karena itu orang-orang mendengarkan pendapat mereka, karena itu mereka bisa maju– anda tidak seharusnya cemburu, karena anda terlalu peduli akan apa yang dipikirkan orang lain sehingga tidak bisa membuat anda sendiri berguna bagi orang lain. Tidak selamanya semua orang setuju dengan apa yang kita sampaikan, tapi jika hal itu bermanfaat bagi kebanyakan orang, mengapa ragu mengutarakannya?
Satu hal lain yang perlu kita ingat adalah bahwa ketika kita cemburu, pastinya kita tidak melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain, kita tidak melakukan apapun untuk membantu orang lain, tidak melakukan sesuatu karena kita memikirkan orang lain. Sebagai contoh, jika kita melakukan sesuatu untuk orang lain, hal itu harus terbebas dari Kedelapan Dharma Duniawi. Salah satunya adalah menerima pujian, atau penghargaan atau nama besar atau ketenaran atau “terima kasih”, atau kedudukan. Jika kita melakukannya dengan harapan akan mendapatkan sesuatu untuk kita sendiri, meski berpura-pura bahwa kita ingin berguna bagi orang lain, tapi bukan itu maksudnya, maka kita tidak akan senang hati ketika kita tidak dihargai. Kita akan kecewa ketika orang lain tidak berterima kasih. Mengapa? Para guru spiritual tinggi, praktisi yang besar, manusia yang besar, bahkan manusia yang tidak berlatar belakang agama, tapi ketika mereka melakukan hal hal yang baik dan hebat, dan ketika mereka melihat orang yang mereka bantu bahagia, lega karena masalah mereka selesai, maka itu sudah cukup membuat mereka yang menolong bersuka hati; mereka tidak butuh pengakuan atas tindakan baiknya.
Karena itu, kita sebaiknya mengecek pikiran kita sendiri: untuk apa kita melakukan sesuatu? Jika orang lain bertindak baik dan kita merasa cemburu, pastinya hal itu adalah sebuah tanda bahwa kita tidak melakukan sesuatu dengan tujuan membawa manfaat bagi orang lain. Bahwa kita sedang melakukan sesuatu untuk salah satu dari Kedelapan Dharma Duniawi, misalnya, pujian dan pengakuan atau keuntungan materi. Jadi jika kita menjalani kehidupan berdasarkan Kedelapan Dharma Duniawi, kita akan selalu didera rasa cemburu, kita akan selalu merasa tidak damai, sedih atau sendirian, atau merasa tersingkir dan emosi kita tidak stabil. Salah satu akibat langsung dari membiarkan Kedelapan Dharma Duniawi kita utuh adalah emosi yang tak stabil, sesuatu yang buruk. Emosi anda akan turun naik, karena ketika orang lain mendapatkan pengakuan dan anda tidak, anda merasa sedih, tidak bahagia.
Dan yang runyam, jika kita tetap membiarkan energi atau pikiran atau sikap cemburu ini ada dalam diri kita, maka ia akan menjadi sesuatu yang berbahaya. Mengapa? Karena, kita akan terbiasa merasa marah ketika melihat orang lain berbuat sesuatu yang baik. Apapun yang bersifat positif yang datang untuk orang lain, kita tidak bisa menerimanya. Alhasil, kita tidak bisa mendengar berita baik, kita tidak mampu mendengar hal-hal yang baik, kita tidak bisa merasakan apa-apa ketika sesuatu yang baik terjadi pada orang lain. Kenapa begitu? Karena hal itu hanya akan mengingatkan kita pada apa yang gagal kita lakukan, atau apa yang seharusnya kita lakukan sebelumnya. Dan kemudian kita menjadi getir. Dan kita menjadi marah, lalu tidak bahagia, dan kita mulai menjauh dari orang lain, kita tidak akan mau mendengar kabar apapun atau kita bahkan akan mulai bergosip atau menfitnah. Gosip, fitnah dan pertikaian berakar pada rasa cemburu. Mengapa? Mereka melakukan sesuatu yang tidak anda lakukan, mendapatkan hasil dari apa yang tidak mau anda lakukan, anda kurang keras bekerja atau tidak mau mencoba; atau anda telah mencoba tapi gagal. Jadi alih-alih anda bersukacita untuk mereka, anda menyebarkan kabar negatif. Ketika kita menciptakan fitnah, kita menghasilkan ketidakbahagiaan. Kita ucapkan kata-kata yang membuat orang lain yang mendengarnya merasa buruk, atau kita mencoba membuat mereka merasa bersalah jika sesuatu baik yang terjadi pada orang lain.
Saya ulangi, ketika kita memecah belah, ketika kita merendahkan orang lain atau meremehkan prestasi mereka, dan kita tak suka melihat mereka sukses, ini bukan soal mereka tapi kita sendiri dan rasa cemburu kita yang tak terkendali. Ketika rasa cemburu kita tak terkontrol, kita menjadi getir, marah dan kita tidak mau memberi pengakuan pada orang lain dan kita tidak suka melihat orang lain bahagia atau mendapatkan hasil dari apa yang telah mereka lakukan. Dan hal itu sangat berbahaya. Dan cemburu akan membuat kita pahit, sendirian; ia akan membuat kita terpisah dari yang lain. Dan itu tidak baik, tidak seorangpun pantas mendapatkannya.
Jadi untuk mencegah hal ini terjadi, kita perlu melihat ke dalam karma dan mulai berpikir, “Para pemimpin besar memiliki karma untuk menjadi orang besar. Mereka rendah hati dan melayani orang lain, mereka membantu yang lain dalam kehidupan lampau, karena itu mereka mendapatkan hasilnya yaitu mampu mempengaruhi banyak orang sehingga bisa menjadi pemimpin”. Maka dari itu saya bersukacita pada kepemimpinan para pemimpin yang baik, saya bersukacita, saya tidak cemburu. Ketika orang lain memiliki harta banyak, hal itu karena di kehidupan sebelumnya mereka suka memberi. Saya bersukacita akan kekayaan mereka. Ketika orang lain bahagia dan memiliki hubungan baik dengan yang mereka cintai, oh saya ikut bahagia karena sebelumnya – kehidupan lampau, kehidupan kini, kapanpun – mereka selalu berucap kata-kata damai atau mereka selalu memiliki sikap atau melakukan tindakan yang menyatukan orang lain. Karena mereka melakukan hal itu, mereka sekarang bersama seseorang dan tidak kesepian. Saya bersukacita. Saya merasa senang. Jadi ketika kita bersukacita akan hasil baik yang dialami orang lain, hal itu adalah tameng untuk rasa cemburu kita sendiri. Dan kecenderungan kita untuk cemburu tidak akan sirna begitu saja tapi akan berkurang. Mengapa? Karena kita sudah bisa mengenali bahwa sukses orang lain bukan masalah bagi kita. Kita mengenali bahwa hal-hal yang baik yang terjadi pada orang lain tidak seharusnya menjadi masalah bagi kita. Dan jika sudah menjadi masalah, yang tidak beres bukan mereka tapi kita sendiri. Jadi sangat berguna untuk mengenali karma, untuk bisa melihat bagaimana karma bisa membuat kita menjadi lebih baik.
Saya menghendaki keberuntungan menyertai anda, saya harap penjelasan singkat ini bisa membantu anda. Terima kasih banyak.
Unduh file MP3 di sini
Kunjungi Ajaran Berbentuk Audio untuk mendengarkan ajaran Dharma yang lainnya.
Untuk membaca informasi menarik lainnya:
- Ritus Berlian: Sadhana Harian Dorje Shugden (Bahasa Indonesia)
- Dorje Shugden – Pelindung Masa Kini (Bahasa Indonesia)
- Dorje Shugden Gyenze untuk Memperpanjang Umur, Meningkatkan Pahala dan Kekayaan (Bahasa Indonesia)
- Dorje Shugden Shize: Sebuah Praktik Untuk Penyembuhan dan Umur Panjang (Bahasa Indonesia)
- Dorje Shugden Wangze untuk Anugrah Daya Kuasa dan Pengaruh (Bahasa Indonesia)
- Dorje Shugden Trakze Untuk Menghalau Gangguan Ilmu Hitam & Makhluk Halus (Bahasa Indonesia)
- Proyek Pembangunan Stupa Relik Tsem Rinpoche (Bahasa Indonesia)
- ALBUM: Upacara Parinirwana Yang Mulia Kyabje Tsem Rinpoche (Lengkap) (Bahasa Indonesia)
- Parinirwana dari Yang Mulia Kyabje Tsem Rinpoche (Bahasa Indonesia)
- Dinasti Shailendra: Leluhur Buddhisme Mahayana di Indonesia (Bahasa Indonesia)
- Sebuah Doa Singkat Kepada Dorje Shugden (Bahasa Indonesia)
- Yang Mulia Dharmaraja Tsongkhapa (Bahasa Indonesia)
Please support us so that we can continue to bring you more Dharma:
If you are in the United States, please note that your offerings and contributions are tax deductible. ~ the tsemrinpoche.com blog team
DISCLAIMER IN RELATION TO COMMENTS OR POSTS GIVEN BY THIRD PARTIES BELOW
Kindly note that the comments or posts given by third parties in the comment section below do not represent the views of the owner and/or host of this Blog, save for responses specifically given by the owner and/or host. All other comments or posts or any other opinions, discussions or views given below under the comment section do not represent our views and should not be regarded as such. We reserve the right to remove any comments/views which we may find offensive but due to the volume of such comments, the non removal and/or non detection of any such comments/views does not mean that we condone the same.
We do hope that the participants of any comments, posts, opinions, discussions or views below will act responsibly and do not engage nor make any statements which are defamatory in nature or which may incite and contempt or ridicule of any party, individual or their beliefs or to contravene any laws.
Please enter your details